Tuesday, January 28, 2014

Kecerdasan Emosi


Dibandingkan intelegensia intelektual, kecerdasan emosi memegang peranan penting dalam menjaga stabilitas hubungan antarmanusia. Bahkan, kecerdasan emosi merupakan "bahan bakar" utama yang bisa mengobarkan semangat juang suatu bangsa. 

Sebut saja pemimpin-pemimpin besar seperti Martin Luther King, Jr., bahkan Presiden Ir. Soekarno yang sukses memajukan bangsanya lewat pidato-pidato menyentuh yang membakar semangat dan mengobarkan harapan untuk bisa memenangkan kemerdekaan lewat perjuangan. 

Tidak semua orang memiliki kecerdasan emosi di atas rata-rata, namun semua orang tentu mampu mengenali, mengerti, dan mengatur emosi. Mereka yang punya kecerdasan emosi tinggi bisa mengatur emosi pribadi, sekaligus memengaruhi emosi orang lain untuk melakukan apa misi yang dia emban. 

Melihat hal tersebut, tentu saja membuat kecerdasan emosi menempati peran penting dalam bersosialisasi maupun berpolitik. Di satu sisi, mengajarkan anak meningkatkan kecerdasan emosinya bisa membuat mereka lebih sukses dalam bersosialisasi. Dalam artian, anak tidak akan menjadi lemah secara emosi di antara kawan sebaya, yang membuatnya rapuh terhadap bahaya bullying. 

Di dunia kerja, kecerdasan emosi juga bisa membuat lingkungan pekerjaan lebih kooperatif, tidak lagi terjadi kompetisi negatif, melainkan persaingan sehat menuju prestasi yang lebih baik. 

Namun, di sisi lain, kecerdasan emosi juga punya sisi gelap. Bukti-bukti penelitian terbaru menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang, mereka akan semakin pintar dalam memanipulasi orang lain. 

Dengan kata lain, Anda bisa menyembunyikan emosi pribadi dan di waktu yang bersamaan, memanfaatkan emosi orang lain, yang bisa Anda baca dengan mudah, untuk kepentingan Anda. 

Sisi gelap kecerdasan emosi itulah yang menjadi fokus studi Universitas Cambridge yang dipimpin Profesor Jochen Menges. "Dari hasil penelitian kami diketahui bahwa pidato yang inspiratif, kendati tidak diingat secara keseluruhan oleh partisipan, memiliki efek yang lebih dahsyat karena bisa menyentuh sisi terdalam mereka yang mendengarkan," papar Menges. 

Sementara penelitian mengenai kecerdasan emosi dari Psikolog Stephane Cote dari University of Toronto, menunjukkan bahwa mereka yang punya level kecerdasan emosi tinggi cenderung bersifat anarkis ketika dihadapkan pada konflik. Mereka juga kerap memanfaatkan emosi orang lain untuk kepentingan pribadi. 

Adapun penelitian yang dilakukan University of Central Florida terhadap ribuan pekerja di 191 macam pekerjaan, kecerdasan emosi tidak selalu konsisten berkaitan dengan performa kerja baik. 

Di lingkungan pekerjaan yang membutuhkan tingkat penggunaan emosi tinggi, seperti di lingkungan medis, marketing atau relasi publik, tingginya kecerdasan emosi bisa mengarah pada performa kerja yang lebih baik. Namun sebaliknya, di lingkungan kerja yang kurang menekankan emosi, kecerdasan emosi yang tinggi justru bisa jadi bumerang. Sebut saja akuntan, peneliti dan mekanik dimana pengaruh emosi malah bisa memperburuk performa kerja mereka.

Tetapi, pemanfaatan kecerdasan emosi tidak melulu buruk. Sebut saja studi yang dilakukan Universitas Stanford terhadap perusahaan kosmetik The Body Shop adalah kecerdasan emosi yang dimanfaatkan secara positif. Anita Roddick, pendiri The Body Shop, berhasil memengaruhi masyarakat akan pentingnya menggunakan produk yang bukan hanya ramah lingkungan tapi juga sarat moralitas terhadap sesama.(asp)

Sumber :
http://life.viva.co.id/news/read/475238-ketahui-sisi-gelap-kecerdasan-emosi

No comments:

Post a Comment

Related Posts