Monday, February 24, 2020
Irwan Hidayat: Harus hebat di negeri sendiri, baru bisa ekspor
Salah satu saksi hidup perjalanan Tolak Angin dan Sido Muncul adalah Irwan Hidayat. Pria kelahiran Yogyakarta, 1947 silam, mewarisi bakat sang nenek Rakhmat Sulistio dalam meracik dan memasarkan jamu.
Jangan anggap remeh pabrik jamu. Lihat saja Sido Muncul. Dalam laporan keuangan yang baru saja dirilis, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk., berhasil mencetak laba bersih Rp808 miliar, naik 22 persen dari keuntungan 2018 yang mencapai Rp664 miliar.
Bandingkan misalnya dengan kinerja produsen obat seperti PT Indofarma atau PT Kimia Farma. Sampai September 2019 (kedua BUMN ini belum menyampaikan laporan keuangan 2019), Kimia Farma hanya mencatat laba Rp61 miliar, sedangkan Indofarma malah rugi Rp35 miliar.
Kinerja Sido Muncul tak lepas dari fokus bisnisnya yakni jamu herbal dan suplemen. Sepanjang 2019, hanya dari jamu herbal dan suplemen ini, Sido Muncul mencatat penjualan Rp2,06 triliun, sekitar 67 persen dari total penjualan yang mencapai Rp3,07 triliun.
Salah satu andalan Sido Muncul adalah Tolak Angin, jamu herbal yang resepnya pertama kali diramu pada 1930. Tak hanya menjangkau pasar dalam negeri, tulang punggung Sido Muncul ini sudah go international.
Irwan Hidayat merupakan salah satu saksi hidup perjalanan Tolak Angin dan Sido Muncul. Pria kelahiran Yogyakarta tahun 1947 ini mewarisi bakat sang nenek, Nyonya Rakhmat Sulistio dalam meracik dan memasarkan jamu. “Saya memang sudah digariskan tidak sekolah dan jadi pengusaha jamu, karena gak punya pilihan. Jadi kerjanya di jamu, ini masuk tahun ke 50,” kata Irwan saat ditemui tim Lokadata.id, Rabu (16/2/2020).
Berbekal pengalamannya yang panjang, Irwan mengambil sejumlah keputusan bisnis dengan indikator yang sederhana. Untuk pengembangan pasar, misalnya, Irwan hanya memilih wilayah yang penduduknya padat (berarti ada perputaran uang) dan menembus pasar ekspor hanya dari regulasi negara yang bersangkutan.
Khusus untuk ekspor, Irwan memberi catatan. “Mesti hebat dulu di negeri sendiri, baru bisa ekspor,” katanya.
Berikut petikan wawancara yang dilakukan tim Lokadata.id dengan Direktur Sido Muncul Irwan Hidayat, di kantornya, kawasan Cipete Raya, Jakarta Selatan.
Apa strategi Sido Muncul memenangkan pasar?
Nanti kompetitor saya tahu semua. Saya kan bukan CEO. Ditanya begini saya bingung.
Lalu, bagaimana Sido Muncul bisa menjadi top of mind hingga saat ini?
Kalau saya, bagaimana ya? Saya bisa sukses kan baru-baru ini saja.
Kan sudah lama, sejak 1970an?
Saya kerja sejak 1969. Jadi waktu itu, memang dari gak ngerti apa-apa. Lalu, selama 25 tahun nggak ada kemajuan, biasa-biasa saja. Baru belakangan ini bisa mulai kaya.
Punya gambaran, 20-30 tahun lagi Sido Muncul akan seperti apa?
Nggak, saya nggak tahu akan seperti apa. Yang pasti, sampai hari ini kami melakukan bisnis kami dengan jujur, dengan niat baik.
Yang paling penting, bagaimana Sido Muncul ini tetap bermanfaat sampai kapan pun. Mau jadi apa, saya nggak tahu. Nggak kebayang. Tapi kami pikirkan produk-produk masa depan.
Intinya, tetap fokus di produk jamu?
