Thursday, July 26, 2018

Punya Bisnis?

Punya bisnis?

Saran saya, "Belajarlah memulai bisnis dan MENGELOLA bisnis."

Dengan belajar, dengan ilmu, risiko-risiko bisnis dapat ditekan. Aktivitas-aktivitas bisnis pun menjadi lebih efisien dan lebih efektif. Apalagi kita tahu, saat ini inovasi perlu dirancang dengan cermat, nggak bisa lagi dadakan atau karbitan.

Memang, action itu teramat perlu. Mutlak. Tapi nggak cukup. Perlu ilmu. Perlu perencanaan. Perlu analisa. Terutama untuk ekspansi bisnis atau membesarkan bisnis. Kalau coba-coba sekenanya, malah lebih menguras waktu dan biaya. Itulah yang dulu saya alami.

Dalam menjalankan bisnis pada tahun kedua dan tahun-tahun berikutnya, saya menyukai sesuatu yang terukur. Karena, hanya sesuatu yang terukur yang bisa ditingkatkan. Kalau tidak terukur, apa yang mau ditingkatkan?

Omset, diukur.
Profit, diukur.
Zakat, diukur.
Jumlah karyawan, diukur.
Kinerja karyawan, diukur.

Kemudian, dievaluasi untuk ditingkatkan.

Sekali lagi, action itu perlu. Berani itu perlu. Terutama untuk memulai. Tapi, untuk membesarkan, kita perlu ilmu. Perlu perencanaan. Perlu analisa. Nggak bisa asal action.

Soal membesarkan bisnis, teman-teman bisa belajar dari Mr Joss, Dedy Duit, dan Wendi Abdillah. Boleh juga jadi mitra mereka. Setahu saya, mereka senang sekali berbagi ilmu untuk entrepreneur dan calon entrepreneur.

Mudah-mudahan dengan belajar dan tahu hal-hal teknis, bukan sekedar motivasi, bisnis kita bisa membesar dan menaungi banyak orang. Berkah berlimpah. Aamiin. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Friday, July 20, 2018

Profesional atau entrepreneur?

Apa profesi Anda? Profesional atau entrepreneur?

Di antara kita, sebagian memilih jadi profesional, sebagian lagi memilih jadi entrepreneur. Yah silakan saja. Choice. Masing-masing ada konsekuensi.

Kakek saya, ayah saya, ibu saya, dan kakak saya, mereka semua memilih jadi profesional, sepanjang hidup mereka. Dan mereka-lah yang menafkahi saya sebelum saya mencari nafkah sendiri. Tanpa mereka, saya nggak akan jadi apa-apa.

Gimana dengan entrepreneurship?

Inilah saran saya kepada entrepreneur. Mulailah berbisnis semuda mungkin. Mumpung lagi semangat-semangatnya. Mumpung lagi berani-beraninya. Mumpung ada banyak waktu. Mumpung masih sedikit tanggungan.

Yang saya lihat, tingkat semangat dan tingkat keberanian si muda, memang rada beda dengan senior-seniornya. Beneran, beda! Belum lagi, ketika muda, Anda punya banyak waktu untuk menghabiskan 'jatah gagal'. Ini sepertinya sepele atau lelucon, padahal nggak.

Dan jangan salah. Di Era Digital seperti sekarang ini, berbagai kemudahan ada di ujung jari kita. Boleh dibilang, jempol adalah aset yang teramat besar pun bisa menghasilkan uang, TANPA HARUS keringatan, TANPA HARUS macet-macetan, TANPA HARUS punya ruko dan kios.

Jempol + Internet = Duit

Bijaklah. Ketika orang lain menghabiskan waktu bersama gadget dan komputernya, Anda malah menghasilkan uang melalui gadget dan komputer Anda. Keren nggak tuh? Yah keren banget!

Saya, Ippho Santosa, turut mendoakan. Semoga hidup Anda semakin berkah dan semakin berlimpah dengan menjadi entrepreneur, dengan memanfaatkan masa muda, dengan memanfaatkan internet, socmed, dan gadget. Aamiin.

Thursday, July 19, 2018

Belanja Online

Indonesia, dari segi waktu penggunaan internet, menempati peringkat keempat dunia, dengan durasi rata-rata menggunakan internet hampir 9 jam setiap harinya. Bayangkan, hampir 9 jam setiap harinya! Yang saya kuatirkan, itu cuma untuk shopping dan senang-senang saja, bukan untuk tujuan produktif.

Ternyata ada peringatan bahaya lain untuk kita semua. Apa itu? Kertegantungan belanja online mulai marak dan merebak di masyarakat Indonesia.

Ada tiga cirinya.

