Thursday, December 26, 2019

Hari Ibu

Hari Ibu telah berlalu? Nggak juga. Karena pada hakekatnya, Hari Ibu itu harus diperingati, dimaknai, dan diisi setiap hari.

Cristiano Ronaldo terkenal sangat dekat dengan ibunya. Ia sempat memberikan kejutan kepada ibunya. Nggak main-main, ketika ibunya berulang tahun pada 31 Desember beberapa waktu yang lalu, Ronaldo menghadiahkan sebuah mobil Porsche Boxster berwarna putih!

Orang seperti ini mungkin disebut anak mami.

Disebut anak mami, emang napa? Yang penting, nggak manja. Satu temuan dari Grant Study, Harvard University, justru menunjukkan anak mami memiliki potensi sukses lebih besar ketimbang mereka yang memiliki hubungan kurang harmonis dengan ibunya.

Nah lho!

Studi tersebut memaparkan 'anak mami' secara konsisten dan persisten mengalami peningkatan karier dan income. Sedangkan pria yang selalu bersitegang dengan ibunya, jarang mendapatkan promosi jabatan bahkan sering mandek!

Pria yang harmonis dan berbakti sama ibunya diketahui beroleh gaji bulanan yang lebih tinggi. Selain itu, risiko terjangkit dementia saat mencapai masa lansia, disinyalir sangat rendah. Keren ya, berbakti itu ternyata menyukseskan juga menyehatkan!

Btw, benarkah penelitian ini?

Grant Study adalah penelitian terkait hubungan orangtua dan anak paling lama dalam sejarah ilmu psikologi. Bermula tahun 1938 dan terus berjalan hingga puluhan tahun kemudian. Studi ini di-refresh 2 tahun sekali, dengan meneliti kehidupan 200-an mahasiswa pria di Harvard University, sewaktu mereka masih kuliah, lulus, dan bekerja.

Menurut YourTango.com pula, pria yang berlabel 'anak mami' rupa-rupanya cenderung lebih setia, lebih empati, lebih bertanggung-jawab, dan lebih menghormati wanita. Jadi, nggak usah risih disebut 'anak mami'. Hehehe. Asal nggak cengeng aja.

Di komunitas bisnis saya, kami menempatkan keluarga sebagai salah satu prioritas. Masih ingat soal 3A?

Pesan seorang senior, "Jangan takut dicemooh 'anak mami'. Pemuda yang dekat dan menghormati orang tuanya, pastilah lebih sukses." Saya sejak lama membahas ini dalam ilmu #7KeajaibanRezeki. Apa pendapat Anda?

Kalau boleh, sampaikan tulisan ini kepada saudara-saudara Anda.

Mengingatkan.

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Semoga berkah berlimpah.

Successful People Wear the Same Thing

Why Successful People Wear the Same Thing Every Day

Simplify your day and reduce decision fatigue: Wear the same thing, just like these successful entrepreneurs.
By Craig BloemFounder and CEO, FreeLogoServices.com@craigbloem

Everyone wants to be more productive -- especially entrepreneurs. One way to increase productivity? Simplify your decision-making processes by building habits.

In studying the effects of extraneous variables on the outcome of legal cases, researchers segmented judicial deliberations into three distinct "decision sessions." Over the course of these "decision sessions," they found the percentage of favorable rulings dropped gradually from about 65 percent to nearly zero within each session. After a break, it spiked back up to around 65 percent.

Part of the reason? Decision fatigue.

It's said the average person makes 35,000 decisions every day. What to eat for breakfast? What shirt to wear? Which door to go through? Where to go for lunch?

A simple way to save brain power is to cut down on the number of decisions you need to make. Some of the most successful people have already figured this out. They simply wear the same thing each and every day.


Uniforms for Success

In HBO's 2017 documentary series, Defiant Ones, Andre Young -- better known as Dr. Dre -- mentions he wears the same shoes every day: Nike's Air Force 1. Barack Obama wears only gray or blue suits. Mark Zuckerberg sports his iconic gray Brunello Cucinelli t-shirt. Steve Jobs became famous for a black turtleneck, jeans, and New Balance sneakers.

I've been wearing the same clothes for over 10 years. My getups typically include: Asics Gel Kayano sneakers, Levi's 513 jeans, a zip-up Lululemon Sojourn Jacket, ST33LE t-shirts, and Grant Slim-Fit Non-Iron Banana Republic dress shirts.

