Golden Dome: Sistem Pertahanan Rudal Masa Depan Amerika Serikat
Pada 20 Mei 2025, Presiden Donald Trump mengumumkan rencana ambisius untuk mengembangkan sistem pertahanan rudal baru yang dijuluki “Golden Dome” atau Golden Dome for America.
Tujuannya: menciptakan pertahanan lapis-lapis yang mampu mendeteksi dan menangkis berbagai ancaman rudal—mulai dari balistik, hipersonik, hingga serangan drone massal—baik dari luar angkasa maupun daratan Amerika Serikat, Alaska, dan Hawaii.
Presentasi berlabel “Go Fast, Think Big!” itu dipaparkan kepada 3.000 kontraktor pertahanan di Huntsville, Alabama, mengungkap kompleksitas sistem yang belum pernah ada sebelumnya.
Arsitektur dan Lapisan Pertahanan yang dibuat dengan memiliki struktur sistem Golden Dome dirancang dalam empat lapis utama, yaitu
Pertama, lapisan luar (Space Layer): Menggunakan satelit untuk deteksi lanjutan dan kemungkinan intersepsi rudal di fase awal peluncuran.
Kedua, lapisan atas (Upper Layer): Menggabungkan teknologi seperti Next Generation Interceptors (NGI), sistem THAAD, dan Aegis, untuk menembak jatuh rudal sebelum mencapai hampir ke target — termasuk potensi lokasi baru di Midwest Amerika Serikat.
Ketiga, lapisan bawah (Under Layer): Termasuk radar dan peluncur Patriot—melengkapi sistem pertahanan darat.
Keempat, lapisan permukaan multi-domain (“Limited Area Defense Domain”): Integrasi menyeluruh dengan sistem keamanan ruang, laut, darat, udara, dan siber.
Pendanaan dan Proyeksi Waktu dari proyek ini mempunyai estimasi awal biaya Golden Dome mencapai sekitar 175 miliar dollar Amerika. Ada juga laporan yang menaikkan estimasi hingga lebih dari 700 hingga 830 miliar dollar Amerika jika mencakup pengembangan, penyebaran, pemeliharaan jangka panjang, dan jumlah satelit yang dibutuhan.
Pada tahun anggaran 2026, Kongres menyetujui pendanaan awal sebesar 25 miliar dollar Amerika.
Presiden Trump menargetkan sistem ini sudah siap diuji sebelum akhir masa jabatannya pada 2029, namun rencana Pentagon menyebut bahwa hanya demontrasi kondisi ideal yang mungkin tercapai pada tahun 2028.
Hasil uji coba satelit interceptor pertama disebut direncanakan pada kuartal keempat 2028, dengan nama kode FTI-X (Flight Test Integrated), memeriksa integrasi sistem sensor dan persenjataan.
Poin paling revolusioner Golden Dome adalah teknologi intersepsi dari luar angkasa—yang memungkinkan Amerika Serikat menangkis rudal saat masih dalam tahap peluncuran (boost-phase). Lockheed Martin dan perusahaan pertahanan lainnya tengah mengembangkan satelit interceptor untuk tujuan ini, dengan target uji coba orbital sebelum 2028.
Namun, ada banyak tantangan dan skeptisisme, yaitu diantaranya adalah:
Pertama, diperlukan ribuan satelit interceptor untuk jangkauan efektif terhadap ancaman global.
Kedua, butuh kemajuan signifikan dalam sensor, komando-kontrol-tembak (kill chain), komputasi AI, dan laser berenergi tinggi.
Ketiga, potensi pelanggaran perjanjian internasional tentang penggunaan ruang angkasa, serta tekanan dari negara lain seperti Rusia dan Tiongkok yang menganggap Golden Dome mengganggu stabilitas strategis global.
Dan keempat, sejumlah teknologi inti masih belum teruji di skala besar atau praktis.
Rencana Golden Dome juga menuai kritik internasional. China dan Rusia menyebut sistem ini merusak stabilitas strategis, dan mungkin memicu perlombaan senjata luar angkasa. Sementara itu, Jepang dan New Zealand menyatakan dukungan atas inisiatif pertahanan asalkan tidak bersifat ofensif.
Politik dalam negeri Amerika Serikat juga berperan: target uji coba 2028 tampak memiliki nilai politis tinggi mengingat bertepatan dengan Pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2028. Uji coba tahun 2028 mungkin baru tahap pertama.
