Friday, November 13, 2015

Pengasuhan Anak


Mendidik anak 7 tahun pertama, sedikit berbeda. Menurut Ali bin  Abi Thalib, perlakukan mereka seperti raja. Dalam arti, layani mereka dan senangkan hati mereka. Saat mereka berulah, baiknya orangtua menahan amarah, namun tetaplah membimbing mereka dengan tabah.

Kelak si anak akan mampu menahan emosinya karena begitulah contoh yang didapatnya. Membelai kepala anak dan mengusap punggung anak pun baiknya sering-sering dilakukan orangtua pada usia 7 tahun pertama anak.

Dampaknya? Kelak orangtua akan mendapatkan anak yang membelai dan menjaga orangtua dengan penuh kasih-sayang, karena begitulah contoh yang didapatnya.

Saat orangtua begitu cepat memenuhi panggilan anak, tanpa menunda-nunda, tanpa mengucapkan kata “nanti”, maka kelak orangtua pun akan beroleh anak yang begitu cepat memenuhi panggilan orangtua, karena begitulah contoh yang didapatnya.

Seperti itulah anak, mereka melakukan berdasar apa-apa yang mereka lihat. Kita berbuat, niscaya kita akan menerima hasil dari apa-apa yang kita perbuat. Dan itu pun berlaku dalam hal mendidik anak.


Sumber foto :
Father and Child Silhouette - Polyvore
www.polyvore.com

Antarkan Orang Lain Sukses

Ahad kemarin, saya berseminar untuk sebuah bisnis jaringan di Hotel Marriot. Alhamdulillah, sekian kali saya diundang oleh mereka, karena seminar saya dianggap berdampak terhadap pengembangan jaringan dan omset mereka.

Inilah salah satu poin yang saya bahas:
-       Ingin maju? Majukan orang lain.
-       Ingin kaya? Kayakan orang lain.
-       Ingin cerdas? Cerdaskan orang lain.
-       Ingin mulia? Muliakan orang lain.
-       Ingin doa dikabulkan oleh-Nya? Doakan orang lain.
-       Ingin diberi uang oleh-Nya? Berikan uang kepada orang lain.

Bukan sekedar sukses. Berusahalah mengantarkan orang-orang di sekitar kita untuk turut sukses.

Melalui berbagai dalil, hati kita berkali-kali digedor dan diingatkan bahwa:
-       Sebenarnya, seluruh manusia adalah satu umat.
-       Membunuh satu manusia berarti membunuh seluruh manusia.
-       Menyelamatkan satu manusia berarti menyelamatkan seluruh manusia.
-       Menghina ayah orang lain, berarti menghina ayah kita sendiri.
-       Menyantuni ibu orang lain, maka fadilahnya akan sampai kepada ibu kita.
-       Mendoakan seseorang, berarti mendoakan diri kita sendiri.

Ini semua mestinya kita yakini sepenuh hati!

--- ditulis oleh Ippho Santosa

Golden time


Saat ini ibu saya tengah tur di China dan ini negara kesekian yang pernah ia kunjungi. Ia sudah berusia 70-an tahun. Tapi alhamdulillah, rambutnya masih hitam, giginya masih utuh, dan bisa membaca tanpa kacamata. Snorkeling dan aerobic pun masih sanggup.

Awet?

Mungkin bisa dibilang begitu. Apa rahasianya? Entahlah. Satu hal yang pasti, saya dan ibu saya terbiasa bangun sebelum subuh. Bagi saya, setengah jam sebelum subuh dan setengah jam setelah subuh, adalah waktu istimewa. Golden time.

Kok disebut istimewa? Yah, karena memang begitu. Apapun yang Anda kerjakan di waktu itu akan menjadi ‘sesuatu’. Apakah itu tugas kantor, menyusun skripsi, menulis buku, ataupun kesibukan lainnya. Tubuh yang segar disergap dengan udara yang segar, wah benar-benar mengajaibkan segala proses.

Hm, nggak percaya? Yah, Anda coba saja. #BangunAwal.

Awet muda, menyehatkan, menyegarkan, meringankan kesibukan, dan mengundang keberkahan, itulah manfaat-manfaat tersembunyi dari bangun lebih awal.

Hm, berat?

Kalau bangun lebih awal saja susah, gimana mau bangun rumahtangga? Gimana mau bangun perumahan? Hehehe. Daripada tersinggung, lebih baik Anda lakukan dan rutinkan saja. Nggak ada ruginya! Untung malah!