Oh iya. Saya menyadari bahwa sebenarnya saya ditakdirkan untuk berbisnis jamu ini. Ini sudah jalan hidup. Oleh karena itu, saya tekuni. Jadi spesialis. Jadi super spesialis.
Soal pengembangan bisnis Sido Muncul bagaimana?
Kalau soal Sido Muncul, core business kami obat herbal. Jadi kami, konsentrasinya di situ. Saya sendiri juga. Di perusahaan ini, saya jadi direktur marketing selama 50 tahun, tidak pernah jadi direktur lainnya. Saya pokoknya, spesialis saya jamu dan marketing.
(Saat ini, Sido Muncul memiliki empat anak perusahaan. Muncul Mekar, sebagai perusahaan distribusi dan perdagangan. Semarang Herbal Indo Plant untuk ekstraksi herbal. Berlico Mulia Farma bergerak di bidang farmasi dan Muncul Nigeria Ltd bergerak di bidang distribusi dan perdagangan. Adapun tiga segmen bisnis utama Sido Muncul antara lain herbal dan suplemen, makanan dan minuman, serta farmasi.)
Berbicara mengenai pemasaran, apa yang jadi pertimbangan Sido Muncul memilih target ekspor?
Pertama, cari yang regulasinya ada. Tapi, saya berusaha masuk ke negeri yang maju. Saya percaya, kalau memilih yang paling buruk bisa masuk, yang di bawah negeri maju lebih gampang.
Misalnya apa?
Kami coba masuk ke Singapura, Australia, Amerika. Tahun lalu, kami mulai masuk ke Filipina. Tahun ini mudah-mudahan bisa ke Thailand hingga Kamboja.
Cerita Sido Muncul masuk ke Filipina?
Malaysia sudah ada. Kemudian Singapura ada. Di Filipina juga ada istilah masuk angin, Filipina itu penduduknya sekitar 140 juta, Malaysia itu sekitar 17 juta jiwa. Kami sudah lama di Malaysia.
(Pada 2018, Sido Muncul melakukan ekspansi untuk memperluas pasar ekspor ke Filipina dan Nigeria. Filipina, menurut Sido Muncul, merupakan pasar potensial dengan populasi lebih dari 105 juta penduduk. Sebelumnya, Perseroan telah melakukan riset pemasaran untuk memastikan bahwa produk unggulan Tolak Angin dapat diterima dan disukai masyarakat Filipina. Sido Muncul juga telah mendaftarkan produk tersebut ke Food and Drug Adiministration Philippines dan telah mendapatkan izin edar untuk produk Tolak Angin pada 16 November 2017.
Di akhir 2018, Sido Muncul melakukan ekspor perdana ke Filipina. Produk Tolak Angin telah tersedia di apotek, farmasi atau ritel modern Filipina. Selain itu, untuk mengembangkan potensi pasar di Afrika, di awal 2018 Sido Muncul mendirikan perusahaan Muncul Nigeria Limited yang fokus pada pengembangan pasar Nigeria dan negara Afrika lainnya. Selain Filipina dan Nigeria, selanjutnya Perseroan menargetkan untuk memperluas pasar ekspor).
Ada yang diubah komposisi produknya?
Tidak ada komposisi yang diubah, hanya packaging saja, menyesuaikan regulasi sana.
Penerimaan produk di negara tujuan itu bagaimana?
Mereka kan tidak kenal jamu. Jadi mulai memperkenalkan seperti baru. Tapi, produk Tolak Angin kan terkenal di Indonesia. Semua franchise yang ada di Indonesia, pasti terkenal dulu di negerinya. Tolak Angin, Kuku Bima, secara otomatis akan diterima, apalagi orang Indonesia menjadi imigran di seluruh dunia.
Makanya mesti hebat dulu di negeri sendiri, baru bisa ekspor. Dan ini bukan komoditi seperti minyak, batu bara. Ini jamu, ramuan. Karena itu, untuk memperluas pangsa pasar, saya mulai buat seperti soft kapsul hingga vitamin E. Mulai masuk ke food suplemen, karena regulasinya ada di seluruh dunia. Kalau jamu kan nggak. Cuma ada di Indonesia, mungkin juga China dan India. Tapi di luar itu nggak ada. Kalau bisa masuk ke negara lain itu karena di negeri sendiri laku sekali.
