Wednesday, October 30, 2019

We Need Leadership, Not Likership

Why Likable Leaders Seem More Effective

In late 2007, one of us, Charn, found himself in Camp Buehring, Kuwait, preparing to fly a Kiowa Warrior helicopter over the Iraqi border. Kuwait is a stopover where U.S. soldiers finish all required training just prior to deploying into combat.

The only treacherous part of Kuwait is the sand — it is deep and very fine so walking is slow and cumbersome. One morning, as he waded through the sand on the way to the airfield, he saw a sign proclaiming, “We Need Leadership, Not Likership.”


Sumber :
https://hbr.org/2019/10/why-likable-leaders-seem-more-effective

Tuesday, October 29, 2019

Menjual Indent

Hampir setiap hari saya bertemu dengan entrepreneur dan calon entrepreneur. Pas bertemu, biasanya mereka nanya-nanya ke saya. Salah satunya tentang membesarkan usaha.

Saran saya, jangan buru-buru berpikir ngutang dalam membesarkan usaha. Terutama buat pemula. Apalagi di bidang yang relatif baru dan berisiko bagi Anda.

Sekali lagi, jangan buru-buru berpikir ngutang dalam membesarkan usaha. Masih ada cara lain untuk mendapatkan cash, asalkan bisnis Anda memang bagus alias menjanjikan.

Misal:
Hemat-hemat
Jual indent
Bayar tempo
Tunda pengeluaran
Beli skala kecil (sesuai kemampuan)

Satu hal yang perlu dikuasai benar-benar oleh seorang pengusaha adalah menjual indent. Barang belum ada, tapi sudah dijual. Bolehlah? Boleh-boleh saja.

Agama pun mengizinkan itu. Jual indent. Asalkan barang nantinya sesuai dengan yang dijanjikan. Jangan sampai, gambarnya A, barangnya B. Ngawur tuh!

Mulailah menjual indent. Lalu dapatkan cash-nya.

Ingat, cash is king. Pengelolaan atas cash, itu melebihi king. Lihatlah, betapa banyak bisnis yang runtuh dan rubuh, hanya gegara gagal mengelola cash. Padahal sebagian mereka memetik untung.

Pada akhirnya, juallah indent, lalu dapatkan cash-nya. Tentunya dengan tetap berhati-hati. Praktek ya.

Sekian dari saya, Ippho Santosa. Semoga berkah berlimpah.

Friday, October 25, 2019

Doa Mantul

Pernah lihat teman jualan?

Setiap kali teman kita atau siapa saja posting di socmed tentang closing, baiknya kita ikut senang. Lalu kita doakan dalam hati, "Semoga jualannya tambah laris, semoga omset-nya tambah banyak. Aamiin."

Insya Allah doa itu akan 'mantul' ke kita dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Ya, lebih dahsyat.

Ini juga bagian dari mental kaya. Berkelimpahan. Di mana kita percaya sepenuhnya bahwa Allah Maha Kaya. DIA punya banyak resources, bahkan tak terhingga resources-nya. Bisa mengayakan semua pihak, bisa melariskan semua dagangan.

Jadi, tak perlu iri atau dengki.

Orang yang iri, berarti menurutnya, "Kalau Allah telah memberikan rezeki yang banyak kepada si A, B, dan C, terus gimana dengan rezeki dan nasibku? Sudah dibagi-bagi kayak gitu, apa masih ada sisanya buatku?'

Dipikirnya, resources Allah itu terbatas. Ini pemahaman keliru. Begini. Kalau kita dapat customer, kalau kita dapat closingan, terus kita bersyukur, itu sih wajar. Anak TK juga tahu, hehehe.

Tapi saat orang lain dapat customer dan kita ikut senang juga bersyukur, itu bikin semesta takjub. Seolah-olah semesta berkata, "Hebat banget kamu ini. Orang lain dapat nikmat, eh kamu ikut bersyukur. Sebentar lagi deh, giliran kamu!'

Begitulah, harapan dan doa itu akan 'mantul' ke kita dengan kekuatan yang lebih dahsyat. Siap?

Thursday, October 17, 2019

Investor Mulai Pilih Kuda Zebra?

Oleh: Erick Wahyudi, Analis Ekonomi
posted on Okt. 04, 2019 at 7:38 am

Beberapa bulan terakhir nilai saham Uber dan Lyft anjlok dikarenakan kembali gagal memenuhi harapan investor.

Uber, sebagai pelopor ride-hailing yang diikuti oleh Gojek dan Grab, nilai sahamnya turun 30 persen lebih rendah dari harga saham perdananya.

WeWork, yang didanai oleh Softbank (yang juga investor besar Uber, Grab dan Tokopedia), memangkas valuasi hingga 450 trilyun rupiah (70 persen lebih rendah dari valuasi sebelumnya), dan terpaksa menunda jadwal IPO.

