Menggali Makna Lambang Negara Garuda Pancasila: Simbol Filosofi Bangsa.
Garuda Pancasila, lambang negara Indonesia, bukan hanya sekadar gambar elang perkasa. Ia merupakan representasi dari filosofi Pancasila, dasar negara yang menjadi panduan hidup bangsa Indonesia. Mari kita telaah lebih dalam makna dan simbolisme yang terkandung dalam lambang ini.
Perisai Garuda Pancasila: Menggambarkan Pancasila.
Di tengah dada Garuda, terdapat sebuah perisai yang menggambarkan lima sila dari Pancasila. Namun, simbolisme ini tidak dijelaskan secara struktural, melainkan melalui konsep perisai luar dan dalam yang diusulkan oleh Bung Karno pada 1 Juni 1945. Perisai luar dan dalam ini melambangkan konsep universalisme dan kemanusiaan, kebangsaan, demokrasi musyawarah mufakat, dan demokrasi ekonomi, yang semuanya diikat dengan prinsip ketuhanan yang berkebudayaan.
Konsep Trisila dan Ekasila.
Menurut Bung Karno, jika Pancasila diperas menjadi trisila, maka menjadi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Sedangkan jika diperas lagi menjadi ekasila, maka menjadi gotong royong. Warna merah putih pada perisai melambangkan empat sila, yang diikat oleh sila pertama yaitu ketuhanan, digambarkan dengan perisai kecil di dalam yang berwarna hitam.
Cara Membaca Perisai: Berlawanan Arah Jarum Jam.
Pancasila dalam perisai ini tidak dibaca satu per satu secara berurutan, melainkan melingkar berlawanan arah jarum jam. Ini mengajarkan kita cara berpikir yang tidak struktural dan tidak linear, sesuai dengan konsep gotong royong yang menjadi dasar kebudayaan Indonesia.
Simbolisme Setiap Sila.
Sila Pertama (Ketuhanan yang Maha Esa): Simbol bintang, melambangkan cahaya ketuhanan dari satu titik nan jauh, simbol dari semangat ketuhanan yang universal.
Diusulkan M. Natsir yang digambarkan sebagai bintang ternyata bukan bintang, simbol tersebut adalah nur cahaya semua keyakinan, ajaran, kepercayaan yang datang dari sebuah titik nan jauh di sana yang tidak mampu dipikirkan datang dari mana. Dari sanalah semiotika Ketuhanan yang Maha Esa.
Sila Kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab): Digambarkan dengan rantai yang melambangkan generasi tak terputus, menunjukkan kesetaraan dan kesinambungan antara laki-laki dan perempuan.
Diusulkan Sultan Hamid II, sebagai humanity universal digambarkan sebagai generasi yang tak terputus. Ia melambangkannya dengan rantai petak lingkar. Yang bermata lingkar melambangkan generasi keturunan perempuan. Yang bermata petak adalah melambangkan generasi laki-laki.
Sila Ketiga (Persatuan Indonesia): Pohon Astana, simbol pengayoman antara pemerintah dan rakyat, yang biasa ditanam di halaman depan kerajaan.
Diusulkan RM Ngabehi Poerbatjaraka. Kebangsaan Indonesia disimbolkan dengan Pohon Astana, bukan Pohon Beringin. Pohon Astana melambangkan pengayoman antara pemerintah dan masyarakat. Karena biasanya Pohon Astana ini ditanam di halaman depan kerajaan dan disitu biasanya raja bertemu para kawula.
Sila Keempat (Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan): Kepala banteng, melambangkan kehidupan sosial yang komunal, pentingnya musyawarah mufakat.
Kepala banteng diusulkan M. Yamin, kepala banteng melambangkan kehidupan banteng yang endemik, selalu berkumpul, selalu berkelompok, maka musyawarah mufakat di Indonesia, harus mencapai win-win solution sebagai kekuatan demokrasi bangsa Indonesia.
Sila Kelima (Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia): Padi dan kapas, simbol kecukupan sandang dan pangan, menggambarkan kesejahteraan rakyat.
Diusulkan gambarnya secara semiotik oleh Ki Hajar Dewantara. Dia mengusulkan demokrasi ekonomi Indonesia dilambangkan kecukupan sandang dan pangan, padi dan kapas.
Sejarah Peresmian Garuda Pancasila.
Garuda Pancasila pertama kali diresmikan sebagai lambang negara pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat pada 11 Februari 1950 dan diperkenalkan kepada rakyat oleh Presiden Sukarno pada 15 Februari 1950.
Kesimpulan.
Garuda Pancasila bukan sekadar lambang, melainkan sebuah filosofi yang mendalam. Ia mengajarkan kita tentang pentingnya gotong royong, kesetaraan, dan nilai-nilai luhur bangsa. Dengan memahami simbolisme ini, kita diingatkan untuk selalu menjaga dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Garuda Pancasila, dengan perisainya, mengajak kita untuk selalu ingat pada tujuan awal dan prinsip-prinsip yang menjadi dasar berdirinya bangsa Indonesia.