I have 15 pairs of Levi's, six Lululemon jackets, 10 of those t-shirts, and 15 dress shirts. No joke.

Unlike some entrepreneurs, I do swap out colors. But the staples remain the same.


Here's why we do it, and why you should too:

1. You'll waste less time.
I hate wasting time. Having a regular uniform makes it quick and easy to get dressed. Rather than deliberating for five or even ten minutes, I can grab my outfit, throw it on, and get started on the more important things on my to-do list.

A go-to outfit also saves loads of time shopping. You know what you're looking for and can get right to your favorite store. Or better yet, if you know your size, style, and color, you can order everything online -- without the annoyance of sending back returns.

2. You'll save brainpower.
As Obama said in an interview with Vanity Fair, "You need to focus your decision-making energy. You need to routinize yourself. You can't be going through the day distracted by trivia."

When you wear the same thing, you're one step closer to avoiding the distraction of trivia. It takes no thought to get dressed in the morning. You can channel all that decision-making power directly into growing your business.

3. You'll always feel good in what you're wearing.
If you choose your clothes for comfort, they'll always feel good. If you choose them for style, you'll always think they look good on you (even if others disagree). Either way, you'll feel good about what you're wearing. It's an automatic confidence boost.

I constantly get made fun of by my friends and family for wearing the same thing, but it works. See if it could work for you.


Sumber :
https://www.inc.com/craig-bloem/this-1-unusual-habit-helped-make-mark-zuckerberg-steve-jobs-dr-dre-successful.html

Monday, December 23, 2019

Being Happy At Work Matters


Anda bahagia?

Rekan-rekan anda bahagia?

Sebuah artikel bertajuk "16 Things Guaranteed To Make You Happy At Work" yang dimuat di Forbes menyarankan kita agar bahagia, untuk menjaga jarak dari orang-orang yang berpikiran negatif. Ya, menjaga jarak. Kenapa?

Soalnya, orang-orang yang berpikiran negatif cenderung tidak bahagia dan sering berkubang pada masalah. Sehingga gagal mencurahkan perhatian pada solusi. Repotnya lagi, mereka senang jika ada orang lain yang merasakan masalah yang sama.

Rupanya, hal itu dapat membuat mereka merasa lebih baik. Yang paling berbahaya adalah jika pengaruh negatif itu datang dari atasan (leader) yang tidak memiliki keterikatan. Ini parah.

Di BP, kita percaya bahwa leader adalah contoh alias teladan. Harus membawa pengaruh positif terhadap tim, setiap hari. Sekiranya sesekali leader keliru, kemungkinan tim masih bisa menerima dan memaafkan. Diterima, kenapa? Karena setiap hari leader itu sudah berusaha memberikan pengaruh yang positif terhadap tim.

Sebuah artikel berjudul "Being Happy At Work Matters" di Harvard Business Review memaparkan bahwa orang-orang yang tidak bahagia dan tidak memiliki keterikatan bukanlah rekan bisnis yang menyenangkan.

Lebih dari itu, mereka tidak bisa membawa nilai tambah, malahan dapat membawa pengaruh negatif terhadap bisnis. Lebih gawat lagi jika pihak yang lebih superior (leader) yang bersikap sedemikian. Disebut gawat, karena dapat mempengaruhi orang banyak.

So, hati-hati. Jangan biarkan bahagia anda direnggut oleh mereka yang berpikiran negatif dan tidak bahagia. Kalau anda bahagia, insya Allah itu akan sangat baik dampaknya buat diri anda, bisnis anda, dan keluarga anda.

Sekian dari saya, Ippho Santosa.


Sumber photo:
https://hbr.org/2014/11/being-happy-at-work-matters

Friday, December 20, 2019

Money Magnet

Internet + Socmed + WA Chat = Money Magnet

Ya, internet jika digunakan bareng socmed dan WA chat bisa menjelma jadi magnet. Tepatnya, mesin uang. Saran saya, "Biarkan mesin uang itu bekerja, maka kita akan punya waktu lebih leluasa untuk keluarga dan ibadah. Juga untuk liburan."

Senior-senior saya di bisnis selalu mengingatkan, "Nggak harus punya toko dan budget promosi yang besar untuk memulai bisnis. Nggak harus. Sebaliknya, cobalah kurangi penggunaan flyer, spanduk, dan salesman."