Terakhir OYO, sebuah startup serupa Airbnb dari India, yang lagi-lagi didanai oleh Softbank, dicurigai oleh beberapa analis melakukan praktik russian-doll ponzi game, karena memiiki valuasi yang fantastis dan tidak wajar.

Di Tanah Air, Bukalapak juga diterpa issue kesulitan pendanaan. Mereka kemudian menepisnya dan mengatakan bahwa mereka sedang melakukan reorientasi bisnis agar bisa mulai menurunkan angka kerugian.

Semua berita tersebut bukan berita buruk.

Bagi saya, itu merupakan berita baik. Reality bites, bahwa walaupun pahit, itu semua akan mendorong kesadaran investor untuk kembali kepada hakikat bisnis yang sebenarnya: mencetak profit.

Istilah Unicorn pertama kali populer saat terjadi dotcom crash di awal tahun 2000. It was not a compliment. Unicorn was (and maybe is an insult.

Itu merupakan sebutan bagi perusahaan yang mendambakan keuntungan yang fantastis, yang ditunggangi oleh investor-investor serakah dengan cara menggelembungkan nilai perusahaan.

Hal ini, nampaknya kembali terulang. Dalam 10 tahun terakhir banyak startup-startup yang telah berhasil melakukan inovasi dan melakukan disrupsi bisnis atau melahirkan bisnis baru.

Namun lagi lagi, banyak investor kembali menungganginya dengan cara-cara yang jauh dari etika. Mereka umumnya membungkus sebuah inovasi dengan argumen-argumen sebagai berikut.


1. Customer is an asset. 
Tidak ada yang salah dengan ini. Customer memang dapat dilihat sebagai layaknya sebuah inventory.

Mulai dari mengakuisisi customer baru (dianggap seperti raw  material  dalam inventory) hingga me-retain customer untuk loyal (seperti finished goods dalam inventory).

Ujungnya, seluruh biaya yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan customer, termasuk biaya diskon besar-besaran, dapat dicatatkan sebagai investment, bukan expense.

Yang jadi pertanyaan adalah: apabila customer dengan mudah hilang dalam hitungan detik karena perang diskon, sampai batas mana uang yang telah dihabiskan tersebut masih layak disebut sebagai investasi?

Apakah teknologi dan inovasi benar-benar dapat menjamin customer tersebut tidak hilang?


2. Growth at all cost. 
Ukuran sukses paling utama yang diamini oleh seluruh ekosistem startup (founder, investor, mentor, dan bahkan regulator) adalah growth pertambahan pengguna.

Hal ini, serupa dengan traffic growth saat awal-awal bisnis Internet tahun 90an. Dengan “ideologi” ini, investor menjadi raja yang mengendalikan sebuah startup.

Kalau tidak terus disuntikan dana, startup akan mati. Atau customer segera hilang dicuri oleh kompetitor, yang bisa jadi juga didanai oleh investor yang sama.


3. Market Domination. 
Investor selalu terobsesi dengan sebuah bisnis yang tidak memiliki pesaing.

Era ekonomi digital telah memberikan beberapa peluang inovasi yang memungkinkan hal ini, karena dapat melahirkan bisnis yang benar-benar baru, atau mendisrupsi bisnis yang ada, atau memonopoli ekosistem bisnis.

Namun pada praktiknya, dominasi pasar dan disrupsi bisnis banyak dilakukan dengan cara menghancurkan pasar melalui kekuatan modal yang disuntikan oleh investor.

Hal ini, berbeda dengan Microsoft dan Apple misalnya. Kekuatan modal mereka untuk makin menguasai pasar didapatkan dari keuntungan perusahaan.

Model bisnis mereka sedari awal adalah untuk membukukan keuntungan dari setiap barang yang dijual.

Semua argumen tersebut, oleh founder startup, investor dan mentor, dibungkus dalam sebuah story telling yang hebat.

Inovasi teknologi diceritakan terkadang melebihi kemampuan me-generate value yang sebenarnya.

Jumlah penduduk Indonesia yang 260 juta lebih digadang-gadang sebagai market yang addressable, padahal tidak semua populasi membutuhkan produk yang dijual.

Network effect yang ringkih dikisahkan memiliki defensibility yang kuat. Istilah super-apps dihembuskan dengan mengeneralisasi tuntutan industri yang berbeda-beda.

Expansi ke pasar regional dilakukan untuk terus mendapatkan growth story, walaupun sebenarnya produknya dibangun spesifik untuk kebutuhan lokal.

Kemudian, story telling ini diperkuat dengan merekrut advisor dan komisaris yang memiliki reputasi hebat, yang sebenarnya tidak banyak kerjaannya.

