Daud vs Goliat – Jangan Remehkan si Kecil
September 22, 2016
Pernah mendengar kisah tentang David melawan raksasa Goliath? Kisah ini menggelitik Malcolm Gladwell untuk meneliti mengapa David yang kecil sanggup mengalahkan Goliath yang bertubuh raksasa?
Goliath adalah raksasa bertubuh tinggi besar. Tingginya 2 meter lebih, berbaju zirah dari metal, mengenakan helm dan membawa tombak dan pedang di pinggang. Sementara itu David hanyalah seorang gembala. Ia hanya memiliki sebuah ketapel. Namun dengan ketapel itu ia melontarkan batu yang kemudian menembus kepala sang raksasa hingga membuatnya tumbang.
Pesan moral dalam cerita? Orang yang tidak masuk hitungan (diunggulkan) kadang malah bisa jadi pemenang. Fenomena menarik ini diulas di buku berjudul David & Goliat karya Malcolm Gladwell. Ia memberi banyak bukti mengapa ‘si raksasa’ punya banyak kelemahan, dan bagaimana ‘si underdog’ bisa menang dengan memanfaatkan kelebihannya. Gadwell punya 3 teori untuk itu.
Teori “Manfaat dari Keadaan yang tidak Menguntungkan”
Vivek Ranadine adalah seorang computer programmer yang kemudian melatih basket tim putri yunior di Sillicon Valley, Callifornia. Ia bukan atlet atau pelatih basket.
Tim putrinya sering dicemooh karena tidak piawai mendribel bola. Vivek pun tak luput dari cemoohan. Tapi justru disinilah letak keuntungannya. Mereka tidak perlu menjaga gengsi. Ketika kalah, tak ada beban mental berlebihan. Vivek pun bebas menjajal strategi-strategi yang tidak pernah terpikirkan orang lain, hingga melalui cara-cara unik ia mampu mengantarkan tim nya menang.
Teori “Kekurangan yang Menguntungkan”
David Boeis, seorang dengan dyslexia*, bisa menjadi pengacara sukses justru karena kelemahannya ini.
Masa sekolahnya terasa sangat menyiksa karena ia kesulitan membaca sehingga sering dianggap dungu. Selama kuliah situasi membaik. Saat teman-temannya sibuk mencatat, Boeis hanya mendengarkan dosennya dengan saksama dan mengingatnya. Setelah beberapa tahun, Boeis memiliki kemampuan mendengar yang luar biasa efektif, yang merupakan modal sangat berharga bagi pengacra.
Dyslexia adalah gangguan dalam perkembangan kemampuan baca-tulis. Umumnya terjadi pada anak menginjak usia 7 – 8 tahun. Ditandai dengan kesulitan belajar membaca dengan lancar dan kesulitan memahami.
Teori “Batas – Batas Kemampuan”
Ketika ‘kepepet’ orang bisa berbuat luar biasa bahkan berdampak besar bagi banyak orang. Kisah Anthony Soehartono mewakili fenomena ini. Saat masih SMP usaha orang tuanya bangkrut. Hal inilah yang mendorongnya mendirikan perusahaan sejak masih di bangku SMA.
Pengalaman bisnis dan kematangan pribadi yang dibentuk karena kondisi ‘kepepet’ ini telah mengantar Anthony memenangkan XL CEO Challenge Competition bahkan disaat ia belum lulus kuliah. Ketika yang lain sibuk mencari pekerjaan di berbagai perusahaan, Anthony malah bingung mau menerima tawaran kerja di perusahaan telekomunikasi raksasa, melanjutkan bisnisnya yang makin berkembang, atau melanjutkan studi keluar negeri dengan biaya sendiri.
Banyak tokoh sukses muncul dari kalangan yang tidak diunggulkan. Kini melalui program beasiswa Bidik Misi, akan lahir ribuan sarjana bermental tangguh. Beasiswa bagi kalangan tidak mampu ini diharapkan bisa memunculkan berbagai potensi dari kalangan ‘underdog’. Tidak, kalau kamu merasa dipandang sebelah mata oleh kebanyak orang, baca lagi ketiga teori diatas. Ada banyak cara untuk menang. Bagi yang sudah merasa ‘di atas angin’ karena punya banyak keunggulan atau keberuntungan disarankan untuk belajar dari kisah Goliath. Keadaan bisa berbalik. Kamu sendiri yang menentukan, apakah ingin menjadi Goliath, atau memilih menjadi David.