Ngelapak? Nggak harus. Buka stand? Nggak harus. Dengan mesin bernama internet dan socmed, kita bisa menghasilkan penjualan yang jauh lebih banyak dengan biaya yang jauh lebih hemat, dengan cara yang jauh lebih simple. Betul apa betul?

Belakangan ini, kekuatan media konvensional seperti spanduk, koran, dan radio kian dipertanyakan oleh pakar-pakar. Ternyata memang begitu, menurut saya. Makanya, sudah nggak zaman, promosi pakai brosur, flyer, spanduk, iklan koran, dan iklan radio. Kalaupun masih ada, yah nggak sebanyak dulu lagi.

Yang saya rasakan, dengan internet dan socmed, hasilnya bisa lebih efektif, lebih efisien, dan sangat terukur. Di komunitas saya (komunitas BP), mitra-mitra dilatih untuk melakukan sosialisasi produk melalui socmed. Setelah itu, diarahkan ke WA chat. Nah, karena penawaran yang menarik dan bukti-bukti yang real, akhirnya prospek pun berubah jadi konsumen, bahkan jadi partner. Alhamdulillah.

Begitulah. Lima tahun terakhir, internet dan socmed kian menunjukkan taring dan cakarnya. Ditambah semakin meratanya penyebaran smartphone di tengah masyarakat. Apalagi orang perkotaan menghabiskan waktunya 3-5 jam sehari bersama smartphone.

Sudah semestinya semua pihak (mulai dari brand owner, distributor, agent, reseller, termasuk staff CS) harus belajar benar-benar soal internet dan socmed. Jika tidak, akan digilas zaman! Ya, digilas zaman!

Ingat, BUKAN zaman yang kejam. BUKAN internet yang kejam. BUKAN socmed yang kejam. Mungkin kita yang tidak mempersiapkan diri. Saran saya, mari mempersiapkan diri. Daripada anti sama socmed, lebih baik mempelajari dan memanfaatkannya. Ready?

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Wednesday, December 18, 2019

Masa Muda

Kadang orang-orang muda memiliki kerancuan berpikir tentang masa muda. Bahkan ini terjadi pada orang-orang yang sudah berusia 30-an. Harus dipahami ada perbedaan nyata antara menikmati masa muda dan menghancurkan masa depan.

Sebenarnya, terdapat berbagai pilihan untuk menikmati waktu luang. Terlebih di masa muda. Nah, pastikan kita memilih kegiatan-kegiatan positif yang membawa manfaat optimal bagi diri, keluarga, dan tim kita. Toh kita sama-sama tahu, waktu jauuuuuh lebih berharga daripada uang.

Right?

Rasulullah pernah bersabda, Ada dua nikmat yang banyak membuat manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan nikmat waktu luang. (HR Al-Bukhari). Di tulisan ini, penekanan kita pada waktu luang.

Syaikh As-Sa'di pun mengingatkan, Termasuk di antara keajaiban takdir dan hikmah ilahiyyah adalah sesiapa yang meninggalkan hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya, padahal memungkinkan baginya untuk meraihnya (namun dia tidak berusaha meraihnya), maka dia akan mendapat UJIAN dengan disibukkan dalam hal-hal yang membahayakan bagi dirinya.

Dengan kata lain, tidak sungguh-sungguh untuk hal-hal yang membawa manfaat akan menjatuhkan diri kita pada hal-hal yang membawa mudharat. Hati-hati, ini nggak main-main.

Uang itu amanah. Tapi jangan salah, waktu lebih amanah. Perlu dikelola benar-benar. Pastikan diri kita terlepas dari hal yang sia-sia, apalagi yang mudharat. Terutama kita yang sudah menjadi kepala rumahtangga, di mana tindakan kita akan dicontoh dan diteladani oleh istri juga anak-anak kita.

Tambahan lagi kalau kita pengusaha. Ya, kita punya tim dan mitra. Mereka perlu diperhatikan. Benar-benar diperhatikan. Kok kita sampai hati, begitu punya kelapangan waktu kita malah buang-buang waktu? Tim dan mitra juga mengharapkan keteladanan dari kita.

Sekali lagi, keteladanan.

