Tuesday, July 16, 2024

Menguak Masalah Kenapa Gen Z Susah Dapat Kerja

Menguak Masalah Kenapa Gen Z Susah Dapat Kerja Formal.

Generasi Z, yang terdiri dari individu yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, saat ini memasuki dunia kerja dengan semangat dan harapan yang tinggi. Namun, banyak dari mereka menghadapi tantangan yang signifikan dalam mendapatkan pekerjaan formal. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan: Mengapa Gen Z susah mendapatkan pekerjaan formal? Artikel ini akan menguraikan berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kesulitan yang dialami oleh Gen Z dalam memasuki pasar kerja formal.

1. Persaingan yang Ketat.

Pasar kerja saat ini sangat kompetitif. Dengan banyaknya lulusan baru setiap tahun, persaingan untuk posisi entry-level semakin meningkat. Perusahaan memiliki banyak pilihan dan sering kali mencari kandidat dengan pengalaman atau keahlian khusus yang mungkin belum dimiliki oleh fresh graduates dari Gen Z.


2. Ketidakcocokan Keterampilan.

Meskipun Gen Z dikenal sebagai generasi yang sangat akrab dengan teknologi, ada kesenjangan keterampilan antara apa yang mereka pelajari di sekolah dan apa yang dibutuhkan di dunia kerja. Perusahaan sering mencari kandidat yang tidak hanya memiliki keterampilan teknis tetapi juga kemampuan soft skills seperti komunikasi, kerja tim, dan pemecahan masalah. Ketidakcocokan antara keterampilan yang dimiliki oleh Gen Z dan yang diinginkan oleh perusahaan menjadi salah satu penyebab utama sulitnya mendapatkan pekerjaan formal.


3. Kurangnya Pengalaman Kerja.

Banyak perusahaan lebih memilih kandidat dengan pengalaman kerja, bahkan untuk posisi entry-level. Gen Z yang baru lulus sering kali hanya memiliki pengalaman magang atau kerja paruh waktu yang mungkin tidak cukup untuk memenuhi persyaratan perusahaan. Kurangnya pengalaman kerja menjadi hambatan besar dalam mendapatkan pekerjaan formal.


4. Perubahan dalam Proses Rekrutmen.

Proses rekrutmen juga telah berubah secara signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan kini lebih mengandalkan teknologi, termasuk algoritma dan AI, untuk menyaring kandidat. Ini berarti bahwa resume dan surat lamaran harus dioptimalkan untuk melewati sistem ini. Gen Z yang kurang memahami bagaimana teknologi ini bekerja mungkin menghadapi kesulitan dalam membuat aplikasi mereka diperhatikan oleh perekrut.


5. Ekspektasi yang Tinggi.

Gen Z dikenal memiliki ekspektasi tinggi terhadap karier mereka, termasuk gaji, keseimbangan kerja-hidup, dan peluang pengembangan karier. Beberapa perusahaan mungkin melihat ekspektasi ini sebagai tuntutan yang sulit dipenuhi, sehingga lebih memilih kandidat dari generasi lain yang mungkin memiliki harapan yang lebih realistis atau fleksibel.


6. Dampak Pandemi COVID-19.

Pandemi COVID-19 telah membawa dampak signifikan pada pasar kerja global. Banyak perusahaan harus melakukan pemutusan hubungan kerja atau pembekuan perekrutan, yang membuat pasar kerja semakin ketat. Selain itu, banyak perusahaan yang beralih ke model kerja jarak jauh, yang mungkin menuntut keterampilan khusus yang belum dikuasai oleh semua anggota Gen Z.


7. Pendidikan yang Kurang Terkait dengan Industri.

Beberapa program pendidikan mungkin tidak sepenuhnya relevan dengan kebutuhan industri saat ini. Gen Z yang lulus dari program yang tidak memiliki keterkaitan kuat dengan industri tertentu mungkin menghadapi kesulitan lebih besar dalam menemukan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka.


8. Kurangnya Jaringan Profesional.

Jaringan profesional sering kali memainkan peran penting dalam mendapatkan pekerjaan. Gen Z, yang mungkin baru saja memasuki pasar kerja, belum memiliki jaringan yang luas dan kuat dibandingkan dengan generasi yang lebih tua. Kurangnya koneksi ini dapat membatasi akses mereka ke peluang kerja yang tidak diumumkan secara publik.