Lalu, bagaimanakah seharusnya investor yang baik dan benar?

Jawabannya adalah: investor yang rajin mencari dan menelaah proposal dari startup yang benar-benar solid, dan jujur melihat kekuatan dan kelemahan startup yang didanainya.

Investor harus memberikan perhatian lebih pada startup yang didirikan oleh founder yang berpengalaman dalam industri vertikal.

Tanpa founder yang berpengalaman di industrinya, keberhasilan suatu investasi akan sangat bergantung pada nasib.



Sebuah riset memaparkan bahwa usia rata-rata founder startup sukses memiliki umur 42 tahun. Hal ini menyiratkan bahwa pengalaman founder menjadi hal yang sangat kritikal.

Investor juga perlu melakukan review terhadap metric-metric yang dipakai dalam menilai sebuah proposal. Tidak semua metrik ala sillicon valley bisa diterapkan untuk semua model bisnis dan sektor industri yang beragam.

Dan, yang paling ideal adalah: carilah startup yang sedari awal sudah menetapkan profit margin dari selisih harga jual dengan biayanya.

Bukan yang mejanjikan margin setelah melakukan dominasi pasar yang mensyaratkan investasi (bakar duit) besar-besaran.

Startup yang baru bisa mendapatkan keuntungan setelah melakukan dominasi pasar menunjukkan adanya broken business model.

Startup seperti itu hidupnya akan sangat tergantung dari fase investasi yang satu ke fase investasi berikutnya. Istilah kasarnya: hoping for the the next idiot to come in the last investment round.

Prediksi saya, apabila tidak ada perubahan sikap dari seluruh ekosistem ekonomi digital, economic bubble dapat meletus dalam 2-3 tahun mendatang.


Di Indonesia akan ada unicorn yang tumbang. Akan ada banyak startup yang gagal berkembang. Program 1.000 startup bisa jadi menghasilkan ratusan founder startup yang gagal dan frustrasi.

Akan banyak uang investor baik privat maupun publik yang terbuang percuma.

Bagi investor lokal kebanyakan, akan sulit menjangkau skala investasi karena valuasi startup idaman sudah digelembungkan secara fantastis oleh investor asing. Investor lokal hanya menjadi pengikut minoritas.

Ini adalah saat yang tepat bagi investor Indonesia untuk memainkan game yang bebeda dengan pengetahuan lapangan dan jaringan lokal-nya.

Investor Indonesia harus bekerja lebih keras dan merubah selera untuk berinvestasi pada kuda zebra yang nyata ada, yang warna hitam-putihnya terlihat jelas. Jangan menggantungkan harapan mendapatkan Unicorn yang merupakan produk mitologi dari luar.

“Growth for the sake of growth is the ideology of the cancer cell.” – Edward Abbey.


Sumber :
https://matranews.id/investor-mulai-pilih-kuda-zebra/

Wednesday, October 16, 2019

Menutup Keburukan

SENI MENDIDIK DIKENANG MURID

Sekelompok anak muda menghadiri resepsi pernikahan. Salah seorang di antaranya melihat guru SD nya. Murid itu menyalami gurunya dengan penuh penghormatan, seraya berkata: Masih ingat saya kan pak guru?

Gurunya menjawab: tidak

Murid itu bertanya keheranan: masa sih pak guru tidak ingat saya. Saya kan murid yang mencuri jam tangan salah seorang teman di kelas. Dan ketika anak yang kehilangan jam itu menangis, pak guru menyuruh kita untuk berdiri karena akan dilakukan penggeledahan saku murid.

Saya berfikir bahwa saya akan dipermalukan di hadapan para murid dan para guru, dan akan menjadi tumpahan ejekan dan hinaan, mereka akan memberikan gelar kepadaku pencuri dan diriku pasti akan hancur, selama lamanya.

Engkau menyuruh kami berdiri menghadap tembok dan menutup mata kami semua. Engkau menggeledah kantong kami, dan ketika tiba giliran saya, Engkau ambil jam tangan itu dari kantong saya, dan engkau lanjutkan penggeledahan sampai murid terakhir.

Setelah selesai engkau suruh kami membuka penutup mata, dan kembali ke tempat duduk. Saya takut engkau akan mempermalukan saya di depan murid murid.

Engkau tunjukkan jam tangan itu dan engkau berikan kepada pemiliknya, tanpa menyebutkan siapa yang mencurinya.

Selama saya belajar di sekolah itu Engkau tidak pernah bicara tentang kasus jam tangan itu, dan tidak ada seorangpun guru maupun murid yang bicara tentang pencurian jam tangan itu.

Engkau masih ingat saya pak?
Bagaimana bisa engkau tidak mengingatku wahai guruku.