Pertama, memiliki lebih dari 3 kartu kredit yang aktif untuk belanja. Sebaiknya berhati-hati jika kita sudah menggunakan lebih dari 3 kartu kredit untuk belanja online, bahkan tanpa sadar telah berbelanja melebihi income bulanan.

Kedua, menghabiskan lebih dari 3 jam sehari untuk melihat-lihat fitur belanja online. Ketagihan belanja online dimulai dari kebiasaan sehari-hari. Perhatikan baik-baik, kebiasaan ini bisa mengganggu pekerjaan utama kita karena dilakukan berlebihan. 

Ketiga, setiap minggu pasti ada beberapa kiriman paket belanja online. Apalagi kita mulai membayarnya dengan mencicil. Atau terpaksa mengorbankan pos-pos keuangan yang lain. Ini benar-benar bahaya.

Mari kita lihat dalam perspektif yang lebih luas.

Populasi penduduk Indonesia saat ini mencapai 262 juta orang. Lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet sepanjang 2017. Angka ini tidak terlalu jelek sebagai negara berkembang.

Dengan kata lain, ini sebenarnya potensi bisnis yang menggiurkan. Pertanyaan selanjutnya, sudahkah kita memanfaatkan perkembangan internet di Indonesia ini sebagai pelaku bisnis? Atau hanya sebagai konsumen produk?

Bijaklah. Sudah saatnya kita jadi pelaku. Jadi pemain. Jadi penjual. Jadi produsen. Besar harapan saya, semoga ke depan lebih banyak lagi orang Indonesia yang memanfaatkan internet untuk tujuan bisnis. Aamiin.

Mudah-mudahan berkah berlimpah.

Wednesday, July 18, 2018

Happy Learning

Anda pernah ikut seminar? Berapa kali?

Suatu hari saya merenung, berapa biaya yang telah saya keluarkan untuk berguru alias belajar selama 5 tahun terakhir. Hitung-hitung, ternyata sudah ratusan juta rupiah (Sebenarnya, wajar-wajar saja. Untuk kuliah saja, kita menghabiskan biaya hingga puluhan juta rupiah).

Karena itulah, saya salut sama teman-teman yang ikut seminar saya. Biasanya, sepertiga dari mereka berasal dari luar kota. Sengaja datang jauh-jauh hanya untuk mencari ilmu. Ya, mencari ilmu. Sebenarnya, nggak bakal rugi. Kalau sedekah saja berbalas, menuntut ilmu akan lebih berbalas. Soalnya memang wajib.

Dua orang alumni saya, Mas Basori dan Kak Diaz, terkenal gandrung sama seminar-seminar saya. Mereka sungguh-sungguh terhadap ilmu bisnis dan ilmu lainnya. Masing-masing mereka telah mengikuti seminar saya sampai puluhan kali. Mereka pun bela-belain kuliah S2 demi mencari ilmu.

Namanya ilmu, guru, dan buku harus diburu, jangan ditunggu. Ketika dulu kuliah, saya sering nggak makan karena terbatasnya uang. Tapi yang namanya buku, saya selalu beli. Nggak pernah terlewat. Sewaktu tamat kuliah, di antara teman-teman, sayalah yang paling lengkap bukunya.

Apa yang saya pahami kemudian, mereka yang sungguh-sungguh dengan ilmu, dijamin tidak fakir. Ilmu itu cahaya. Fakir itu gelap. Mana mungkin bertemu kedua-duanya? Agama pun memuliakan mereka yang terlibat dengan ilmu.

Ya, sesiapa yang terlibat dengan ilmu, semua dimuliakan. Misalnya orang yang belajar, orang yang mengajar, orang yang meneliti, orang yang membiayai kegiatan keilmuan, orang yang menyiapkan majelis ilmu, dan lain-lain.

Kembali ke dua orang alumni saya, Mas Basori dan Kak Diaz. Mereka bukan saja mempelajari dan mendalami ilmu bisnis, tapi juga menerapkannya. Lebih dari itu, mereka juga membimbing ratusan orang sehingga berhasil menjadi pebisnis dengan omzet puluhan sampai ratusan juta rupiah. Sukses dan menyukseskan, istilah saya.

Pesan saya, sungguh-sungguhlah terhadap ilmu. Agar berubah nasibmu dan membaik rezekimu. Belum lagi dari segi keberkahan yang akan menyertai selalu. Pada akhirnya, "Happy learning! Happy earning!"

Tuesday, July 17, 2018

Ilmu, Iman, Amal

Dalam keluarga, nafkah itu perlu. Tapi bukan penentu.

Menyoal penghasilan, Robert Waldinger dalam riset 75 tahun pernah mengungkap bahwa uang bukanlah hal yang membuat orang paling bahagia.

Hubungan penuh cinta yang sehatlah yang membuat orang merasa paling bahagia. Waldinger menceritakan hasil risetnya dalam sesi TED talk.