Sido Muncul masuk ke farmasi juga?
Kami memang punya usaha farmasi. Sido Muncul mengakuisisi perusahaan farmasi. Kami juga punya properti, bisnis hotel.
(Pada 1 September 2014, Sido Muncul melakukan perjanjian jual beli dengan pemegang saham PT Berlico Mulia Farma (Berlico). Perusahaan memperoleh 17.198 saham beredar atau setara dengan 99,99 persen kepemilikan Berlico dengan harga sebesar Rp124.993. Pengambilan Berlico Mulia, menandai perluasan bisnis Sido Muncul ke dalam industri farmasi.)
Mau buka hotel baru?
Iya. di Semarang. Mau francise juga di Alam Sutera. Tapi bukan kami yang investasi. Tetap pakai nama Tentrem.
Dalam kegiatan pemasaran, Sido Muncul lebih mengutamakan riset pasar atau riset produk?
Kalau saya tuh sebenarnya jadi direktur pemasaran tidak pernah pakai riset. Karena gak sekolah. Saya sendiri baca laporan rugi laba juga tidak pernah. Belum pernah. Yang penting, kaya juga. Mungkin kalau baca, nggak kaya. Ha, ha.
Kalau soal itu, saya gak pakai riset pasar. Gak perlu riset-riset. Kita tahu, mengerti yang banyak dibutuhkan apa. Misalnya yang paling banyak dikeluhkan itu apa? Linu toh, capek. Maka kami buat Tolak Linu. Masuk angin, buat Tolak Angin.
Semua cuma saya ciptakan karena punya ide dari pergi ke pasar, gak ada riset. Saya ini kerjaannya direktur marketing, direktur PR, direktur R&D, direktur pengembangan produk. Dan saya tahu tentang produksi. Sebenarnya Sido Muncul bayar saya murah sekali. Saya rangkap semua. Ini ide gagasannya saya sendiri. Kenapa? Selama saya punya ide, organisasi gak berlebihan, gak terlalu hebat, yang pasti nomor satu adalah keputusan cepat. Kalau nggak kan harus rapat.
Lalu proses pengambilan keputusan dari ide tersebut di manajemen seperti apa?
Ya lewat telepon saja. Kalau ada orang ingin ketemu misalnya, saya tanya dulu mau apa. Mau menawarkan sesuatu, lalu saya nggak mau, ya selesai begitu saja. Kalau benar-benar harus ketemu, ya ketemu. Semua saya jalankan by phone. Makanya kecepatan saya itu 5-10 kali lipat dibandingkan orang yang biasa.
Adakah kota atau kabupaten yang serapan produk Sido Muncul paling tinggi?
Itu gampang lihatnya. Tempat di mana penduduk dan uangnya banyak. Pernah saya ke puncak Lawu, Comoro Sewu, sampai situ di puncak saya makan jagung. Saya tanya ke orang yang jual jagung, “Pak, kalau masuk angin sampeyan minum apa?” terus dia jawab, “Kalau saya sih tidak pernah masuk angin.” Wah bagaimana saya bisa jualan di sana kalau tidak pernah masuk angin. Di sana itu penduduknya kecil, hawanya bersih, pikirannya cuma bakar jagung, tidak pernah masuk angin.
Percuma jualan di tempat seperti ini. Tidak perlu survei. Banyak penduduknya, kemudian padat, kemudian uang yang beredar ada berapa, itu saja. Distribusinya juga gampang. Terus saya makan jagung, datang lagi orang itu, “Oh saya pernah masuk angin,” katanya. Saya senang nih, saya tanya balik, “Minum apa?”, dia bilang, “Brambang dibakar, dipotong kecil-kecil dan diminum campur air hangat.”