--- ditulis oleh Ippho Santosa


Sumber foto :
12 Stunning Silhouette Shots - Digital Photography School
digital-photography-school.com

Belajar Bersama Mentor


Anda tahu:
-       Siapa mentornya Soekarno?
-       Siapa mentornya Tan Malaka?
-       Siapa mentornya M. Natsir?

Ternyata orangnya yang sama. Siapakah orang hebat itu? Dialah HOS Tjokroaminoto, gurunya para pendiri bangsa, yang juga perintis Serikat Dagang Islam. Perihal HOS Tjokroaminoto sebagai mentor ini diingatkan kembali oleh Menteri Pendidikan Anies Baswedan, Senin yang lalu kepada saya dan 20-an undangan lainnya.

Mulai dari Nadiem Makarim (Pendiri Go-Jek), Arif Wibowo (Direktur Garuda Indonesia), Handry Satriago (Pemimpin GE Indonesia), sampai Prof. Firmansyah (Rektor Paramadina). Pak Menteri menggagas program ‘Belajar Bersama Mentor’ dan saya dipercaya menjadi salah satu mentor itu bersama 20-an tokoh lainnya untuk anak-anak Indonesia.

Langsung saja saya ‘menantang balik’ Pak Menteri, “Bagaimana kalau program sebagus ini kita tingkatkan cakupannya, Pak? Insya Allah saya siap mengajak 20 atau 30 mentor lainnya, di mana mereka punya nama, kemampuan, dan ketulusan. Mereka tak berharap nama, uang, dan kompensasi politik.”

Itu pula yang sebelumnya saya sampaikan kepada Prof. Dr. Ilza Mayuni, Kepala Pusat Analisis dan Sinkronisasi Kebijakan di Kemendikbud. Sambil tersenyum Pak Menteri menjawab, “Baik Mas. Tapi, itu nanti. Sekarang kita rapikan dan buktikan dulu pada angkatan pertama ini. Setelah berhasil, kita akan tingkatkan semuanya dan bisa diduplikasi oleh semua sektor.”

Di seminar-seminar sering saya sampaikan bahwa Nabi Muhammad saja punya mentor. Ini beneran. Untuk urusan bisnis, yang menjadi mentor adalah pamannya. Untuk urusan agama, yang menjadi mentor adalah Malaikat Jibril. Boleh dibilang, mentor adalah pihak yang bisa membimbing kita menuju impian kita, karena dia lebih dahulu mencapainya dan dia bisa mengajarkan cara-cara mencapainya.

Ada orang yang bisa mencapai, namun tidak bisa mengajar. Sebaliknya, ada orang yang bisa mengajar, namun belum pernah mencapai. Kedua-duanya perlu. Sekiranya kita harus mengorbankan waktu dan uang demi mendekati sang mentor, yah keluarkan saja. Saya pun begitu, dari dulu sampai sekarang. Hasil akhirnya, malah menghemat waktu dan uang saya. Karena saya tahu persis, coba-coba sendiri jauh lebih lama dan jauh lebih mahal.

--- oleh Ippho Santosa


Sumber foto :
Emulating Others on the Way to Business Success - BusinessCollective
businesscollective.com

The Corporate Mystic

Pernah dengar The Corporate Mystic? 


Gay Hendrick, seorang profesor di Universitas Colorado dan Kate Ludeman, seorang doktor di bidang psikologi, menulis sebuah buku berjudul The Corporate Mystic, sebuah karya yang dihasilkan dari ribuan jam wawancara dengan ratusan eksekutif kelas dunia selama hampir 25 tahun.

Dalam bukunya mereka menyatakan, “Kemungkinan besar kita akan menemukan para spiritualis sejati di ruang rapat perusahaan-perusahaan besar, bukan di tempat-tempat ibadah. Para spiritualis ini mengamalkan nilai-nilai spiritual di perusahaannya,” kata mereka.

Selama 200 tahun, ilmu-ilmu dunia (utamanya fisika) hanya fokus pada benda-benda yang tampak. Mulai permulaan abad 20, banyak pertanyaan fisika Newton yang tak bisa terjawab dengan teori-teori yang ada. Itulah yang melahirkan sederet teori tentang quantum...