Sumber:
Jurusanku Infoletter vol. 04, halaman 66-69
http://jurusanku.com/id/daud/
Apa Itu Underdog Mentality dalam Psikologi? Ini Jawabannya
3 November 2023 23:42 WIB
Dalam psikologi, underdog mentality adalah sifat pantang menyerah walaupun selalu diremehkan dan dipandang rendah oleh orang-orang. Mental ini sendiri memang harus dimiliki oleh setiap manusia.
Dengan memiliki mental underdog, seseorang dapat terus maju, percaya diri, dan yakin dalam menggapai tujuan walaupun dianggap remeh dari berbagai arah. Bagaimana cara mendapatkannya? Simak di sini.
Underdog Mentality dalam Psikologi
Dilansir dari situs Medium, underdog adalah sebutan untuk orang yang dianggap akan mengalami kekalahan, namun ternyata dialah yang akan mendapatkan dan membawa kemenangan.
Umumnya, mereka yang dianggap underdog akan selalu diremehkan oleh orang lain. Tetapi, hal ini dapat dengan mudah dilawan sehingga mereka berhasil mencapai tujuan tersebut.
Jika dilihat dari penjelasan singkat di atas, underdog mentality adalah keberanian seseorang dalam mencapai suatu tujuan di mana ia selalu diremehkan, namun tetap berjuang dan tidak mudah menyerah.
Mereka yang memiliki mental underdog umumnya akan sulit untuk dijatuhkan. Selain itu, para underdog tidak akan pernah peduli dengan omongan orang-0rang yang selalu meremehkan mereka.
Satu hal yang menjadi fokus pemilik mental underdog adalah berhasil dalam mencapai tujuan utama walaupun tujuan tersebut telah membuat mereka dihina, direndahkan, dan diremehkan.
Cara Mendapatkan Underdog Mentality
Lalu, bagaimana cara untuk mendapatkan mental underdog? Berikut ini penjelasannya.
1. Selalu Percaya Diri
Salah satu cara untuk mendapatkan mental underdog adalah selalu percaya diri dan yakin pada diri sendiri. Umumnya, para underdog akan selalu percaya bahwa mereka dapat mencapai suatu hal yang mustahil untuk diraih.
Dengan percaya diri, seseorang dapat mencapai tujuan yang ingin diraih tanpa perlu takut gagal dan diremehkan orang lain.
2. Selalu Bersyukur
Mereka yang memiliki mental underdog adalah orang yang selalu bersyukur walaupun telah diremehkan dan direndahkan. Pasalnya, tujuan utama mereka bukanlah mendapatkan pujian, tetapi keberhasilan.
\3. Tekun
Kunci penting untuk mendapatkan mental underdog adalah tekun. Dengan ketekunan, seseorang dapat mengatasi segala hambatan yang terjadi saat ingin mencapai suatu tujuan.
Itulah dia penjelasan singkat mengenai underdog mentality dan cara untuk mendapatkannya. Jika diremehkan dan direndahkan oleh orang lain, tidak ada salahnya untuk menganggap hal tersebut sebagai proses pertumbuhan.
Sumber :
https://kumparan.com/info-psikologi/apa-itu-underdog-mentality-dalam-psikologi-ini-jawabannya-21VVjHGFNqU/full
Menjadi “Underdog” Itu Menyenangkan
Aug 25, 2020
Pernah gak kalian mendengar kata “Underdog”?
Kalau dibikin satu kalimat:
“Underdog adalah sebutan bagi orang yang DISANGKA akan mengalami kekalahan, tapi pada akhirnya, dialah yang mendapatkan kemenangan.”
Nah biasanya, seorang “Underdog” awalnya sering Diremehkan oleh orang lain, tapi setelah mereka sukses/berhasil, orang lain yang meremehkannya terdiam.
Pernah gak kamu dianggap remeh sama orang lain atau dibilang: “Ah, kamu mah GAK AKAN BISA ngelakuin itu!!” atau “Kamu GAK AKAN BISA sukses kalau nilai kamu jelek!”