Jadi gak perlu survei apa-apa. Survei itu kan salah satu usaha, cara berbisnis. Kalau saya, survei saya pergi ke grosir, ngomong sama orang bertemu konsumen, dari mereka pasti kita dapat yang dibutuhkan. Tapi sekarang sih survei terus, saya selama 50 tahun sampai Sido Muncul jadi seperti saat ini tidak pernah survei. Wah sekarang yang baru-baru ini survei terus, hidupnya dari data, saya hanya ngetawain saja. Itu yang dikerjakan apa coba.
Bagaimana melihat peta persaingan di industri jamu?
Saya rasa persaingannya tidak besar, size-nya tidak besar, berbeda dengan rokok yang pangsa pasarnya besar sekali. Sama dengan farmasi juga. Mungkin itu butuh survei.
Pesaing yang ada seperti apa?
Saya pergi ke toko-toko, saya lihat dan tahu. Bertemu 50 grosir, saya tahu kira-kira, saya punya feeling berapa. Ada yang bohong juga, tapi saya cek lagi ke toko-toko, grosir-grosir yang lain. Mereka jual berapa dan sebagainya, itu tergantung teknik wawancara. Kalau tekniknya benar, bisa ngaku dia. Kalau jamu size-nya kecil dan saya rasa saya paham. Berdasarkan pengalaman dan feeling saja.
Apa pertimbangan memilih wilayah produksi maupun pemasaran?
Kalau sekarang sih butuh itu, tapi kalau saya dulu tidak butuh. Kuncinya itu penduduknya banyak, uang beredarnya banyak. Seperti Jakarta ini, banyak debu, stres, masuk angin. Coba ke Gunung Lawu, penduduknya sedikit, udaranya bersih, bagaimana bisa sakit di sana? Rokok menurut saya sama, kalau penduduknya sedikit, daya belinya kecil.
Pasar utama Sido Muncul?
Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bandung. Itu kota-kota besar yang padat penduduknya, dan daya belinya besar.
Setelah Sido Muncul IPO, apakah ada perubahan tata kelola?
Ya pasti ada. Kan ada direktur, terus komisaris independen, ada investor yang masuk. Tambah bagus lah. Salah satu yang bagus adalah sering rapat, dulu tidak pernah rapat, jadi agak keren sedikit. Tahu tidak arti amatir? Amatir itu dari kata amator, mencintai. Makanya saya ini rohnya amatir, saya mencintai bisnis ini, mencintai konsumen saya, pokoknya passion saya di sini.
Saya ini bukan pedagang, saya ini produsen. Biasanya kalau investor itu pedagang, masuk dan mengolah, bisa menjelaskan ke masyarakat dan jelaskan kemajuannya berapa persen. Kalau saya selalu bilang kepada karyawan saya, kamu itu mesti profesional, namun jiwa harus amatir – mencintai. Profesional itu bagus, tapi rohnya mesti amatir. Siapa yang harus amatir? Pengusaha, pemiliknya itu harus amatir.
(Pada 10 Desember 2013, Sido Muncul memperoleh pernyataan efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk melakukan penawaran umum sebanyak 1,5 miliar saham melalui mekanisme initial public offering (IPO) di Bursa Efek Indonesia dengan harga penawaran perdana sebesar Rp580 per saham. Saat itu, Sido Muncul meraup dana segar Rp870 miliar.)
Jadi, apa rahasia membangun Sido Muncul?
Pasti ada rahasia dalam membangun ini. Namun saya buka pun, tidak akan bisa dipahami dan dijalankan orang lain. Kalau saya disuruh mengulang sejarah dari nol lagi pasti tidak bisa. Yang saya capai hari ini adalah sejarah dan keberuntungan dan itu tidak bisa diulang. Siapa pun itu, orang terkaya di Indonesia kalau diminta mengulang tidak akan mau. Tapi kalau saya, bekerja di perusahaan besar, kemudian pengalaman, feeling saya, network saya lebih berarti.
Bicara masa sekarang ini, zaman e-commerce, bagaimana perannya dalam pemasaran produk Sido Muncul?
