Lo Kheng Hong (lahir di Jakarta,Indonesia , 20 Februari 1959; umur 61 tahun) adalah seorang investor value Indonesia jenis individu. Lo Kheng Hong sebagai investor saham disebut-sebut sebagai Warren Buffett-nya Indonesia.
Ia berpendapat bahwa menjadi seorang investor saham itu bisa membuat kaya, meskipun dia tidur saja, karena dia punya perusahaan publik yang harga sahamnya selalu meningkat dan menghasilkan laba besar. Pada tahun 2012 ia memiliki aset berupa saham bernilai Rp 2,5 triliun.
Lo Keng Hong semasa kecil merasakan kehidupan yang susah. Rumahnya di Jakarta sempit, hanya selebar empat meter.
Tahun 1979 : mulai kuliah malam jurusan Sastra Inggris di Universitas Nasional, Jakarta sambil tetap bekerja sebagai pegawai tata usaha di PT Overseas Express Bank (OEB).
Tahun 1989 : mulai menjadi investor saham dengan usia sudah tidak muda lagi, 30 tahun, berbeda dengan Warren Buffett yang pertama kali membeli saham pada usia 11 tahun.
Tahun 1990 : pindah bekerja di Bank Ekonomi pada bagian pemasaran.
Tahun 1991 : bekerja di Bank Ekonomi sebagai kepala cabang.
Tahun 1996 : setelah bekerja selama 17 tahun, ia berhenti bekerja di bank dan berkonsentrasi penuh menjadi seorang investor saham.
Hampir setiap hari dari pagi, siang, sore hingga malam ia duduk di taman dekat rumah berisi kamboja dan pohon mangga yang rindang melakukan 3 hal yang ia sebut sebagai RTI, yaitu reading, thinking, dan investing.
Ia membaca 4 koran yang datang ke rumah setiap hari, laporan keuangan perusahaan dan data statistik pasar modal. Ia menggunakan sedikit uang dari investasi di Bursa Efek Indonesia untuk berkeliling dunia di 5 benua. Setidaknya 2 kali dalam setahun ia bepergian ke luar negeri. Ia mengatakan sebagai orang yang bebas, tidak punya bos, tidak punya kantor, tidak punya pelanggan, dan tidak punya karyawan.
Prinsip Investasi
Selalu berusaha hidup hemat. uang yang ia punya ia belikan saham. Mungkin orang lain jika dapat uang akan dikonsumsi, atau ditaruh di deposito. Kebanyakan orang uangnya dikonsumsi, misalnya dibelikan mobil. Sementara, ia adalah orang yang paling anti membeli mobil, karena nilainya turun. Sampai tahun 2014 ia masih pakai mobil yang sudah berusia 10 tahun. Saham yang pertama kali ia beli adalah saham PT. Gajah Surya Multi Finance saat IPO.
Mempelajari investasi saham dari Warren Buffett. Secara otodidak dengan membaca buku-buku tentang investasi Warren Buffett sejumlah koleksi 40 buku Warren Buffett.
Tidak pernah membeli emas. Ia percaya emas tidak produktif. Jika menyimpan emas 1 kg, maka 10 tahun lagi tetap 1 kg.
Tidak membeli dolar. Ia meyakini bahwa orang yang menyimpan dolar umumnya mengharapkan hal yang buruk terjadi, krisis ekonomi, negara tidak stabil, agar rupiah melemah dan dia memperoleh keuntungan.
Tidak menaruh uang dalam jumlah besar di rekening bank. Hanya secukupnya saja. Ia meyakini meyimpan uang di bank itu rugi, karena bunganya kecil.
Prinsip Memilih Saham
Lo Kheng Hong memiliki beberapa prinsip untuk membeli saham, yaitu
Pertama, lihat manajemennya apakah dikelola orang yang jujur, profesional, berintegritas, dan dikagumi.
Kedua, perhatikan usahanya. Di masa depan akan seperti apa bisnis itu?. Kita bisa lihat masa lalunya dalam jangka panjang misalnya 5-10 tahun ke belakang.
Ketiga, cari perusahaan yang labanya besar melalui profit margin dan ROE.
Keempat, pilih perusahaan yang terus bertumbuh dalam jangka panjang.
Kelima, cermati valuasi dari PER (price earning ratio) atau PBV (price to book value), bandingkan dengan kompetitornya. Belilah yang murah. Kesempatan emas untuk membeli saham bagus dengan harga murah tentu saja di tengah kondisi krisis.