9. Pilih-pilih Pekerjaan.

Dari hasil penelitian terungkap sebanyak 58 persen atau lebih dari separuh pegawai Gen Z berusia 18 hingga 24 tahun cenderung lebih memilih berhenti kerja ketimbang tidak bisa menikmati pekerjaannya atau tidak sesuai dengan bidang yang disenanginya.

Gen Z mengaku lebih memilih menganggur ketimbang tak bahagia melakukan pekerjaan yang tak disukai. Hal ini memberikan gambaran jika Gen Z cenderung lebih memilih-milih pekerjaan, berbeda dengan generasi sebelumnya yang akan menjalani pekerjaan dengan serius meski tidak sesuai dengan minatnya.

Dalam era modern yang serba cepat dan dinamis, penting bagi Generasi Z untuk memiliki sikap yang realistis dan fleksibel dalam mencari pekerjaan. Generasi ini, yang lahir antara tahun 1997 dan 2012, dihadapkan pada pasar kerja yang kompetitif dan terus berubah.

Generasi Z juga harus mengembangkan soft skill yang sesuai dengan kebutuhan tempat kerja saat ini.


10. Pergeseran Makna Bekerja

Kurangnya daya serap tenaga kerja dari Gen Z di sektor formal bukan hanya semata soal standar gaji tapi juga ada pergeseran makna bekerja di kelompok usia tersebut.

Jenis pekerjaan tidak harus ada dan datang di kantor tapi bisa dari mana saja (Work From Anywhere) atau dari rumah (Work From Home). Tidak sedikit dari Gen Z yang lebih memilih bekerja secara fleksibel dan tidak wajib ke kantor dan kebanyakan model pekerjaan tersebut ada di industri kreatif.

Banyak pekerja yang memang lebih memilih untuk bekerja tidak harus di kantor tapi dimana saja secara remote. Pekerjaan formal tidak lagi menjadi hal menarik bagi Gen Z. Jadi kalau dari sisi akademisi, mereka bukan lebih sulit mendapatkan pekerjaan tapi ada pergeseran makna bekerja di anak-anak ini.

Pergeseran ini membawa sejumlah implikasi bagi dunia kerja dan pendidikan. Perusahaan perlu menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan preferensi generasi baru ini dengan menawarkan fleksibilitas kerja yang lebih besar.

Sementara itu, institusi pendidikan juga perlu mengadopsi kurikulum yang mempersiapkan mahasiswa untuk dunia kerja yang lebih dinamis dan fleksibel.


Cara Mengatasi Tantangan.

1. Peningkatan Keterampilan.

Gen Z dapat meningkatkan peluang mereka dengan mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan oleh industri, baik melalui pendidikan formal, pelatihan online, atau kursus singkat.


2. Pengalaman Magang dan Relawan.

Mengambil peluang magang atau pekerjaan sukarela dapat membantu membangun pengalaman kerja yang berharga dan memperluas jaringan profesional.


3. Optimalkan Aplikasi Kerja.

Belajar tentang cara menulis resume dan surat lamaran yang efektif serta mempersiapkan diri untuk wawancara dapat meningkatkan peluang diterima di perusahaan.


4. Membangun Jaringan.

Menghadiri acara networking, bergabung dengan komunitas profesional, dan aktif di platform seperti LinkedIn dapat membantu membangun jaringan yang kuat.


5. Realistis dengan Ekspektasi.

Meskipun penting untuk memiliki standar tinggi, fleksibilitas dalam ekspektasi awal karier dapat membuka lebih banyak peluang kerja.


Kesimpulan

Gen Z menghadapi berbagai tantangan dalam mendapatkan pekerjaan formal, mulai dari persaingan yang ketat hingga ketidakcocokan keterampilan dan ekspektasi yang tinggi. Namun, dengan pendekatan yang tepat, seperti peningkatan keterampilan, membangun jaringan, dan menyesuaikan ekspektasi, Gen Z dapat meningkatkan peluang mereka untuk sukses di pasar kerja. Melalui usaha yang gigih dan strategi yang tepat, generasi ini dapat mengatasi hambatan dan mencapai tujuan karier mereka.

No comments:

Post a Comment

Related Posts