Golden Dome milik Amerika Serikat ini mirip dengan Iron Dome milik Israel. Sistem bernama asli Kippat Barzel dalam bahasa Ibrani ini dianggap sebagai salah satu senjata pertahanan paling vital yang dimiliki Israel.
Iron Dome adalah sistem pertahanan udara mobile segala cuaca yang mulai dioperasikan penuh sejak Maret 2011. Fungsinya utama adalah melindungi warga Israel dari serangan udara jarak pendek, seperti roket atau mortir, dengan cara meluncurkan misil pencegat yang dikendalikan secara presisi.
Menurut Kementerian Pertahanan Israel, sistem ini telah beberapa kali ditingkatkan kemampuannya dan berhasil menggagalkan ribuan serangan roket ke wilayah permukiman.
Sistem 'kubah besi' ini dikembangkan oleh perusahaan pertahanan milik negara Israel, Rafael Advanced Defense Systems, dengan dukungan pendanaan besar dari Amerika Serikat. Hingga kini, Washington masih terus menyuntik dana untuk pengembangan dan operasional sistem ini.
Iron Dome bekerja dengan mengandalkan radar untuk mendeteksi roket yang masuk dan menghitung apakah lintasan roket tersebut mengarah ke wilayah yang dianggap penting, baik itu area strategis atau pusat permukiman. Jika roket dinilai mengancam, pusat komando akan segera mengirimkan misil Tamir untuk mencegatnya di udara.
Namun, sistem ini tidak akan menembakkan misil jika ancaman dinilai tak berbahaya, seperti roket yang akan jatuh di area terbuka atau tidak berpenghuni.
Menurut laporan Congressional Research Service tahun 2023, Iron Dome dikategorikan sebagai sistem pertahanan anti-roket, anti-mortir, dan anti-artileri jarak pendek, dengan jangkauan pencegatan antara 4 hingga 70 kilometer.
Israel diperkirakan memiliki setidaknya 10 baterai Iron Dome yang tersebar di berbagai wilayah. Satu baterai mampu melindungi area seluas 155 kilometer persegi dan biasanya terdiri dari 3 hingga 4 peluncur. Masing-masing peluncur dapat membawa hingga 20 misil Tamir.
Lembaga pemikir Center for Strategic International Studies memperkirakan, satu baterai Iron Dome memerlukan biaya produksi lebih dari 100 juta dollar Amerika atau sekitar Rp1,6 triliun.
Sejak beroperasi pada 2011, pemerintah Amerika Serikat telah menggelontorkan miliaran dolar untuk pengadaan, pemeliharaan, dan produksi bersama Iron Dome. Dukungan itu mendapat persetujuan luas di Kongres AS, baik dari Partai Demokrat maupun Republik.
Meski dianggap canggih dan efektif, Iron Dome bukannya tanpa kelemahan. Para analis memperingatkan bahwa sistem ini bisa kewalahan jika dihadapkan pada serangan roket besar-besaran secara simultan atau yang dikenal sebagai "saturation attack". Serangan jenis ini bertujuan membanjiri sistem pertahanan dengan jumlah roket yang sangat banyak dari berbagai arah sekaligus.
Pusat Studi Kebijakan Eropa (CEPA), lembaga think tank asal AS, menyebut pada 2021 bahwa Iron Dome dapat menjadi rentan dalam menghadapi skenario serangan semacam itu.
Golden Dome adalah salah satu proyek pertahanan paling ambisius dalam sejarah modern—menggabungkan senjata luar angkasa, sistem radar canggih, dan pertahanan berlapis untuk menciptakan "perisai emas" bagi Amerika Serikat. Jika berhasil, ia menjanjikan revolusi dalam keamanan nasional. Namun, di sisi lain, risiko teknis, biaya, implikasi geopolitik, dan pelanggaran prinsip ruang angkasa menjadi tantangan berat dalam mewujudkannya.
Sumber :
https://global.kontan.co.id/news/golden-dome-as-akan-miliki-sistem-pertahanan-4-lapisan-target-operasi-2028
https://international.sindonews.com/read/1602337/42/trump-akan-tes-sistem-rudal-golden-dome-jelang-pilpres-as-2028-1754363302?showpage=all
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20250617110315-37-641594/apa-itu-iron-dome-senjata-andalan-israel-yang-dilumpuhkan-iran
No comments:
Post a Comment