Saya adalah muridmu dan ceritaku adalah cerita pedih yang tak akan terlupakan.

Guru itu menjawab:
Sungguh saya tidak mengingatmu, karena pada saat menggeledah itu sengaja aku menutup mata pula agar tidak mengenalmu

Pendidikan memerlukan seni dalam menutup keburukan.


Semoga bermanfaat
Publish by: Pondok yatim arroja

Thursday, October 10, 2019

Jadilah Miliarder

#JadilahMiliarder.

Mudah-mudahan engkau lebih leluasa untuk ber-dhuha dan tidur siang (jangan salah, ini sunnah Nabi). Ketika resepsi, engkau pun mampu menyiapkan tempat duduk untuk seluruh tamu yang menghadiri, sehingga mereka tidak perlu makan sambil berdiri (katanya ini standing party, padahal kurang sesuai dengan sunnah Nabi).

Jadilah miliarder. Mudah-mudahan engkau bisa memilih business class ketika terbang antar benua selama belasan jam. Di sini engkau bisa tidur dengan rebahan dan menghadap ke sisi kanan (lagi-lagi ini sunnah, bukan cerita rekaan). Kalau di economy class, maaf, engkau tidur sambil duduk dan kurang nyaman. Mungkin engkau sanggup, tapi apakah orangtuamu sanggup dan merasa nyaman?

Jadilah miliarder. Mudah-mudahan engkau lebih leluasa untuk membangun mall sendiri dan musholla yang benar-benar layak di dalamnya. Tidak sempit, tidak pengap, tidak panas, tidak jauh, dan senyaman-nyamannya. Engkau pun bisa membangun rumah sakit dan sekolah, sekaligus menolong mereka-mereka yang lemah namun tetap memerlukan layanan kesehatan dan pendidikan dengan selayak-layaknya.

Jadilah miliarder. Mudah-mudahan engkau lebih lantang dalam bersikap dan bersuara, terutama hal-hal yang prinsip dan sangat menentukan. Maaf, kalau engkau lemah finansial, engkau gampang ditekan dan gampang diarahkan. Sekiranya engkau miliarder, engkau pun bisa membangun media yang menarik, terpercaya, dan membela kebenaran.

Belum bisa? Niatkan. Ikhtiarkan. Dan saling mendoakan. Percayalah, ini bukan khayalan. Kan ada Allah yang maha kaya lagi maha memampukan. Semoga di antara kita ada yang berhasil mewujudkan dalam kenyataan. Inspirasi kecil dari Ippho Santosa, cukuplah sekian.

Kalau engkau memang peduli, bantu share tulisan ini, semoga semakin banyak pembaca yang mengamini.

Daily Plan


Coach Kiat & kiat2nya
October 08, 2019

Kebanyakan orang yang sukses dalam hidup dan bisnisnya membuat perencanaan dalam hidup maupun bisnisnya, mereka membuat life plan dan business plan secara tertulis.

Perencanaan tidak hanya berupa perencanaan jangka panjang saja tetapi perlu dibagi menjadi perencanaan bulanan, mingguan dan harian.

Tanpa perencanaan dan tindakan jangka pendek maka perencanaan jangka panjang akan menjadi dokumen dan tumpukan lembaran kertas saja.

Mendaki gunung yang tinggi harus dimulai dari selangkah yang pertama, tanpa langkah kecil yang pertama semua itu mustahil untuk dilakukan karena kita tidak bisa melompat lompat atau bahkan langsung sampai ke puncak gunung kecuali naik helikopter.

Karena itu kita perlu punya buku agenda, bisa juga buku catatan lain, selembar kertas atau catatan di handphone kita.

Kegiatan yang sifatnya sudah rutin seperti makan, mandi, berangkat ke kantor, mengantar anak ke sekolah, dll. tentu tidak perlu dicatat, hanya kegiatan penting saja yang perlu dicatat agar tidak lupa dikerjakan.

Pengalaman saya dalam banyak sesi coaching menyatakan banyak orang mau ini, mau itu, punya ide ini dan itu, cuma sebatas di pikiran dan keluar dari mulut saja tetapi ditunda-tunda dan pada akhirnya tidak pernah menjadi kenyataan.

Ide itu harganya hanya 1% sebelum menjadi kenyataan karena sisanya yang 99% perlu kerja keras untuk mewujudkannya.

Buat Anda yang baru memulai, Anda bisa membuat daily plan yang sederhana sekedar to-do-list hari ini.

Buat yang sudah terbiasa, Anda bisa membuat daily plan yang lebih detail, misalnya menambahkan rencana keuangan, rencana belajar, dll.

Tulisan ini sangat sederhana, masalahnya ialah apakah Anda mau melakukannya atau tidak.

Selamat mencoba dan berlatih.