Ikuti prinsip Warren Buffett, be greedy when the others are fearful.
Nama investor kawakan Lo Kheng Hong belakangan ramai. Hal itu terjadi setelah fotonya bersama dengan pemilik MNC Group, Hary Tanoesoedibjo sempat viral dan menggegerkan jagat bursa Tanah Air.
Ternyata tak hanya berfoto, Lo Kheng Hong juga membeli saham induk usaha PT Media Nusantara Citra Tbk (NMNC) yang membawahi beberapa media besar grup tersebut seperti RCTI, Inews, MNC TV, hingga media-media Grup MNC lainnya.
Selasa malam (25/8/20) melalui keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia (BEI), akhirnya terungkap berapa harga pembelian pria yang akrab disapa LKH ini di saham Global Mediacom tersebut.
Kisah Lo Kheng Hong: Pernah Cuan Ratusan Kali & Nyangkut Lama
Lo Kheng Hong dikenal sebagai salah satu investor bertipe value investing (berbasis nilai) di BEI dan sukses. Bahkan dia dijuluki Warren Buffet-nya Indonesia karena sudah meraup untung dengan memilih saham-saham dengan fundamental baik dan valuasi yang murah.
Value investor biasanya suka mencari saham-saham yang salah harga, alias kondisi ketika nilai intrinsik saham lebih tinggi daripada nilai pasarnya.
Tercatat LKH melakukan pembelian di saham BMTR sebesar Rp 153,4 miliar dengan rata-rata pembelian BMTR di harga Rp 200,013/unit saham yang disebutkan dibeli dengan tujuan untuk investasi.
Keuntungan LKH yang tentunya masih floating profit pada transaksi ini sendiri apabila menggunakan harga penutupan BMTR Selasa kemarin di harga Rp 310/unit, maka nilai cuan-nya sangat fantastis mencapai Rp 84,3 miliar.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bukan hanya kali ini LKH berhasil mendulang cuan jumbo di pasar modal.
Selain BMTR LKH memiliki kepemilikan besar di atas 5% di dua saham lain yakni PT Pertrosea Tbk (TBK) dan PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS) yang keduanya merupakan anak usaha PT Indika Energy Tbk (INDY).
Untuk saham PTRO, laporan keuangan Maret 2020 PTRO mencatat dia memiliki 150.666.900 saham atau 14,94%, mayoritas masih milik INDY 69,8%.
Apabila menggunakan penutupan perdagangan Rabu kemarin (26/8/20) sebagai acuan di harga Rp 2.000/unit maka porsi nilai saham LKH dengan kepemilikan 150,67 juta saham PTRO mencapai Rp 301,33 miliar. Jangan lupa, harga saham PTRO sempat terendah setahun terakhir di level Rp 1.437-an/saham.
Artinya jika LKH masih pegang setahun terakhir dengan porsi sama yakni 150,67 juta saham maka nilai investasi dia di setahun lalu Rp 217 miliar, berarti cuan Rp 84 miliar. Desember 2018, laporan keuanganPTRO mencatat LKH punya 135.503.000 saham PTRO.
Selanjutnya untuk MBSS sepertinya LKH belum berhasil mendulang cuan di saham ini. Pertama kali dibeli LKH di tahun 2016 di kisaran harga Rp 250/unit, selanjutnya ketika naik pada 2017 dan 2018 silam LKH kembali melakukan pembelian MBSS di kisaran harga Rp 580/unit.
Pada tahun ini sendiri ketika harga saham-saham bertumbangan diserang pandemi virus corona LKH kembali melakukan pembelian average down di saham MBSS.
Apabila menggunakan harga penutupan pasar kemarin, di harga Rp 412/unit maka sepertinya LKH belum bisa cuan di saham ini, kalaupun ada untung mungkin tidak banyak.
Akan tetapi hal yang perlu menjadi catatan tentunya adalah saham-saham di atas hanyalah saham yang kepemilikan Lo Kheng Hong di atas 5% sehingga wajib dilaporkan kepada Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI).
Hal ini menyebabkan saham-saham Lo Kheng Hong yang kepemilikannya di bawah 5% tidak terpantau, seperti rumor yang beredar di kalangan para pelaku pasar bahwa Lo memegang saham INDY dengan nominal cukup besar meskipun tidak mencapai 5%.
Di saham INDY sendiri LKH pernah untung puluhan miliar pula.