Kalau pernah, dan itu membuat kamu jadi nge-down atau sakit hati, silahkan baca lebih lanjut:
Beberapa “Underdog” Terkenal
Sebelum aku menyebutkan nama-namanya, aku harap kamu bisa meluangkan waktu 7 menit saja untuk menonton video “Don’t Waste 2020 by Prince Ea” di bawah ini:
Yap! Kamu bisa bayangkan:
Seorang Walt Disney dianggap tidak memiliki imajinasi/ide original oleh atasannya saat dia bekerja diperusahaan koran. Hingga pada akhirnya Ia dipecat dari perusahaan dia bekerja.
Seorang Lady Gaga pernah dibilang oleh pelatihnya bahwa suara dia terlalu pecah untuk menjadi penyanyi hebat/terkenal (Karena pada jaman itu, penyanyi perempuan yang terkenal hanyalah penyanyi bersuara lembut).
Bahkan seorang Beethoven yang telah menjadi composer hebat sepanjang sejarah, ternyata pernah dibilang oleh gurunya bahwa usahanya akan sia-sia dan tidak akan bisa menjadi seorang composer.
Lalu, apakah mereka Berhenti berjuang saat para ahli menyuruh mereka untuk berhenti?
Jawabannya Jelas Tidak. Karena kalau mereka berhenti, nama mereka tidak akan dikenal oleh banyak orang hari ini.
Membuka Rahasia Sukses
Seseorang yang terlihat “sukses” atau terlihat “jago” saat mereka melakukan sesuatu, pasti orang lain menganggap bahwa “Mereka emang punya Bakat, jadi wajar kalau jago” atau “Mereka emang Pinter, jadi wajar kalau juara”.
Tapi sebenarnya, itu tidaklah benar. Mungkin, untuk beberapa orang iya. Tapi itu hanya 1% dari berjuta-juta umat manusia di seluruh dunia.
Mari kita pahami gambar ini:
Success is an Iceberg (Source: https://ithemes.com)
Yap! Sukses itu seperti Gunung Es, yang mana biasanya kita lihat adalah PERMUKAANNYA. Tapi sebenarnya, dibalik itu semua, BANYAK PENGORBANAN dan USAHA yang telah dilakukan untuk mencapai kesuksesan itu.
Dari beberapa “Underdog” yang telah disebutkan di video sebelumnya, dari gambar gunung es ini, itu hanyalah SATU hal dari sekian banyak pengorbanan yang dilalui, yaitu DISAPPOINTMENT (alias Kekecewaan).
Gimana gak kecewa? Kita berguru kepada orang yang lebih jago/ahli atau bahkan yang telah menginspirasi kita. Namun, yang kita dapatkan adalah Kritikan Pedas (alias tidak membangun). Itu bisa saja malah membuat kita hancur dan ingin menyerah saat kita mendengarnya.
Lalu, Bagaimana Cara Melewatinya?
Jawabannya adalah TUTUP TELINGA, HINDARI ARGUMEN, TETAP BERJUANG. (Ini untuk konteks mengejar mimpi ya).
Untuk yang bingung kenapa harus melakukan itu? Ini penjelasannya :
Tutup Telinga: Tentu kita harus menghargai orang-orang yang memberikan saran/pendapatnya ke kita. Apalagi kalau tujuannya positif dan membangun, itu mah terima aja. Tapi, kalo mereka memberikan pendapat NEGATIF (seperti Ngomel/Kritik yang tidak membangun), itu hanya bisa membuat kamu sakit hati dan menyerah. Jadi, lebih baik tutup telinga (secara mental, jangan tutup telinga beneran di depan mereka).
Hindari Argumen: Sebenernya, ini pernah aku bahas di blog aku sebelumnya. Jadi, bisa dibaca disini. Tapi, untuk singkatnya, maksud dari hindari argumen adalah untuk MENGHEMAT ENERGI dan WAKTU. Ibaratnya, dalam 1 hari ada 24 jam, dan kamu punya waktu aktif 18 jam (karena 8 jam nya kamu tidur). Lalu, kamu sekolah/kuliah/kerja selama 9 jam dalam sehari, belum perjalanan 2 jam, jadi sisa 7 jam. Disini kamu bisa memilih antara menggunakan sisa waktumu untuk mengasah skill, atau meladeni teman/orang lain yang mengkritik kamu. Kalau kamu misalnya menggunakan waktu sisa 7 jam itu untuk “Meladeni” Perdebatan itu, sia-sia lah waktu dan energi kamu itu. Jadi, lebih baik “Iya-iyain” aja (toh yang capek mereka kok, bukan kamu HAHA).