Sumber :
https://telegra.ph/Daily-Plan-10-08

Sumber foto :
https://www.teacherspayteachers.com/Product/Daily-Planner-and-Bullet-Journal-Planner-4292342

Tips Menjadi Bos Startup

Kamu milenial dan pengin banget jadi bos Startup? Ada Beberapa bekal penting yang perlu diketahui seperti mengatur strategi, membentuk pikiran, dan juga cara berkomunikasi itu penting untuk mewujudkan hal tersebut.

Personal Branding
Menurut Deddy Corbuzier, aktor sekaligus content creator yang memulai karirnya di dunia hiburan, langkah pertama yang harus dilakukan anak muda untuk memulai sebuah usaha adalah personal branding atau menciptakan ciri khas diri sendiri.

"Banyak milenial ingin membuat impact to the world. Tapi mereka nggak tahu caranya bagaimana, membuat personal branding mereka. Nah cara berpakaian, cara bicara, itu branding Anda. Membuat self branding sangat penting apa lagi untuk membuat sebuah proyek atau bekerja di suatu tempat," kata Dedy dalam konferensi pers Lenovo Thinkbook CEO Club, di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Creative Thinking
Kedua, milenial perlu berpikir kreatif. Dalam hal ini, Dennis Adhisawara yang berprofesi sebagai aktor sekaligus CEO Rombak Media mengatakan, pikiran kreatif mampu menciptakan jalan ke luar di dalam kondisi terdesak.

"Creative thinking itu penting karena yang namanya hidup kita pasti akan menemukan sebuah problem ya. Namanya problem itu jangan serta merta dijauhi. Justru harus dihadapi dan dicari solusinya bersama-sama," jelas Dennis.

Leadership Communication
CMO Tiket.com Gaery Undarsa membeberkan langkah ketiga untuk anak muda yang mau menjadi CEO, yakni leadership communication atau berkomunikasi sebagai pemimpin. Gaery mengatakan, untuk memperoleh wibawa harus dimulai dengan berkomunikasi yang baik dengan karyawan atau rekan kerja lainnya.

"Sebenarnya orang itu pintar, banyak ide, tapi kalau tidak ada yang respect susah. How do we gain that respect? Especially young leaders, banyak banget sekarang kan manager atau director yang masih muda umurnya. Bagaimana caranya ketika masuk ke real world industry orang melihat kita tidak hanya muda doang, tapi karena mereka respect us. Jadi how to communicate itu penting," papar Gaery.

Stress Management
Keempat, mengatur level stress dalam diri masing-masing anak muda tersebut. Managing Director Duta Bangsa Naomi Siregar mengatakan, mengatur level stress itu dimulai dari menjaga emosi dan mengatur suasana hati, membatasi prioritas, bahkan hingga cara bernapas.

"Stress management itu sangat penting. Mulai dari cara pernafasan, menjaga emosi, membatasi prioritas, mana yang level urgensinya dikerjakan dulu. Kemudian pada saat bertemu dengan orang lain pada saat mood nya nggak oke nih di pagi hari mereka harus switch mimik wajahnya dan lain-lain," ucap Naomi.

Panaskan Mesin
Kelima, anak muda harus memanaskan mesin'. Putri Indahsari Tanjung, CEO Creativepreneur Event Creator mengungkapkan, anak muda harus bersiap-siap menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat yakni dengan menanamkan jiwa wirausaha.

"Kita juga fokus menyebarkan virus entrepreneurship mindset karena yang terpenting sekarang anak muda memiliki itu. Sekarang ini persaingan di dunia bisnis semakin tinggi, komposisi dari skill bisnis semakin tinggi of course kita akan jenuh dengan semua itu. Apalagi kalau kita gagal pasti sedih. Tapi bisnis kan proses, bisnis itu bukan lari sprint, tapi marathon. Kita terus lari terus. Nggak berhenti," terang wanita yang akrab disapa Uti tersebut.


Sumber
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4683301/punya-cita-cita-jadi-bos-startup-baca-dulu-tips-ini

Context is The Winning Formula

Customer jaman sekarang makin rasional, mereka bisa menimbang berapa nilai sebuah merek dan berapa manfaat nilai fungsionalnya.

Lihat aja, setiap kali ada promo promo yang sifatnya memotong harga normal dengan memberikan diskon diskont yang fantastis akan menarik jumlah pembelian customer. Demikian juga di Ayam Geprek Juara disaat melakukan promo promo yang bekerjasama dengan Gofood dan GrabFood, peningkatan penjualan menjadi luar biasa.

Tetapi bagaimana setelah masa promo itu lewat??
Apakah penjualannya akan terus naik??

Data data itulah akan terus dilakukan analisa di system juara, memahami customer maknanya adalah memahami data, sehingga akan mengetahui secara jelas kapan mengambil tindakan yang sesuai based on data.