Hidup memang butuh uang. Ini mutlak. Namun saat Anda berada pada titik nyaman, korelasi antara uang dan kebahagiaan menjadi kabur. Blur.

Karena itu, baiknya pasangan yang kuat dimaknai bukan dari materi. Melainkan dari sosok yang membuat pasangannya menjadi lebih bahagia dan lebih baik (ilmu, iman, amal).

Saya harap Anda setuju dengan saya. Semoga berkah berlimpah.

Monday, July 16, 2018

Anak Rantau

Pernah merantau?

Ternyata banyak manfaatnya. Apa saja? Anda akan menjadi seseorang yang berani mengambil risiko dan tantangan, sekaligus menjadi seseorang yang mandiri dan bertanggungjawab. Selain itu, menjadi seseorang yang mudah beradaptasi dan lebih toleran. Tambahan lagi, semakin mencintai daerah asal sembari menghargai adat dan kebiasaan dari daerah-daerah lain.

Biasanya begitu.

Di seminar kemarin di Korea, saya juga mengupas soal merantau. Jauh-jauh hari Imam Syafii telah menyerukan itu, “Pergilah dari rumahmu demi lima faedah, yaitu menghilangkan kejenuhan, mencari bekal hidup, mencari ilmu, mencari teman, dan belajar tatakrama.”

Bukan sekedar menganjurkan, Imam Syafii juga melakukan. Terlahir di Palestina, kemudian ia hijrah ke Madinah, Irak, dan Mesir.” Alhamdulillah, saya dan keluarga pernah menziarahi makamnya dua kali di Mesir.

Menyikapi merantau, Imam Syafii pernah menuliskan seuntai perumpamaan yang indah, “Air akan bening dan layak minum, jika ia mengalir. Singa akan beroleh mangsa, jika ia meninggalkan sarangnya. Anak panah akan beroleh sasaran, jika ia meninggalkan busurnya. Nah, manusia akan beroleh derajat mulia, jika ia meninggalkan tempat aslinya dan mendapatkan tempat barunya. Bagaikan emas yang terangkat dari tempat asalnya.”

Ingatlah, rezeki itu perlu dijemput. 
- Kadang rezeki orang di negeri kita. 
- Kadang rezeki kita di negeri orang.

Saya pribadi, terlahir di Pekanbaru, kemudian merantau ke Malaysia, lalu balik ke Batam, dan sekarang menetap di BSD, dekat Jakarta. Ibu saya, Sumatera. Ayah saya, Jawa. Istri saya, Kalimantan. Jadi, anak saya disebut orang mana? Yang jelas, orang baik-baik, hehehe.

Pesan dari Sang Pencipta, manusia diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar saling mengenal. Pesan kebaikan ini teramat sulit untuk dilaksanakan sekiranya tidak ada yang merantau. Tulisan ini boleh di-share.

Gimana dengan rezeki? Insya Allah akan lebih baik. Sesiapa yang berhijrah dan niatnya lurus, maka ia akan dianugerahi rezeki yang luas, bahkan bisa memiliki properti. Soal ini, ada dalilnya. Sekian dari saya, Ippho Santosa.

Friday, July 13, 2018

Tumbuh Bersama, Maju Bersama, Sukses Bersama

Punya mobil? Punya rumah?

Menurut Gaikindo, rasio jumlah kendaraan terhadap penduduk Indonesia adalah 1 mobil banding 70 penduduk. Artinya, satu mobil untuk 70 orang.

Data BPS menunjukkan bahwa sekitar 82 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki rumah sendiri, sementara sisanya sekitar 17 persen belum memiliki rumah sendiri.

Anda termasuk yang mana?

Kalau sekarang Anda sudah punya ini dan itu, bukan berarti Anda telah sukses. Belum tentu. Yang benar, orangtua dan guru Anda-lah yang telah sukses. Kok gitu? Yah begitu. Bukankah mereka yang telah mengantarkan Anda meraih ini dan itu?

Tak sedikit pemimpin (leader) yang malas-malasan saat sudah berhasil mempunyai mobil, punya rumah, dan berumrah. Mereka nggak mikir, apakah tim dan tangan kanan-nya sudah berhasil mencapai hal serupa, apa belum.

Sekiranya kita ingin disebut sukses, hendaknya ini kita buktikan dengan mengantarkan orang lain meraih ini dan itu. Dengan kata lain, bukan sekedar kita yang mencapai impian. Melainkan juga mengantarkan orang lain mencapai impian. Itu baru layak disebut sukses!

Kalau sekedar meraih impian, itu adalah pemikiran yang egois. Mengantarkan orang lain meraih impiannya, nah itu baru pemikiran yang humanis. Insya Allah akan berbuah manis. Saya, Ippho Santosa, turut mendoakan Anda beserta tim Anda bisa tumbuh bersama, maju bersama, sukses bersama, di tengah persaingan yang begitu dinamis.

