Tiba-tiba viral di media sosial istilah Silent Majority. Hal ini muncul setelah quick count sementara dari Pilpres 2024 dirilis oleh berbagai lembaga survei. Keseluruhannya menampilkan hasil quick count dengan keunggulan presentase suara dari paslon nomor urut 2, Prabowo-Gibran.
Angka angka hasil hitung cepat ini kemudian memunculkan istilah Silent Majority atau pemilih yang selama ini bersikap diam dan memberikan pembuktian saat pemungutan suara. Istilah silent majority sedang banyak digunakan orang-orang terkait dinamika politik dan pemilihan umum di Indonesia.
Lalu, siapa Silent Majority yang sekarang ini dibicarakan?.
Mereka adalah yang menyimak namun jarang komentar, mereka yang jarang ribut-ribut di medsos.
Berbeda dengan noisy minority, yang senantiasa ramai di medsos, dimana noisy minority ini bukan ukuran realita yang sama di lapangan. Bulian dan ejekan di medsos tidak pernah dijawab oleh mereka, namun mereka cukup bekerja terukur di lapangan.
Juga yang berbeda dengan ini adalah kelompok vocal minority. Mereka sangat senang menunjukkan eksistensi dan kekuatan mereka dengan turun ke jalan melalui pengerahan massa yang cukup banyak. Tindakan mereka kadang sangat bertentangan dengan nilai-nilai universal dan cenderung ekstrem.
Kemudian, apa arti Silent Majority?
Silent majority adalah istilah dalam bahasa Inggris yang jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia artinya mayoritas yang diam.
The silent majority adalah sebagai kelompok orang terbesar, mereka tidak mengungkapkan pendapat mereka di depan umum dan mereka adalah orang-orang yang tidak bergabung dalam demonstrasi menentang apa pun, juga bukan milik budaya tandingan ataupun dari oposisi. Dan merekapun tidak berpartisipasi dalam wacana publik.
Secara sederhana, silent majority adalah kelompok besar orang-orang yang tidak mengungkapkan pendapat mereka di depan umum atau melakukan protes layaknya oposisi di parlemen, demonstrasi jalanan hingga diskusi publik.
Istilah silent majority pertama kali digunakan secara politis oleh Warren Harding dalam kampanyenya pada tahun 1919 silam.
Pada tahun 1960-an, istilah silent majority kembali mendapatkan perhatian dari Nixon sebagai cara untuk menggalangkan semangat para pemilih yang mungkin belum memilih karena merasa tidak puas terhadap pemilu.
Dalam pidatonya pada tahun 1969, Nixon memakai istilah tersebut untuk menarik sejumlah pemilih yang mendukungnya, meskipun hal itu tidak terjamin dalam jajak pendapat atau kaum intelektual politik dan sosial internasional.
Pada tanggal 3 November 1969, dalam pidatonya, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon dalam sebuah pidato televisi , dimana ia berkata, "Dan sehingga malam ini—untukmu, mayoritas bisu besar dari rekan-rekan Amerika saya—Aku mendorong dukunganmu."
Dalam pemakaian ini, istilah tersebut merujuk kepada orang-orang Amerika yang tak ikut serta dalam unjuk rasa menentang Perang Vietnam pada masa itu, yang tak ikut serta dalam kontra-budaya, dan yang tak ikut serta dalam pertemuan publik. Nixon, bersama dengan beberapa orang lainnya, memandang kelompok Amerika Tengah sebagai orang-orang yang dibayangi dalam media oleh minoritas yang lebih vokal.
Fenomena silent majority dianggap sulit diprediksi melalui jajak pendapat atau survei elektabilitas menjelang pemilu sebab sifatnya yang sengaja untuk diam atau tidak menunjukkan sama sekali. Kelompok silent majority ini cenderung memilih untuk menjaga rapat pendapat mereka dan mungkin tidak mengungkapkan dukungan secara terbuka karena berbagai alasan tertentu.
Kelompok Silent Majority hampir semua tempat di mana mereka lebih memilih untuk melihat dari kejauhan atas berbagai permasalahan yang ada disekitar mereka, biasanya berhubungan dengan permasalahan politik. Diam ini bukanlah sebuah sikap apatis, tetapi sebuah sikap menanti sambil berupaya melihat lebih jelas dan menunggu waktu yang tepat untuk menunjukkan eksistensi. Mereka mungkin tidak pernah berhubungan satu dengan yang lain, tetapi pada dasarnya mereka memiliki dasar pemikiran dan sudut pandang yang sama. Kelompok ini adalah orang-orang dengan pemikiran yang demokrat, rasional, humanis, terbuka dan luas, serta mencintai kehidupan yang damai dan tentram.
Karena itu jangan membanding-bandingkan massa yang aktif yang datang dalam kampanye akbar jika ingin memprediksi menang dan kalah. Mereka adalah pemilih yang diam, YANG TIDAK BEROPINI, tersembunyi, sangat jarang diberitakan, yang jumlahnya justru mayoritas.
Mereka tidak aktif bermain media sosial. Akun facebook, instagram apalagi twitter tidak menggapai mereka. Jika menonton TV, bukan TV berita yang mereka lihat. Mereka lebih memilih acara hiburan: sinetron atau dangdut, atau komedi.
Sumber :
https://en.wikipedia.org/wiki/Silent_majority
https://id.wikipedia.org/wiki/Mayoritas_bisu
https://sultra.tribunnews.com/2024/02/15/viral-silent-majority-di-medsos-sosok-tak-koar-koar-punya-pilihan-saat-pemilu-mampu-dongkrak-suara?page=all.
https://fisip.ub.ac.id/en/fenomena-silent-majority-menangkan-paslon-di-quick-count-ini-kata-akademisi-fisip-ub/
https://www.satuharapan.com/read-detail/read/silent-majority</a>
https://kumparan.com/anwar-saragih/silent-majority-pilkada-kota-medan-1tsAGLmf4IM
https://www.kompasiana.com/idena/5cda02083ba7f76c9f421f63/akankah-the-silent-majority-berbicara
https://makassar.terkini.id/the-silent-majority-dan-kunci-kemenangan-jokowi-2019/
No comments:
Post a Comment