Era pelanggan gaya tapi bodoh (Snob Buyer) sudah berakhir dan berganti menjadi Smart Buyer, mereka ngerti brand, mereka ngerti value. Kalau gak nyambung mereka gak akan mau beli, apalagi spare uang untuk hal yang mereka gak ngerti.

Snob buyer kebanyakan hadir dikalangan baby boomer dan gen X, tetapi generasi milenial kebanyakan masuk pada area Smart Buyer dan milenial ini jumlahnya makin terus bertambah menjadi pelanggan mayoritas.

Salah satu ciri generasi milineal adalah generasi comparison, mereka dengan keahliannya bisa dengan mudah melakukan comparison , baru kemudian decide untuk membeli. Tetapi kalau Snob Buyer, gak perlu comparison, suka langsung beli. Gak peduli harga yang penting gengsi.

Meskipun ada juga generasi milenial juga kedapatan melakukan pansos, atau panjat sosial. Karena ingin keliatan exist di media sosialnya, salah satu hasrat atau desire yang wajib dipenuhi oleh pebisnis kuliner.

Seperti yang dilakukan oleh AGJ, membuat kotak nasi box cantik yang kalau dibuka akan terpampang jelas gambar Panglima JUARA dengan senyumnya yang merekah mengingatkan Cuci Tangan Dan Berdoa Sebelum Makan.

Fakta menunjukkan secara data mengalami kenaikan interaksi di media sosial baik itu IG, Youtube, Facebook, Twitter termasuk texting messenger. Karena ayam geprek juara ingin menghadirkan kebersamaan untuk pelanggan setia mereka.

Dalam marketing, Content is Only Basic, tetapi Context is The Winning Formula. Apa itu context?? Service, Kecepatan, Experience, Viral, memenuhi hasrat dan keinginan customer yang sebelum sebelumnya belum terpenuhi. Menu enak dan konsisten di AGJ itu content, dan itu wajib menjadi basic.

Kalau gak bisa bikin menu enak dan konsisten, jangan berbisnis kuliner. Bisnis kuliner secara basic bikin makanan enak, kalau basicnya gak kuat maka bisnis kulinernya gak akan kemana mana, layu sebelum berkembang.

Selain content , maka wajib membawakan context yang akan membuat customer akan datang kembali. Karena semua customer akan memiliki 4 Journey ini : Tahu, Coba, Ulangi, Rekomendasi.

Itulah tugas pebisnis kuliner melengkapi journey pelanggannya : membuat sebanyak banyaknya orang tahu, agar mereka mencoba kemudian merasa bahwa masakannya enak, kemudian mereka akan terus mengulangi untuk datang. Sampai akhirnya pada level tertinggi yaitu merekomendasikannya dan bahkan menjadi lawyer yang siap membela keberadaanmu.

So sebagai pengusaha, kami ingin customermu loyal karena apa?apa Content atau Context?? Apa yang akan membuat pelangganmu loyal??

*Suasana Membuat Menarik, Rasa Membuat Balik* dan *Sedikit Berbeda Lebih Baik Daripada Sedikit Lebih Baik*

One of Summary Diskusi Asosiasi Pengusaha Kuliner Indonesia (APKULINDO), di suatu pagi yang cerah.

Dituliskan oleh Panglima JUARA.

Tuesday, October 8, 2019

Anda bukan Avengers

Saya punya banyak mitra (partner), alhamdulillah. Namun memilih dan menyusun tim inti, ini adalah perkara yang menantang. Ada sejumlah faktor yang perlu dipertimbangkan dan seringkali intuisi turut bermain di sini.

Sekali lagi, tidak mudah memilih orang dan menyusun tim inti. Apalagi yang bisa perform dan memuaskan semua pihak. Tantangan memilih orang ini berlaku dalam apa saja, termasuk dalam dunia penjualan.

Lantas, apa tips dari saya?

Pertama, amat penting untuk mengetahui internal needs dari bisnis secara keseluruhan. Nah, dari internal needs inilah kemudian kita bergerak. Mencari orang dengan sifat dan skill yang tepat.

Kenapa saya menyebut sifat di sini?

Ya memang begitu. Soalnya sifat itu bertahannya lebih lama dan dibentuknya lebih sulit daripada skill. Satu lagi, soal cocok-cocokan. Misal skill-nya hebat. Tapi ketika bekerjasama belum tentu sifatnya cocok dengan Anda dan tim Anda yang lain. Ini kan masalah.

Selanjutnya?

Jangan terburu-buru dalam menyusun tim inti. Sekali lagi, jangan terburu-buru. Haste makes waste. Anda bukan Avengers, Justice League, atau Expendables. Orang yang tepat biasanya tidak mudah ditemukan.