Ini kan salah satu cara baru untuk orang belanja. Saya rasa itu perlu dipersiapkan untuk masa depan. Kami punya penjualan online, tapi pada prinsipnya saya tidak mau online itu bersaing dengan yang konvensional. Jadi saya kira masa depannya akan bagus lah. Sama seperti media juga dulu, dulu tidak banyak, tidak sampai seribu, sekarang sudah banyak sekali melebih 50.000.
Zaman pak Harto, SIUP itu sulit. Saking banyaknya media, kami yang pasang iklan juga tidak mengerti mau pilih yang mana. Saya tidak tahu e-commerce akan seperti apa ke depannya, ya dikuti saja. Kami beriklan juga sekarang lewat media online, tidak gampang, lebih susah pilihannya, karena banyak.
Media untuk beriklan yang efektif selama ini?
Sementara masih televisi, tapi sudah mulai live streaming, tapi tetap televisi. Tapi banyak yang nonton lewat smartphone. Kompetisi membuat orang mencari akal bagaimana beriklan yang baik.
Hal yang dipertahankan di Sido Muncul hingga saat ini?
Hanya tiga hal, produknya mesti baik, kedua baik, ketiga baik. Baik itu, laku. Kami dari awal, ketika IPO pada desember 2012/2013, belum pernah merekayasa laporan keuangan, pembukuan, ikut jual beli saham. Saya seumur hidup tidak punya saham apa-apa, saya tidak punya saham perusahaan apa pun. Tidak ada, saya ini jualan. Kepemilikan saham saya jual, saya sendiri tidak punya, menurut saya yang paling berharga adalah kejujuran. Dari awal yang kami pertahankan adalah kejujuran, tidak ada rekayasa.
Anda boleh tanya ke karyawan kami, pernah gak kami rekayasa penjualan, pembukuan dan yang lainnya. Saham kami dari Rp580, Rp420, sampai semua ngomong mbok berbuat sesuatu, mau berbuat apa, saya disuruh beli? Biar mahal terus digoreng-goreng gitu? Saya tidak pernah mau, diberi saran saya tidak pernah mau. Tanya saja semua di Sido Muncul, pokoknya yang saya pegang adalah kejujuran, jangan pikir macam-macam.
Tapi saat dibeli dari investor masuk due diligence, beli 21 persen saham Sido Muncul baru ngeuh dan langsung naik dari Rp430 sekarang hampir Rp1.300. Tapi kami yang penting modalnya produk yang baik, kejujuran itu saja, tidak usah mikir macam-macam.
Biaya operasional kami juga tidak mahal, kantor saya cuma seperti ini. Kantor ini sudah 23 tahun tidak pernah dicat dan baru kemarin dicat dan ganti karpet. Saya ini menghemat sekali. Rumah saya dekat sini. Jadi mestinya orang itu percaya beli sahamnya Sido Muncul.
Cerita soal foto di belakang?
Foto di belakang itu foto saya ketika tahun 1951. Saya lahir tahun 1947, terus karena sakit-sakitan kemudian diangkat anak sama nenek saya. Nenek saya itu, anaknya sembilan, mamah saya nomor tujuh, saya cucu nomor enam dari 46 orang. Saudara sepupu saya banyak.
Pada 1949, kami pindah ke Semarang dan 1951 Sido Muncul berdiri. Waktu nenek mendirikan Sido Muncul, saya sakit-sakitan dan diangkat anak. Saat itu, karena saya satu-satunya yang ada, maka difoto sama dia. Begitu cerita jika saya mengenang foto itu.
Dari pengalaman hidup saya, semuanya itu jalan tuhan. Takdir. Makanya di belakang tulisan itu ada tulisan huruf kanji yang artinya langit punya rencana. Jadi, itulah jalan takdir. Saya memang sudah digariskan tidak sekolah, jadi pengusaha jamu, karena gak punya pilihan, jadi kerjanya di jamu. Ini masuk tahun ke 50.
Keluarga masih terlibat di manajemen Sido Muncul?
Adik saya empat orang, keponakan dan anak saya 13. Tidak semua terlibat. Kami juga punya bisnis hotel. Ada yang ke sana. Kemudian ada juga masing-masing punya bisnis pribadi, kerja sendiri.