--
Lambang negara merepresentasikan, menyimbolkan, mewakili filosfi Pancasila. Inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi perisai. Perisai ini berusaha menerjemahkan Pancasila, sehingga namanya Garuda Pancasila.
Perisai pada Garuda Pancasila memiliki lima sila. Sila ini dijelaskan bukan dengan cara struktural. Perisai terbagi dua yaitu perisai luar dan dalam, perisai luar dan dalam ini ingin mengatakan sebuah konsep yang dijelaskan Bung Besar pada 1 Juni 1945.
Konsep tersebut berisi, sila kedua ; universalisme dan kemanusiaan, sila ketiga ; kebangsaan, sila keempat ; demokrasi musyawarah mufakat, dan sila kelima ; demokrasi ekonomi. Keempat sila tersebut diikat dengan satu prinsip ketuhanan yang berkebudayaan.
Perisai Pancasila memiliki dua konsep, yaitu perisai luar dan dalam. Konsep ini lahir dari bagaimana membaca Pancasila.
Menurut Bung Besar, jika Pancasila diperas menjadi menjadi trisila, maka menjadi sosio nasionalisme, sosio demokrasi, dan ketuhanan yang berkebudayaan. Kemudian jika diperas menjadi satu sila bahasa Indonesia asli, maka menjadi eka sila gotong royong.
Warna merah putih, merah putih yang melambangkan sila dua, tiga, empat, dan lima, diikat dengan sila satu yaitu perisai kecil di dalam yang berwarna hitam.
Pancasila dalam perisai ini tidak dibaca satu dua tiga empat lima secara struktur. Dalam perisai ini dia dibaca melingkar, satu, dua, tiga, empat lima.
Walaupun susunannya bersilang, akan tetap dibaca merah-putih, merah putih. Hal itu, karena dipandu oleh cara membaca yang melingkar berlawanan arah jarum jam.
Dibalik cara membaca tersebut, ada pesan mendalam agar cara berpikir masyarakat Indonesia adalah cara berpikir yang tidak struktur, tidak linear, karena masyarakat Indonesia lahir dari konsep gotong royong.
Dalam memahami perisai Pancasila, harus juga memahami konsep dasar membaca sila Pancasila. Seperti warna hitam yang dikelilingi orang di Mekkah, Saudi Arabia yang disebut dengan Thawaf.
Konsep tersebut mengajarkan tentang kesetaraan, kesetiakawanan, menolak struktur, dan menolak feodalisme. Konsep tersebut juga adalah filosofi kesetaraan menurut bangsa nusantara.
Sila pertama yang diusulkan M. Natsir yang digambarkan sebagai bintang ternyata bukan bintang. Sultan Hamid II menjelaskan, simbol tersebut adalah nur cahaya semua keyakinan, ajaran, kepercayaan yang datang dari sebuah titik nan jauh di sana yang tidak mampu dipikirkan datang dari mana. Dari sanalah semiotika Ketuhanan yang Maha Esa.
Sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab yang diusulkan Sultan Hamid II, sebagai humanity universal digambarkan sebagai generasi yang tak terputus. Ia melambangkannya dengan rantai petak lingkar. Yang bermata lingkar melambangkan generasi keturunan perempuan. Yang bermata petak adalah melambangkan generasi laki-laki. Ini biasa dipakai oleh panglima Dayak untuk mengetahui berapa jumlah keturunan yang telah berkembang biak.
Sila ketiga diusulkan RM Ngabehi Poerbatjaraka. Kebangsaan Indonesia disimbolkan dengan Pohon Astana, bukan Pohon Beringin. Pohon Astana menurut Sultan Hamid II, melambangkan pengayoman antara pemerintah dan masyarakat. Karena biasanya Pohon Astana ini ditanam di halaman depan kerajaan dan disitu biasanya raja bertemu para kaula.
Sila keempat, kepala banteng diusulkan M. Yamin. Menurut Sultan Hamid II, kepala banteng melambangkan kehidupan banteng yang endemik, selalu berkumpul, selalu berkelompok, maka musyawarah mufakat di Indonesia, harus mencapai win-win solution sebagai kekuatan demokrasi bangsa Indonesia.
Sila kelima, diusulkan gambarnya secara semiotik oleh Ki Hajar Dewantara. Dia mengusulkan demokrasi ekonomi Indonesia dilambangkan kecukupan sandang dan pangan, padi dan kapas.
Garuda Pancasila diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat pada tanggal 11 Februari 1950. Kemudian diperkenalkan Sukarno untuk pertama kali kepada rakyat Indonesia pada 15 Febuari 1950.
Sumber :
https://kabarkampus.com/2020/01/menyelami-sejarah-lambang-negara-garuda-pancasila/
No comments:
Post a Comment