Perlu waktu.

Perlu kesabaran.

Tips terakhir?

Cek social media dan WA story mereka. Biasanya, karakter asli mereka tercermin melalui postingan-postingan mereka. Tentu, ini bukan patokan tapi sangat layak jadi bahan pertimbangan.

Saya pribadi menghabiskan waktu setidaknya 1 jam sehari untuk mengecek social media dan WA story mitra-mitra saya. Dari sini, akhirnya saya bisa memahami aspirasi dan impian mereka.

Selamat mencoba ya.

Semoga berkah berlimpah.

Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Friday, October 4, 2019

Tetap Rasional dan Proporsional

Marah, jelas ini tidak baik. "Jangan marah, bagimu surga," ini pesan Nabi Muhammad. Namun sesekali marah tetap diperlukan. Bukankah Nabi Muhammad pernah marah? Bukankah orang-orang hebat pernah marah?

Yang penting, jelas penyebabnya dan tidak berlarut-larut. "Tunjukkan kemarahan Anda pada masalah, bukan pada orang," petuah William Ward.

Nah, setelah itu, iringi dengan action yang mensolusikan.

Saat kezaliman dibiarkan, saat agama dilecehkan, dan saat keluarga dipermalukan, sepertinya kita perlu marah.

Ya, perlu. Tentunya dengan tetap rasional dan proporsional.

Menurut Charles Duhigg, marah membuat kita bicara lebih jujur sekaligus mampu bernegosiasi. Selain itu, marah juga memicu motivasi dan lebih melegakan.

Menurut situs Heathway, marah bisa bermanfaat untuk melindungi diri dan mendorong perilaku baru. Yang diharapkan adalah perilaku baru yang mengarah pada solusi.

Begitulah, tak selamanya marah itu jelek. Ada manfaatnya juga. Mudah-mudahan tulisan ini menginspirasi.


Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Semoga berkah berlimpah.

Tidak Fokus dalam Bisnis

Dulu saya pernah tidak fokus dalam berbisnis. Macam-macam bisnis yang saya jalankan. Kemudian, 5 tahun terakhir saya memilih untuk fokus. Why?

Ketika saya tidak fokus, alhamdulillah saya tetap untung dan hampir-hampir bebas risiko. Tapi kemudian saya perhatikan mitra-mitra saya. Kasihan mereka.

Mereka meniru (men-duplikasi) saya. Kan saya leader-nya. Kalau saya tidak fokus, yah otomatis mereka juga melakukan hal yang sama. Tidak fokus.

Bayangkan, seorang pemula berbisnis dan tidak fokus, seperti apa jadinya? Pasti alakadar hasilnya. Kemungkinan besar, itulah yang terjadi. Dan itulah yang saya lihat.

Tentu beda dengan mereka yang sudah jago. Pasti punya tim dan sistem. Jalanin usaha macam-macam, yah nggak terlalu masalah. Kalau pemula? Ya masalah.

Maka, 5 tahun terakhir saya memilih untuk fokus. Kepentingan mitra yang menjadi pertimbangan saya. Dan benar, mereka meniru saya. Alhamdulillah.

Yang mengejutkan terjadi perubahan dan kenaikan income yang luar biasa pada mitra-mitra saya, masya Allah. Fadilah dari fokus. Dan itu dimulai dari founder-nya, saya.

Sekiranya teman-teman punya pemahaman berbeda dengan saya, yah nggak apa-apa. Silakan. Saya hanya bercermin dari pengalaman saya berbisnis selama belasan tahun dan itulah yang saya sampaikan di sini.

Semoga bermanfaat.

Pertimbangan Memilih Jurusan IPA atau IPS di SMA

Memilih jurusan IPA atau IPS di SMA adalah masalah yang saat ini sedang melanda para siswa yang akan masuk SMA. Bagi mereka dihadapkan antara kedua pilihan ini merupakan satu hal yang berat. Memang kelihatannya sih hal sepele. Tapi jika salah pilih harus siap menerima segala konsekuensi yang akan didapatkan.

Tidak sedikit siswa yang salah memilih jurusan. Hingga muncul dampak buruk bagi mereka. Akibatnya timbul beberapa masalah yang datang. Diantaranya mulai dari tidak mampu mengikuti materinya, niat untuk sekolah mengendor. Bahkan tidak bisa memilih prodi di universitas yang diminati. Hal ini karena jurusan yang diambil tidak liniear.

Berikut adalah hal-hal yang harus Kamu pertimbangkan sebelum memilih jurusan. Jangan sampai salah pilih ya!