Ketimbang kepo-kepo di socmed (IG dan FB), lebih baik kasih komen-komen positif di socmed tim. Itu namanya motivasi. Ketimbang nonton konten-konten unfaedah di YouTube, lebih baik kasih chat positif di grup WA sama tim. Itu namanya interaksi.

Pada akhirnya, penuhi dan sesaki HARI KITA dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat. Otomatis kita akan menjauh dari aktivitas-aktivitas yang sia-sia. Insya Allah.

Semoga tulisan ini menginspirasi.

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Tuesday, December 17, 2019

3i

Tetap berhemat dan hanya membeli barang-barang yang tepat, menjadi tantangan bagi mereka yang tiba-tiba 'punya uang'. Di antara mereka ada yang mendekati boros.

Bagaimanapun, boros adalah akhlak yang buruk.

Sepenting-pentingnya uang, ingat, lebih penting lagi ilmu dan akhlak di balik uang. Tanpa ilmu dan akhlak yang tepat, uang bisa menjadi bencana.

Dari dulu sampai sekarang, uang tidak pernah membawa masalah. Sekalipun tidak pernah. Yang masalah itu manusianya. Kurang ilmu, kurang pengendalian diri.

Terkait cara mencari uang, pahami dulu konsekuensi dan risikonya. Kalau memang mau bekerja, yah terimalah konsekuensinya. Uangnya (gajinya) nggak seberapa.

Kalau memang mau berbisnis, yah bersiaplah dengan segala konsekuensi dan resikonya. Bisnis mengharuskan kerja keras. Selain itu, kita harus pandai-pandai memutar uang dan menghemat uang.

Setidaknya ada tiga hal atau 'tiga i' yang dianjurkan saat kita mengelola penghasilan alias income:
- invest (putar lagi di bisnis, jadi stok)
- infaq (10% - 20% sedekahkan)
- insyaf (jangan lagi konsumtif)

Sayangnya, mereka yang tidak bertanggung-jawab cenderung menyalah-nyalahkan (blame) dan beralasan (excuse) saat keadaan tidak sesuai dengan harapan. Ini kurang bijak.

Kadang mereka mengeluh soal profit yang nggak seberapa. Padahal, profit-nya sudah lumayan. Pengendalian dirinya yang kurang. Betul apa betul?

Kadang mereka mengeluh soal produk yang sesekali indent. Padahal, produksi dari pusatnya sudah bagus. Manajemen stok di mitranya yang belum bagus.

Ada juga yang ngeluh soal nasibnya yang gitu-gitu aja. Dia lupa, ternyata infaq-nya selama ini juga gitu-gitu aja. Dan siapapun tahu, sedekah itu wasilah untuk berbagai macam perubahan.

Ya, sebagian orang tidak bertanggung-jawab dengan keputusan-keputusan yang telah diambil. Nggak serius di stok. Nggak serius di infaq. Selalu konsumtif, nggak insyaf-insyaf.

Padahal, yang namanya entrepreneur itu harus 100% bertanggung-jawab, nggak boleh menyalahkan keadaan. Pada akhirnya, daripada menyalah-nyalahkan keadaan, mari sama-sama kita berbenah. Siap?

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Monday, December 16, 2019

Tegas, Tidak harus Marah

Bolehkah menghardik dan membentak anak?

Begini. Tegas, nggak harus marah. Kalaupun harus marah (karena hal-hal prinsip), nggak perlu menghardik dan membentak.

"Memarahi anak dengan berteriak ternyata dapat merusak kepribadian mereka saat dewasa," ungkap Dr Ming-Te Wang, pemimpin penelitian dari Universitas Pittsburgh. Di mana penelitian ini dimunculkan di Journal of Child Development.

Apabila orangtua memarahi anak saat berusia 13 tahun, maka anak tersebut akan berisiko besar memiliki masalah perilaku dan masalah emosional saat dewasa. Bukan itu saja. Si anak bisa menderita depresi di usia 13 dan 14 tahun. Mereka pun cenderung berperilaku negatif di sekolah, sering berbohong, mencuri, dan berkelahi.

Dr. Ming-Te Wang menegaskan, memarahi anak dengan menghardik dan membentak BUKAN langkah yang efektif dalam menyelesaikan masalah. Sama sekali nggak efektif. Tindakan tersebut justru akan berdampak buruk pada anak, kendati hubungan anak dan orangtua cukup dekat. Bahkan anak cenderung MENIRU hardikan dan bentakan yang diterimanya.