Kita sebagai manusia punya level-level energi seperti benda. Kehidupan adalah realita yang terbangun dari kumpulan nasib. Nasib itu terbangun dari karakter. Karakter itu terbangun dari kebiasaan. Dan kebiasaan adalah tindakan yang berulang. Lantas, apa yang ada di balik tindakan? Tidak tampak. Itulah pikiran kita, perasaan kita, dan spiritual kita...

Begitulah. Hal-hal yang tampak, berasal dari sesuatu yang tidak tampak...


Sumber foto :
Cat Silhouette Curtain stock photos
www.freeimages.com

Kerja adalah Ibadah

Ketika diundang in-seminar di perusahaan-perusahaan, inilah salah satu poin yang saya bahas. Kerja adalah ibadah. Ternyata, tidak semua kerja bernilai ibadah. Bukan mustahil, seseorang sibuk-sibuk bekerja, namun ternyata nilai ibadahnya sudah memuai dan menguap semua. Kok bisa?

Contohnya saja:

  1. Ia curi-curi waktu di kantor. Atau, badannya di kantor, tapi hati dan pikirannya di luar kantor
  2. Ia menjelek-jelekkan atasan dan rekan sekantor. Bahkan sering bergunjing tentang kantor.
  3. Ia tidak peduli dengan masalah-masalah kantor yang tidak berhubungan langsung dengan dirinya. Dengan alasan beda divisi dan beda KPI, ia enggan menolong rekan sekantor.
  4. Ia mementingkan office politic daripada office performance. Ia menjalankan ‘politik kotor’ di kantor.
  5. Tidak jarang ia membenarkan dirinya sendiri, menyalah-nyalahkan keadaan, bahkan oprotunis dari setiap keadaan di kantor.
  6. Masuknya nyuap, datangnya telat, pulangnya cepat, ngeluhnya tiap saat, kerjanya nyendat-nyendat, dan malasnya berlipat-lipat. Hm, masih ngaku kerja itu ibadah? Hehehe, kalau Anda tidak melakukannya, yah Anda tidak perlu tersinggung. 

Ingatlah, kerja hanya akan bernilai ibadah jika kita iringi dengan niat yang benar, sikap yang benar, dan cara yang benar. Bukan sekadar kerja. Demikian pula teman-teman yang masih belajar atau yang sudah berbisnis. Hendaknya semua kesibukan kita terhitung ibadah.

--- dari Ippho Santosa (Ada baiknya tulisan ini disebarkan untuk tim dan karyawan-karyawan Anda)

Investasi Sampingan

Bukan rahasia lagi, sebagian karyawan punya akun FB dan BB tersendiri yang nggak diketahui oleh boss-nya. Kenapa? Rupanya dia jualan di sana, hehe. Buat sampingan, katanya. Yang saya lihat, mereka ini kurang fokus dan kurang serius dengan kerja hariannya. Walhasil? Bisnis cuma sekadarnya. Kerja pun alakadarnya. Serba setengah-setengah.

Karena itulah saya selalu berpesan kepada direksi-direksi yang pernah saya temui. Daripada karyawan dibiarin jualan nyambi-nyambi dan nggak fokus, lebih baik mereka diajarin ilmu investasi yang tidak menganggu kerja harian mereka. Toh, UUD alias ujung-ujungnya duit. Itu kan yang mereka mau?

Begitulah. Bagi karyawan, disarankan untuk berinvestasi. Kecil-kecilan pun nggak masalah. Baiknya berinvestasi pada apa? Bisnis, properti, reksadana, atau emas? Baiknya investasi dulu pada ilmu. Biar paham apa yang di-invest dan apa konsekuensinya. Kalau nggak paham, ludes juga semuanya. Beneran, ludes.

Demikianlah, yang nggak berbisnis, memang sangat dianjurkan untuk berinvestasi. Gaji tanpa investasi, tentulah tergerus inflasi. Yang sering saya bikin in-house di perusahaan-perusahaan adalah training MPP alias #MasaPersiapanPensiun. Dan training semacam ini lebih baik diberikan awal-awal, agar efek compound dapat bekerja. Pun dapat dinikmati.

Adapun reksadana atau emas bisa dipraktekkan dengan modal ratusan ribu rupiah setiap bulannya. Kapan-kapan akan kita bahas bagaimana berinvestasi pada reksadana dan emas, yang bisa mencetak hasil puluhan juta, bahkan ratusan juta dengan ilmu compound.

--- ditulis oleh Ippho Santosa (semua tulisan kami boleh di-share, tak perlu izin)

Related Posts