Bakat Dan Kemampuan

Kenalilah apa kemampuan dan bakat yang ada pada dirimu. Hal ini penting dilakukan sebelum memilih jurusan. Kamu bisa membuka kembali nilai-nilai mulai dari SD hingga kelas X SMA. Lakukanlah analisis antara nilai IPA dengan nilai IPS. Dari hasil analisis tersebut akan membantu Kamu dalam memilih jurusan. Sekiranya jurusan apa yang cocok dengan kemampuan Kamu.


Cita-Cita

Cita-cita merupakan suatu impian yang hendak diwujudkan. Adanya cita-cita akan memunculkan harapan. Dengan seperti ini Kamu akan tahu ke mana harus melangkah. Jika Kamu memimpikan untuk menjadi pengacara konsekuensinya Kamu harus memilih jurusan IPS.


Pengambilan Jurusan Saat Kuliah

Perlu ditekankan lagi bahwa pengambilan jurusan ketika di universitas lebih spesifik. Jadi akan menjadi bumerang bagi Kamu apabila mengambil jurusan yang tidak liniear dengan jurusan yang di SMA.


Pekerjaan Setelah Menempuh Study

Sesuaikan dengan pekerjaan yang Kamu impikan. Kemungkinan diterima kerja tinggi apabila antara jurusan dengan pekerjaan sepadan. Karena telah memiliki kemampuan dan skill yang sesuai.


Kenali Profil Masing-Masing Jurusan

Apabila Kamu mengambil jurusan IPA maka akan mempelajari gejala-gejala alam. Mata pelajaran yang dipelajari seperti Biologi, Fisika, Kimia, Matematika. Berbeda dengan jurusan IPS yang dipelajari tingkh laku manusia, arkeologi, geografi, sejarah, akuntansi, dan ekonomi.


Menyesuaikan Dengan Passion Kamu Jika Benar-Benar Tidak Tahu Bakatnya Dimana

Jika Kamu masih abu-abu saat memilih jurusan sebaiknya memilih IPA saja. Tipe seperti ini biasanya mudah beradaptasi. Jurusan IPA SNMPTN-nya bisa ke universitas maupun institut. Sedangkan jurusan IPS hanya bisa universitas saja.


Sumber :
https://www.renesia.com/10-pertimbangan-memilih-jurusan-ipa-atau-ips-di-sma/

Tuesday, October 1, 2019

Memonopoli Harta

Memonopoli dan mengakumulasi harta adalah fenomena yang sering terjadi, dengan sadar juga tanpa sadar.

Dalam arti, bisa jadi si pelaku dalam kehidupan sehari-hari tidak suka alias kritis terhadap kapitalis-kapitalis negatif dari Barat yang menumpuk harta. Tapi di waktu yang sama, saat ia punya kesempatan, ia pun melakukan hal yang sama.

Memonopoli harta.

Sering saya sampaikan di mana-mana, "Kekayaanmu mungkin membuat orang lain terkesan. Akan tetapi, hanya manfaatmu, amalmu, dan akhlakmu yang membuat orang lain turut mendoakan-mu."

Niatan untuk memonopoli harta ini bisa terlihat saat orang mulai bagi-bagi profit dalam sebuah bisnis. Di antara mitra. Hendaknya profit dibagi sesuai jerih-payah alias kontribusi masing-masing. Lumrahnya begitu.

Nah, dari pembagian ini, sedikit-banyak kita bisa menilai karakter dan kecenderungan masing-masing. Siapa yang mendominasi dan memonopoli. Siapa yang menerima apa adanya. Siapa yang nggak paham sama sekali.

Saat ini, dunia sudah sesak dengan kapitalis-kapitalis negatif yang orientasinya menumpuk harta. Sebagian kita, sadar atau tanpa sadar, meniru mereka. Saran saya, ini jangan ditiru. Kalaupun ada hasrat untuk itu, yah dikikis.

Gimana caranya?

Pertama, etis dan proporsional dalam mengambil profit. Kedua, gemar berbagi entah itu sifatnya internal (tim) maupun eksternal (sesama). Ketiga, tidak latah dalam membuka bisnis baru.

Belasan tahun saya berbisnis dan berinteraksi dengan pengusaha-pengusaha, jarang sekali saya melihat pengusaha yang memenuhi tiga ketentuan itu. Paling banter yah gemar berbagi doang. Tapi sangat berlebihan untuk urusan profit dan ekspansi bisnis baru.

Jujur saja, dulu pun saya pernah keliru dalam ekspansi bisnis baru. Kemudian ini saya perbaiki.

Di satu sisi, Islam memberi kelonggaran pada kita untuk urusan profit. Namun di sini lain, Islam juga mengingatkan kita soal adab (etis) dan keadilan (proporsional). Berimbang. Semoga pemaparan sederhana ini menjadi bahan renungan buat kita semua, terutama buat saya.

Related Posts