Menurut Dr. Laura Markham lulusan Columbia University, hardikan dan bentakan orangtua kepada anak akan membuat anak menutup diri secara emosional. Menurut Martin Teicher, profesor di Harvard Medical School, teriakan orangtua kepada anak akan merusak struktur otak anak.

Terkait itu, menurut Lise Eliot dari Chicago Medical School, memarahi anak dengan nada tinggi dapat mengganggu struktur otak anak. Malah pada masa pertumbuhan (golden age), suara keras dan hardikan dari orangtua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh.

Sebagian kita mungkin berkilah, "Ah, nggak juga. Buktinya, aku dulu sering dibentak-bentak ibu. Toh sekarang pintar juga, IPK tiga koma sekian." Benarkah argumen ini? Padahal, mungkin saja, tanpa bentakan, ia bisa lebih pintar. Bahkan jenius!

Hal ini perlu kita bahas karena pada umumnya kita menempatkan anak dan keluarga sebagai prioritas.

Ya, prioritas.

Sekiranya kita sayang sama anak-anak kita dan peduli dengan kecerdasan juga pertumbuhan mereka, baiknya kita urungkan saja niat kita untuk menghardik mereka. Sekiranya sesekali kita terpaksa marah (karena hal-hal prinsip), toh masih bisa dilakukan tanpa menghardik dan membentak.

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Semoga bermanfaat.

Wednesday, December 11, 2019

3D

Kadang dunia ini tidak ideal. Dalam perjalanan hidup, mungkin kita bertemu dengan orang-orang yang menzalimi kita dan menganiaya kita. Pada akhirnya, ini memancing kita untuk mendendam atau sikap-sikap negatif lainnya. Ini sebenarnya nggak baik.

Adalah 3D yang bisa menghalangi rezeki dan menutupi potensi. Bahkan juga bisa merusak kesehatan. Ya, merusak kesehatan.

Apa saja 3D itu?

Dengki, Dongkol, Dendam.

Sebaliknya, lapang hati dan memaafkan, seperti dilansir Mayo Clinic dan Telegraph, terbukti menyehatkan. Manfaatnya, antara lain, terhindar dari penyakit tekanan darah tinggi. Benarkah sampai seperti itu?

Ya, benar.

Para peneliti dari University of California, San Diego, menemukan bahwa orang-orang yang mampu mengelola amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain, cenderung lebih rendah risikonya mengalami lonjakan tekanan darah.

Sekiranya kita sadar bahwa dendam itu berdampak buruk terhadap rezeki dan kesehatan kita, tentulah kita akan membuang jauh-jauh sikap negatif ini. Kita pun semakin berhati-hati karena dendam ternyata juga memberangus amal-amal alias membuat hangus amal-amal.

Ngeri.

Kesimpulannya, kalau lapang hati, akan lapang rezeki. Kalau sempit hati, akan sempit rezeki. Pilih mana? Saya yakin Anda akan menjatuhkan pilihan pada sikap yang memberdayakan untuk masa depan Anda.

Sekian, semoga bermanfaat.

Tuesday, December 10, 2019

10 Orang Terkaya Dunia Sepanjang Sejarah

Ini 10 Orang Terkaya Dunia Sepanjang Sejarah

Belum lama ini Majalah Forbes mengeluarkan daftar orang paling kaya dunia di 2019. Pendiri Amazon Jeff Bezos didapuk menjadi orang paling kaya sedunia harta US$ 131 miliar, atau setara Rp 1.830 triliun (Kurs: Rp 14.000/dolar AS).

Jeff Bezos mungkin adalah orang terkaya dalam sejarah modern. Tapi dia sama sekali bukan orang terkaya sepanjang masa.

Melansir BBC, Senin (18/3/2019), gelar orang terkaya sepanjang masa masih dimiliki oleh Mansa Musa, penguasa Afrika Barat dari abad ke-14 yang begitu kaya.

"Catatan kontemporer tentang kekayaan Musa begitu sesak sehingga hampir tidak mungkin untuk mengetahui seberapa kaya dan kuat dirinya sebenarnya," kata Rudolph Butch Ware, profesor sejarah di Universitas California, kepada BBC.

