THE CEO WHO FAILED TO UNDERSTAND THE MILLENNIALS
Cerita nyata ini diceritakan oleh seorang talent ke saya. Suatu saat ada seorang CEO di sebuah perusahaan terkenal di Indonesia sedang menyampaikan speech tentang perkembangan bisnis dan challenge yang perusahaan akan hadapi tahun depan.
Saat itu ada seorang millennial yang sedang asyik mengetik di SmartPhone.
Sang CEO pun murka,”Heyyyy! Siapa kamu? CEO sedang speech kok kamu malah ngetik di SmartPhone!!! Tidak sopan!!!”
Sang millennial menjawab,”Saya pikir yang Bapak sampaikan itu keren banget pak. Langsung saya sampaikan di Twitter saya. Langsung ada ratusan yang follow. Dan banyak yang bilang ke saya di sana. Katanya CEO saya keren dan inspiring banget pak. Saya pikir hal-hal begini harus saya sampaikan ke banyak orang Pak. Do you want me to stop?”
(Dia mengatakan itu sambil menunjukkan smartphone ya yang layarnya memang menunjukan Twitternya).
CEO itu pun merasa tertampar, karena telah berprasangka buruk kepada anak millennial itu. Dan suasana itu menggambarkan banyak situasi yang terjadi saat ini. Di mana banyak sekali generasi “tua” gagal memahami perilaku generasi millennial dan menilai mereka sebagai tidak sopan. Padahal sebenarnya memang communication dan personality style yang berbeda.
Situasi di mana mereka dicap sebagai bosenan padahal memang mereke perlu tantangan yang berbeda setiap saat ).
Hal ini sama persis seperti anak lulusan universitas ternama yang baru saja di bully oleh masyarakat karena menolak tawaran gaji 8 juta. Bahkan di sebuah social media ada yang komentar,”Jaman sekarang lu yang butuh perusahaan, bukan perusahaan yang butuh lu!” Well, not necessarily. Saya pernah mengenal seorang yang baru lulus S-1 dan mendapatkan empat tawaran kerja (di empat perusahaan yang berbeda), yang gajinya belasan juta rupiah per bulan.
Ada posisi seperti itu (biasanya Management Trainee di perusahaan besar), dan ada millennial seperti itu (yang punya empat tawaran kerja yang bagus itu).
Jadi sebelum kita menghakimi, mem-blaim dan mengkritik di social media, ada baiknya kita mengenal karakter mereka terlebih dahulu, jangan seperti CEO di atas (yang mempermalukan dirinya sendiri).
They are different. Mereka berbeda, dan jangan pernah membandingkan mereka dengan generasi sebelumnya. Jangan pernah membandingkan mereka dengan generasi jadul yang mau melakukan pekerjaan yang sama bertahun-tahun.
Jangan menyamakan mereka dengan orang-orang tekun yang mau dibayar murah untuk mengerjakan pekerjaan yang membosankan.
Mereka kreatif, mereka cerdas , dan mereka merasa mereka berhak mendapatkan penghargaan yang lebih keras karena mereka bekerja keras dengan cerdas.
Di masa depan, customer anda adalah generasi millennial. Berarti anda harus mengenal mereka agar anda mengerti bagaimana product-product anda mampu menarik perhatian mereka.
Di masa depan (sebentar lagi), talent-talent anda dan leader-leader anda adalah generasi millenial. Kalau anda gagal mengerti mereka, mereka tidak akan mau join perusahaan anda.
Ingat, mereka punya pilihan, dan kalau anda tidak mampu memahami mereka,
mereka akan lebih memilih untuk join perusahaan lain, (anda mungkin hanya akan
mendapatkan yang kelas 2 atau kelas 3 secara quality), dan kalau yang terbaik akan join perusahaan saingan anda, anda malah repot nantinya.
Dan inilah mengapa semua leader, bukan hanya CEO, tapi semua team leader harus benar benar mampu mengerti dan menginspirasi Millennial.
“Tetapi millennial itu kutu loncat pak, mereka pindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain setiap tahun!”, keluh seorang peserta di seminar saya.
Keluhan itu justru menunjukkan bahwa anda tidak mengenal mereka. Karena kalau anda mampu mengenal mereka dan menginspirasi mereka, mereka akan menjadi karyawan yang paling loyal, berprestasi maximal dan berpotensi menjadi leader. Mereka loncat karena anda yang tidak mampu menginspirasi mereka.
Pertanyaannya ,”Apakah anda mampu menginspirasi mereka?” Dan menginspirasi mereka dimulai dengan mengenal mereka?
Anak saya yang kedua bernama Nadia. Hobbynya naik kuda di Sentul. Kudanya besar banget, hitam legam dan sangat kuat. Saya tahu kuda itu bisa berlari cepat sekali.
Tetapi saya tahu bahwa kuda itu juga bisa melemparkan tubuh mungil Nadia dan Nadia akan jatuh kesakitan. Tetapi somehow, Nadia mampu mengendalikan kuda itu.
Saya bertanya ke Nadia,”How do you do it?”
Nadia bilang,”Trainer saya mengajari saya bahwa saya harus breath and behave like the horse”
Nadia harus bernafas dan berperilaku seperti kuda! Maksudnya apa? Kalau Nadia ketemu kuda itu, Nadia harus mengerti apakah kudanya sedang marah, sedang happy, sedang sedih atau apa.
Kalau kudanya masih marah Nadia akan berdiri di sampingnya, dan berbicara dengan kuda, dan menunggu saat yang tepat untuk naik kuda itu Kalau kudanya sedih, Nadia akan menghiburnya. Kalau kudanya lagi happy, Nadia akan mengajaknya bermain.
Saya bertanya,”But how do you understand their feeling?” Nadia menjawab,”Because I spend a lot of time with them, now I understand them.” Voila!