Tetap Berjuang: Ini sih sudah jelas kayaknya. Intinya, HARUS KONSISTEN berjuang. Jangan setengah-setengah kalau kamu mau mengejar sesuatu. Kalaupun kamu dibilang “Gak Normal” atau “Gak Waras” atau bahkan “Gila”, cuek aja dan tetep lakukan apa yang kamu ingin lakukan. Ingat, Thomas Alva Edison aja dianggap gila karena punya mimpi bisa menemukan lampu. Bahkan dia gagal 1000 kali!! Gimana gak makin dijelek-jelekin sama orang lain? Intinya, JANGAN PERNAH BERHENTI BERJUANG.
Sumber :
https://medium.com/point-of-you/menjadi-underdog-itu-menyenangkan-607d2bf00f21
Berpikirlah sebagai 'Underdog'
7 Jun 2021 | 14:00 WIB
Lahir di tengah keluarga akuntan memaksa Abraham Viktor menjalani pendidikan sesuai dengan keinginan kedua orang tuanya. Namun, di tengah jalan, pria yang akrab disapa Bram ini mulai menyadari jalan hidupnya dan muncul keinginan untuk menjadi pengusaha.
Jalan berliku pun dia tempuh untuk merintis karier sebagai pengusaha dengan membangun perusahaan di berbagai bidang. Hingga akhirnya, Bram memutuskan untuk mendirikan PT Modular Kuliner Indonesia (Hangry), perusahaan rintisan berbasis teknologi (startup) kuliner multibrand pertama di Indonesia. Bram mulai mengibarkan bendera bisnis kuliner itu bersama dua temannya, Andreas Resha dan Robin Tan, pada September 2019.
Bram menghadirkan empat brand in-house yang terdiri atas tiga brand makanan, yaitu Moon Chicken (ayam goreng ala Korea), San Gyu (masakan otentik Jepang), dan Ayam Koplo (ayam geprek dan berbagai hidangan ayam). Ia juga merilis brand minuman, Kopi Dari Pada.
Meski hadir dalam kondisi pandemi Covid-19, Hangry menuai sukses. Hanya dalam tempo setahun, Hangry berhasil mencetak penjualan 17-18 ribu porsi setiap harinya. Bahkan, dengan empat brand yang dimilikinya, Bram mampu menambah gerai (outlet).
Apa kunci sukses Bram selaku chief executive officer (CEO) Hangry? Ternyata dalam merinstis, membangun, dan menjalankan bisnisnya, Bram selalu menjunjung prinsip underdog mindset atau pola pikir sebagai pihak yang tidak diunggulkan. Prinsip itu pula yang dia bagikan kepada timnya dalam membangun dan menjalankan Hangry.
“Dengan underdog mindset, kami akan terdorong untuk terus berusaha lebih keras, tidak mudah merasa puas, selalu berinovasi, dan terus mencari yang berbeda dari yang lain,” tutur Bram.
Pada awal berdirinya, Hangry hanya punya satu outlet. Setelah satu tahun beroperasi, Hangry punya 41 outlet di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) serta Bandung.
Hangry mengawali distribusi penjualan makanan dan minuman melalui layanan pesan antar GoFood dan GrabFood hingga berhasil memperluas layanan dengan mengeluarkan aplikasi Hangry App pada pertengahan 2020.
Lewat aplikasi tersebut, aktivitas bisnis Hangry melalui layanan berbasis pesan antar melesat lebih dari 2.000% sejak awal 2020. Itu ditunjukkan oleh penjualan produk kuliner Hangry yang terus meningkat hingga mencapai 22 kali lipat dari Januari 2020 ke Desember 2020. Hingga saat ini, Hangry memperkerjakan lebih dari 1.000 karyawan.