Dari 13 cucu yang terlibat mungkin sekitar sembilan, tapi itu yang mengurusi hotel. Saya sama keluarga yang penting sudah diberi pendidikan, terus anak-anak cucu juga. Di samping Pendidikan, mereka juga punya pekerjaan sendiri, mereka tahu kalau orang tuanya masih bisa hidup bersama-sama.
Mau buka restoran ya? Kenapa kuliner?
Yang lainnya saya tidak ngerti. Bisnis tambang tidak bisa, pertanian gak bisa, saya takut risiko-risikonya. Hotel kan gak hilang. Saya pribadi akan jual ayam goreng. Nanti di sana saya jual apa yang saya suka, ayam goreng/bakar, sate ayam, sate kambing, saya sudah punya manual book dan SOP-nya. Saya buat sendiri itu. Kalau hidup tergantung sama koki ya celaka nanti.
Saya tidak hobi masak. Tapi saya tahu, penciuman saya tajam, resep-resepnya saya kumpulkan sudah lama dan dikembangkan. Kalau sate kambing tergantung bahannya, dagingnya, kecapnya, banyak pilihannya.
Saya tidak mau tergantung pada koki. Saya tidak mau hidupnya tergantung pada orang lain, saya hanya bergantung pada Tuhan dan pada diri saya sendiri.
Saya di Sido Muncul saya bilang ke karyawan, kalau anda bodoh saya senang, karena di tempat lain banyak orang bodoh, tapi kalau mereka pintar saya apresiasi dan saya senang. Makanya saya tidak mau tergantung pada orang lain. Makanya bisnis saya tergantung pada diri saya sendiri tidak mau gantungin pada orang lain. Nama Bima saya daftarkan di HAKI 12 tahun yang lalu.
BIMA itu pekerjaannya koki. Harganya nanti murah, saya sebagai pemasar, goal saya market share, bukan profit. Saya ini seorang pemasar, mungkin harganya nanti Rp20.000 atau Rp21.000, kalau yang lain sekitar Rp26.000, kalau perlu, nanti ada diskon. Bisa bisanya yang gini-gini, yang bisnis besar tidak bisa. Menurut saya apa saja pekerjaan yang penting senang, saya ini penikmat usaha, bukan pengusaha sejati.
Itu apa artinya akan melepas Sido Muncul?
Oh enggak. Kerjaan saya memang di Sido Muncul. Saya punya feeling, punya kedekatan, punya nasib yang harus berbisnis jamu. Saya gak ngerti mau bisnis apa lagi.
Jadi rahasia suksesnya apa?
Kalau kamu pintar bisa hidup layak, baik, jujur, tahu diri, jaga kesehatan, kamu bisa hidup layak. Tapi kalau mau kaya seperti keluarga Hartono Djarum, itu berkah Tuhan, pilihan Tuhan. Gak mungkin bisa seperti itu kalau bukan pilihan Tuhan, itu tidak bisa diirihatikan. Tapi kalau hidup normal layak, siapapun bisa lakukan itu.
Sumber :
https://lokadata.id/artikel/irwan-hidayat-harus-hebat-di-negeri-sendiri-baru-bisa-ekspor
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Teknik Motivasi Douglas McGregor: Teori X, Y, dan Z Teori X dan Teori Y adalah teori motivasi manusia diciptakan dan dikembangkan oleh ...
-
Apakah Benar Seimbang Selalu Lebih Baik? Mengejar keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan atau akrab disebut work-life balance secara te...
-
Pendidikan Tinggi: Kunci Menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan tinggi di Indonesia, yang selama ini dianggap sebagai kebutuhan tersier, tid...
-
Di setiap pembinaan ke mitra-mitra, panjang-lebar penjelasan yang saya berikan dan salah satunya tentang pergaulan dan lingkungan. Istilah l...
-
1.Yakinkan Diri Mulai saat ini kuatkan keyakinan pada diri anda bahwa saat ini anda berada di kampus terfavorit dan berada pada jurusan ...
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
ReplyDeletedimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802