Pertanyaan saya ke anda...
⁃ Apakah anda mengenal talent-talent millenial anda?
⁃ Seberapa banyak anda menghabiskan waktu bersama mereka?
Banyak sekali leader yang bilang ke saya,”People is our No.1 asset. People development is my priority”
Terus saya bertanya,”Tunjukkan ke saya jadwal meeting anda. Tunjukkan ke saya berapa jam seminggu yang anda habiskan untuk mengelola Asset No.1 anda? Tunjukkan berapa jam anda habiskan untuk mengerjakan priority anda?”
Dan mereka tersenyum malu.
Saya sangat mengerti bahwa kita harus mengembangkan generasi millennial. Karena potensi mereka yang hebat (smart, fast and digitally connected). Tetapi juga kita harus mengenali karakter mereka yang harus kita kembangkan (communication style, kesabaran, dan teamworking).
Tetapi bagaimana anda akan mengembangkan mereka kalau anda tidak mengenal mereka?
Lakukan beberapa hal di bawah ini ...
a) SPEND TIME WITH THEM
Habiskan waktu bersama mereka. Ikuti gaya dan style mereka. Hang-out dan ngopi bersama mereka. Ikut pergi ke tempat yang mereka suka. Coba baca dan cari informasi yang menarik bagi mereka. Ini akan berguna untuk membuka dan mencairkan pembicaraan,
You did it for your customer, why you would not do it for your talents?
b) LISTEN TO THEM
Pada saat anda bertemu dengan mereka, wajar sekali bila mereka ingin mendengarkan pengalaman anda, dan anda juga ingin sharing pengalaman anda, wajar, anda kan lebih senior. But this is not the objective. The objective is so you can listen and understand them. Maka cobalah untuk menanyakan beberapa pertanyaan seperti;
“Hobby anda apa?”
“Apa mimpi atau cita-cita yang ingin anda capai dalan hidup”
“Sebenarnya anda paling suka pekerjaan dengan nature seperti apa?”
Mulailah dengan pertanyaan seperti itu dan lanjutkan dengan pertanyaan lain.
Fokuslah pada beberapa sharing anda tapi kemhdian anda harus lebih banyak mendengarkan mereka.
c) UNDERSTAND THEM
Next step, catatlah dan tariklah benang merah dari apa yang anda dengarkan.
Dan buatlah analisa dan kesimpulan:
⁃ apakah sebenarnya yang penting bagi mereka
⁃ apakah yang menjadi mimpi dan cita-cita mereka
⁃ suasana kerja seperti apa yang mereka inginkan
⁃ apa yang mereka ingin banggakan kepada teman-teman mereka?
d) HELP THEM
Setelah anda mengerti cita-cita dan impian mereka, bantulah mereka untuk mewujudkannya.
⁃ Pinjemin buku anda
⁃ Kirimkan mereka ke training-training yang akan membuat mereka berkembang
⁃ Coaching mereka
⁃ Kenalkan pada teman-teman anda: Bantu mereka mengembangkan network mereka
⁃ Berikan mereka project dan assignmeng yang membuat mereka berkembang, dan bukan hanya pekerjaan rutin yang memang harus dikerjakan setiap hari
e) WORK WITH THEM
Bekerjalah bersama mereka. Artinya kalau lagi bekerja dengan mereka anggaplah mereka sebagai kolega yang selevel, dan mintalah pendapat mereka juga. Jangan sampai
mereka hanya disuruh-suruh.
Ingat, they are smart, fast and digitally connected. Berarti mereka punya banyak ide-ide baru, berdasarkan pengetahuan yang mereka dapatkan dari digital world. Get their ideas, use and experiment their ideas.
f) LEARN FROM THEM
Kita kan juga perlu untuk meningkatkan dan mengupdate kemampuan kita kan? Padahal mungkin saja millenial itu lebih mengerti dan lebih update tentang:
⁃ Fintech
⁃ Digital marketing
⁃ Data analytic
⁃ Artificial Intelligences
⁃ Cognitive flexibility
⁃ Gamification
⁃ ...etc
Ada baiknya kita bisa belajar dari mereka. Konsepnya berubah dari mentoring menjadi reverse-mentoring (yang tua belajar dari yang muda), atau bahkan lebih baik lagi mutual-mentoring (saling belakar antara generasi yang lebih senior dengan generasi millennial).
Jadi ingat ya, untuk menarik generasi millennial, mengembangkan mereka dan membuat mereka loyal di perusahaan anda, lakukan beberapa hal ini:
* Spend time with them
* Listen to them
* Understand them
* Help them
* Work with them
* Learn from them
Because in the end of the day, you need go understand them before you can INSPIRE them.
Salam Hangat
Pambudi Sunarsihanto
Monday, August 5, 2019
The Ceo Who Failed To Understand The Millennials
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Teknik Motivasi Douglas McGregor: Teori X, Y, dan Z Teori X dan Teori Y adalah teori motivasi manusia diciptakan dan dikembangkan oleh ...
-
Apakah Benar Seimbang Selalu Lebih Baik? Mengejar keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan atau akrab disebut work-life balance secara te...
-
Pendidikan Tinggi: Kunci Menuju Indonesia Emas 2045. Pendidikan tinggi di Indonesia, yang selama ini dianggap sebagai kebutuhan tersier, tid...
-
Di setiap pembinaan ke mitra-mitra, panjang-lebar penjelasan yang saya berikan dan salah satunya tentang pergaulan dan lingkungan. Istilah l...
-
1.Yakinkan Diri Mulai saat ini kuatkan keyakinan pada diri anda bahwa saat ini anda berada di kampus terfavorit dan berada pada jurusan ...
No comments:
Post a Comment