Pada 2012, situs web AS Celebrity Net Worth memperkirakan kekayaan Mansa Musa sebesar US$ 400 miliar atau setara, tetapi para sejarawan ekonomi sepakat bahwa kekayaannya tidak mungkin dijabarkan karena sangat banyak

Selain Mansa Musa, BBC menyebutkan ada 9 orang lainnya yang memiliki kekayaan lebih besar dari Jeff Bezos dan terkaya sepanjang masa. Berikut daftarnya.


Augustus Caesar

Pria ini merupakan Kaisar Romawi setelah Julius Caesar. Kekayaannya menurut money.com mencapai US$ 4,6 triliun atau setara Rp 64.400 triliun.

Augustus Caesar tidak hanya bertanggung jawab atas sebuah kekaisaran yang menyumbang 25% hingga 30% dari output ekonomi dunia, tetapi menurut profesor sejarah Stanford Ian Morris, Augustus pada suatu saat memegang kekayaan pribadi setara dengan seperlima dari ekonomi kekaisarannya.


Zhao Xu

Nama lain pria ini adalah Kaisas Shenzong. Kekayaannya tak bisa ditaksir namun dia menguasai kerajaan dengan 25% hingga 30% dari PDB global

Dinasti Song China (960 - 1279) adalah salah satu kerajaan paling kuat secara ekonomi sepanjang masa. Menurut Prof. Ronald A. Edwards, seorang sejarawan ekonomi Tiongkok dari Dinasti Song di Universitas Tamkang, negara ini menyumbang antara 25% dan 30% dari output ekonomi dunia selama puncaknya.


Akbar I

Pria asal India ini memerintah kerajaan dengan 25% dari PDB global. Kaisar terbesar dari dinasti Mughal India, Akbar mengendalikan sebuah kekaisaran yang menyumbang sekitar seperempat dari output ekonomi global.

Chris Matthews dari Fortune mengutip almarhum sejarawan ekonomi Angus Maddison, yang berspekulasi PDB per kapita India di bawah Akbar sebanding dengan Elizabethan Inggris, tetapi dengan "kelas penguasa yang gaya hidupnya yang mewah melampaui gaya hidup masyarakat Eropa."


Andrew Carnegie

Pria ini hidup dari tahun 1835 hingga 1919. Total kekayaannya ditaksi mencapai US$ 372 miliar atau setara Rp 5.208 triliun. Andrew Carnegie mungkin menjadi orang Amerika terkaya sepanjang masa.

Imigran Skotlandia ini menjual perusahaannya, A.S. Steel, kepada J.P. Morgan dengan harga US$ 480 juta pada tahun 1901. Jumlah itu setara dengan sekitar 2,1% dari PDB AS pada saat itu.


John D Rockefeller

Rockefeller merupakan pengusaha Amerika Serikat lahir pada 1839 dan wafat pada 1937. Kekayaannya ditaksir mencapai US$ 341 miliar atau setara Rp 4.774 triliun.

Rockefeller mulai berinvestasi di industri perminyakan pada tahun 1863 dan pada tahun 1880 perusahaan Standard Oil-nya menguasai 90% produksi minyak Amerika.

Menurut New York Times, obituary-nya, Rockefeller dihargai sekitar US$ 1,5 miliar berdasarkan pengembalian pajak penghasilan tahun 1918.


Nikolai Alexandrovich Romanov

Pria yang hidup dari 1868 hingga 1918 ini memiliki kekayaan US$ 300 miliar atau setara Rp 4.200 triliun. Dia juga dikenal sebagai Tsar Nicholas II dari Rusia, memerintah kerajaan Rusia dari tahun 1894 hingga 1917 ketika kaum revolusioner Bolshevik menggulingkan dan membunuhnya serta keluarganya.

Pada tahun 1916, kekayaan bersih Tsar Nicholas II sebenarnya hampir US$ 900 juta. Namun karena disesuaikan dengan inflasi maka diperkirakan setara dengan US$ 300 miliar pada dolar 2012.


Mir Osman Ali Khan

Mir Osman Ali Khan yang juga dikenal sebagai The Nizam of Hyderabad, adalah penguasa Hyderabad sampai negara itu diserbu oleh tetangga India. Mir Osman Ali Khan memiliki koleksi emas pribadi yang bernilai lebih dari US$ 100 juta dan memiliki lebih dari US$ 400 juta perhiasan termasuk Berlian Yakub yang terkenal yang bernilai US$ 95 juta saat ini.