Semoga berkah berlimpah!

Wednesday, July 11, 2018

Jujur Mujur

Dr David Hugh Jones dan tim peneliti dari University of East Anglia (UEA) menemukan bahwa tingkat kejujuran seseorang berbeda di setiap negara. Menurutnya, warga Inggris dan warga Jepang mencatatkan poin tertinggi dalam hal kejujuran.

Beberapa waktu ke depan, saya diminta memberikan training selama dua hari untuk sebuah lembaga negara yang amat disegani. Salah satu materi yang mereka request adalah soal kejujuran.

Kejujuran, ini adalah barang langka. Ya, orang #jujur memang langka. Tapi kalau kita berusaha untuk jujur, maka kita akan menjadi orang yang dicari-cari dan dinanti-nanti. Betul apa betul?

Lihatlah kerugian karena kasus kondensat yang mencapai Rp 35 triliun, dengan tersangka Honggo Wendratmo alias Hong Go Wie. Betapa besar mudharat yang dirasakan oleh orang banyak akibat dari ketidakjujuran.

Rezeki atau nafkah kalau diperoleh dengan jujur, niscaya akan membawa ketenangan. Ingat, ketenangan jauh lebih berharga daripada kekayaan. Apalah artinya harta berlimpah kalau hati selalu gundah?

"Jujur, mujur. Nggak jujur? Bakal tersungkur," itu nasihat guru saya.

Sambung beliau, "Nggak jujur? Resah. Gelisah. Jauh dari berkah."

Menjadi jujur dan selalu jujur memang tidak mudah. Ada saja tantangannya. Tapi bisa, insya Allah. Perubahan besar baiknya dimulai dari perubahan kecil, yaitu diri kita dan keluarga kita. Hei, apa salahnya kalau kita mulai dari sana? Jadilah contoh. Jadilah inspirasi.

Mudah-mudahan nanti banyak yang mengikuti. Sekian dari saya, Ippho Santosa. Semoga berkah berlimpah!

Tuesday, July 10, 2018

Rejeki itu Tanpa Batas


Punya produk yang sejenis dengan teman? Sebut saja, bersaing satu sama lain. Sebenarnya nggak masalah. Kalau perlu, bantu teman kita untuk jualan.

Sekiranya ada potential customer, jangan malah rebutan. Cobalah mengalah. Insya Allah ini bagian dari sedekah. Ya, bagian dari mental kaya.

Saat kita rebutan prospect, berarti kita berpikir secara sadar atau tidak sadar bahwa REZEKI ITU TERBATAS. Sampai diperebutkan segala.

Padahal, rezeki itu tanpa batas. Adalah benar rezeki harus diikhtiarkan namun tak perlu sampai rebut-rebutan apalagi ribut-ribut. Betul apa betul?

Lapang hati diterapkan bukan saat berdoa dan berzikir saja. Tapi hendaknya juga diterapkan dalam keseharian, kerja dan bisnis. Praktek deh. Semoga berkah berlimpah.

Monday, July 9, 2018

Perbedaan Human Resources dan Human Capital


Terdapat sebuah evolusi dari peran dan fungsi HR ke HC.

HR = Hire to Retire, sedangkan
HC = Hire to be competitive, to be competent, to be contributive Teamwork.

HC memandang karyawan bukan sebagai sumber daya belaka tetapi asset yg melainkan berguna bagi institusi atau organisasi. Karena itu kemudian muncullah istilah baru di luar H.R. (Human Resources), yaitu H.C. atau Human Capital.

Di sini SDM dilihat bukan sekadar sebagai aset utama, tetapi aset yang bernilai dan dapat dilipatgandakan, dikembangkan (bandingkan dengan portfolio investasi) dan juga bukan sebaliknya sebagai liability (beban,cost)

HR (Human Resource) memberikan pemahaman bahwa manusia (people) sebagai makhluk sosial yang dapat beradaptasi dan bertransformasi dalam mengelola diri sendiri dan lingkungannya. Human Resource merujuk pada pemahaman manusia merupakan bagian dari organisasi.

Sedangkan Human Capital memberikan pemahaman bahwa manusia (people) sebagai aset organisasi yang dapat dikembangkan sebagai portofolio organisasi.

Human Capital didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, keahlian, dan kapabilitas yang dimiliki pegawai untuk memberikan solusi (the knowledge, skill and capability of individual employees to provide solutions) (lihat Cascio dalam Anderson et al., 2005, Handbook of Industrial, Work and Organizational Psychology)

Sumber :
https://id.linkedin.com/pulse/apakah-perbedaan-antara-human-resources-dan-capital-serta-zebua

Related Posts