Pada tahun 2016 silam LKH dilaporkan pernah mengkoleksi saham INDY di harga Rp 110/ unit kemudian menjualnya kembali di harga Rp 600/unit atau capital gain sebanyak 545%.
Selanjutnya pada 2017 LKH kembali membeli saham INDY di harga Rp 855/unit dan menjualnya kembali pada awal tahun 2018 dengan kisaran keuntungan mencapai Rp 250 miliar dalam waktu kurang dari setahun.
Meskipun akrab dengan saham di sektor pertambangan, karena sektor ini adalah sektor siklus sehingga ketika harga-harga komoditas terkoreksi maka akan ada banyak emiten terkoreksi juga dan menjadi 'salah harga', ternyata cuan ratusan persen LKH pertama kali datang bukan dari sektor pertambangan.
Bahkan sejumlah pemberitaan media pernah menulis bahwa PT United Tractors Tbk (UNTR) adalah tempat LKH mendapatkan cuan gede pertama kalinya. Ketika itu tahun 1998 di mana sedang terjadi krisis moneter global, pasar modal yang kala itu masih bernama Bursa Efek Jakarta sedang anjlok-anjloknya.
Menurut LKH rugi UNTR yang membengkak kala itu hanya dikarenakan kerugian nilai tukar mata uang karena seperti diketahui pada krisis moneter tahun 1998 mata uang rupiah melemah secara gila-gilaan.
LKH beranggapan bahwa ketika kondisi perekonomian sudah membaik maka UNTR yang memiliki tata kelola perusahaan (GCG) yang sehat akan kembali membukukan keuntungan, maka LKH membeli saham UNTR seharga Rp 250/unit.
Benar saja selang 6 tahun LKH menjual saham UNTR di harga Rp 15.000/unit atau profit sebesar 6.000%, transaksi tersebut menyebabkan LKH untung hingga Rp 90 miliar.
Kehebatan LKH memang dikenal karena keberanian dan mentalnyamembeli saham ketika semua orang ketakutan dan menjual sahamnya. Ketika kasus flu burung sedang marak-maraknya, LKH malah berani membeli saham pakan ternak ayam PT Multibreeder Adirama Indonesia (MBAI) yang kini sudah merger dengan PT Japfa Comfeed Tbk (JPFA).
Kala itu penjualan ayam anjlok akibat masyarakat takut mengkonsumsi ayam agar tak tertular flu burung sehingga harga ayam dan saham ayam seperti MBAI anjlok parah.
Waktu itu meskipun valuasi Price to Earning Ratio (PER, rasio harga terhadap laba) MBAI berada di bawah angka 1 kali tetapi saja investor tidak berani membeli saham ini. Catatan biasanya saham dianggap sudah murah apabila memiliki PER di bawah 10, apalagi di bawah 1.
Akan tetap flu burung tak mampu menyurutkan niat LKH untuk membeli saham ini, pada tahun 2005 LKH mengkoleksi saham ini di harga Rp 250/unit, 6 tahun kemudian setelah kasus flu burung sudah mereda LKH menjual saham MBAI di harga Rp 31.500, yakni capital gain sebesar 12.600% dan mengantongi cuan sebanyak RP 193 miliar.
Sebenarnya perjalanan LKH di saham tidak selalu mulus, dirinya pernah 'nyangkut' di saham sejuta umat PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Kala itu pada 2012 di harga Rp 1.000/unit, akan tetapi ternyata harga BUMI terus turun hingga menyentuh titik terendahnya di level Rp 50/unit alias gocap karena harga batu bara yang terus anjlok dan isu utang BUMI yang menggunung.
Tidak putus asa, LKH terus membeli saham BUMI dan melakukan average down, meskipun saham bumi tidur di gocap selama lebih dari setahun, LKH berani membeli saham BUMI sebab menurutnya cadangan batu bara perusahaan ini sangatlah besar sehingga tidak wajar apabila dihargai gocap.
Akhirnya ketika harga BUMI kembali naik sampai ke level Rp 500/unit, LKH mampu keluar dari saham BUMI dengan membawa keuntungan.
Begitulah kisah investasi sedih dan senang LKH di pasar modal Indonesia, tentunya hal yang bisa dipelajari adalah tingkat kesabaran LKH dan kekuatan mental untuk tidak cut loss dan tetap percaya terhadap analisisnya sendiri.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Lo_Kheng_Hong
https://www.cnbcindonesia.com/market/20200826160227-17-182184/kisah-lo-kheng-hong-pernah-cuan-ratusan-kali-nyangkut-lama
No comments:
Post a Comment