Khan bahkan menggunakan berlian sebagai penindih kertas di kantornya. Dia konon memiliki lebih dari 50 mobil Rolls Royces. Total kekayaannya pria yang hidup di antara 1886 hingga 1967 diperkirakan mencapai US$ 230 miliar atau setara Rp 3.220 triliun.


William The Conqueror

William The Conqueror hidup pada 1028 hingga 1087. Total kekayaannya diperkirakan mencapai US$ 229,5 miliar atau setara Rp 3.213 triliun.

Dia terkenal karena menyerbu dan kemudian merebut Inggris pada 1066. Dalam perebutan itu dia memperoleh cukup banyak uang. Ketika William meninggal dia meninggalkan yang setara dengan US$ 229,5 miliar kepada putra-putranya.


Muammar Gaddafi

Siapa yang tak kenal Muammar Gaddafi di era modern saat ini. Pria yang lahir pada 1924 dan meninggal di 2011 merupakan pimpinan Libya yang cukup lama.

Setelah kematiannya pada tahun 2011, muncul laporan bahwa Muammar Gaddafi diam-diam adalah orang terkaya di dunia dengan kekayaan bersih US$ 200 miliar atau setara Rp 2.800 triliun.

Dalam bulan-bulan sekitar kematiannya, hampir US$ 70 miliar uang tunai disita di rekening bank asing dan real estat. Ladang minyak Libya merupakan sisa kekayaan bersihnya.


Sumber :
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4472989/ini-10-orang-terkaya-dunia-sepanjang-sejarah/3

Friday, December 6, 2019

Jangan Digegas, Jangan Di-gas.

Sebenarnya, pasangan kita (suami kita atau istri kita) adalah orang ditakdirkan untuk memperbaiki kita sekaligus melengkapi kita. Begitu juga sebaliknya, vice versa. Percayalah, dialah yang paling tepat. Tidak ada orang lain yang lebih tepat.

Terbukti kita ditakdirkan berjodoh dan menikah dengan dia. Padahal ada miliaran manusia yang hidup di dunia ini.

Saat kita berharap pasangan untuk berubah dan membaik, yang sebenarnya perubahan dan perbaikan itu harus dimulai dari diri kita. Ya, dari diri kita. Berharap dia yang berubah duluan adalah pekerjaan yang melelahkan dan tidak terlalu bijak.

Satu hal lagi.

Apa itu?

Harus ada kesabaran. Nabi sabar menunggu para sahabat untuk berubah. Allah? Maha Sabar. Lantas, kenapa kita nggak sabar?

Kadang kita kurang sabar ketika berharap pasangan untuk berubah. Kadang kita merasa sudah relatif baik, lalu kita menuntut pasangan untuk berubah dan membaik. Hei ingat, kecepatan dan momentum orang itu berbeda-beda ketika diharapkan untuk berubah.

Jangan digegas. Jangan di-gas.

Kita boleh berharap perubahan yang cepat kalau orang itu adalah diri kita sendiri. Perlu contoh? Misal, kita pengen tahajjud dan rutin. Ya sudah, mulai malam ini juga, berlanjut malam-malam berikutnya. Tapi saat kita berharap pasangan yang rutin tahajjud-nya, yah kita mesti sabar. Jangan mendesak dia untuk memulai malam ini juga.

Sabar. Doakan. Dan mulai perubahan itu dari diri kita.

Seperti Nabi Yunus yang awalnya gagal berdakwah utk sebuah kampung. Iya, gagal. Tapi kemudian, beliau berhasil juga. Kok bisa? Krn beliau memutuskan utk bertobat dan berubah. Tepatnya, memperbaiki diri dan memantaskan diri.

Dalam mendoakan, mesti ada sikap sabar dan rasa sayang. Hadirkan itu selalu. Apalagi terhadap orang yang ditakdirkan untuk melengkapi kita, yaitu pasangan kita. Sering kali, krn kesal, kita tidak membawa 'rasa sayang' dlm mendoakan. Ini kurang tepat.

Di mana-mana, setiap perubahan perlu pendampingan. Ya, setiap perubahan. Apalagi di komunitas BP yang saya rintis, kami selalu mengedepankan konsep couple-preneur. Perlu kesabaran. Perlu baiksangka. Perlu doa yang tidak putus-putus. Pastikan kita menghadirkan itu semua, demi pasangan kita.

Siap?

Related Posts