Terakhir, Hangry meraih pendanaan Seri A sebesar US$ 13 juta atau setara Rp 188 miliar dari sejumlah investor yang dipimpin Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi Atlas Pacific Capital, SALT Ventures, dan Heyokha Brothers.
Dengan pendanaan terbaru tersebut, Hangry menargetkan ekspansi nasional pada 2021, yaitu menambahkan outlet dan mengembangkan restoran dine-in.
Bram pun tidak hanya akan membidik ekspansi di dalam negeri, tapi juga pasar internasional. Sebab, visinya akan membawa Hangry menjadi salah satu pemain food and beverages (F&B) ke kancah global.
Lalu bagaimanakah perjalanan hidup pria yang masih berusia di bawah usia 30 tahun tersebut dalam menakhodai Hangry agar visinya terwujud? Berikut penuturan lengkapnya kepada wartawati Investor Daily, Indah Handayani di Jakarta, baru-baru ini.
Bagaimana perjalanan Anda hingga akhirnya memutuskan menjadi pengusaha di usia muda?
Menjadi pengusaha bukan impian yang saya cita-citakan. Keinginan menjadi pengusaha lahir ketika saya tersadar bahwa bangku kuliah yang saya tempuh, yaitu akuntansi, bukan jalan saya.
Jurusan tersebut merupakan pilihan orang tua. Apalagi seluruh keluarga adalah akuntan. Ditambah lagi, nilai akademis saya tidak memuaskan sehingga bisa dibilang tidak memungkinkan untuk dijadikan modal melamar pekerjaan di perusahaan bonafide.
Saya akhirnya nekat, tanpa pengalaman yang cukup, menjadi pengusaha ketika masih duduk di semester akhir kuliah. Saya membangun perusahaan selai Sarikaya Medan bersama teman saya. Ini perusahaan pertama, tapi nekatnya luar biasa.
Target saya ingin langsung menjadi pengusaha besar. Caranya, saya mengirimkan sampel produk ke perusahaan roti, Sari Roti. Ternyata, sampel tersebut sangat diminati Sari Roti. Karena itu, pihak Sari Roti ingin melihat dan inspeksi kesiapan pabrik dalam produksinya.
Celakanya, saat itu, kami belum punya pabrik karena produksinya masih terbatas. Untuk memenuhi syarat ini, saya menghubungi kerabat yang memiliki fasilitas produksi dan mengajaknya bekerja sama. Ketika didatangi pihak Sari Roti dan dinilai, ternyata kami tidak masuk seluruh kualifikasinya. Semua gagal total.
Kegagalan itu memaksa saya menguburkan keinginan menjadi pengusaha dan melanjutkan pendidikan hingga akhirnya lulus. Layaknya fresh graduate, saya pun mencari pekerjaan hingga akhirnya bekerja profesional di sebuah perusahaan jasa keuangan, Nomura.
Tetapi keinginan menjadi pengusaha kembali mengusik. Kali ini, keinginan saya semakin kuat kuat karena didukung pengalaman yang telah digali selama bekerja di perusahaan jasa keuangan. Akhirnya saya mendirikan perusahaan berbasis pinjaman yang mengkhususkan pernikahan.
Tak disangka, perusahan itu membawa saya bergabung dengan Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI) untuk mengikuti program inkubasi yang diadakan Ciputra. Bukan hal mudah untuk mengikuti program ini. Namun, saya berhasil lolos dan menjadi satu dari 12 tim yang mengikuti program tersebut, bahkan menjadi tim teratas yang dipilih. Saat itu, saya memilih William Tanuwijaya, pengusaha Indonesia yang juga pendiri Tokopedia, sebagai mentor.
Setelah sebulan mementori saya, secara mengejutkan William malah sangat tertarik dan menawarkan diri menjadi investor pertama perusahaan saya. Akhirnya, saya pun sepakat dan perusahaan yang tadinya bergerak di bidang pinjaman untuk pernikahan berubah ke pinjaman untuk para pedagang online dengan nama Taralite. Perusahaan tersebut mendulang sukses dan berhasil memimpin pangsa pasar pada 2018.
Kesuksesan Taralite terus berlanjut hingga akhirnya diakuisisi oleh OVO pada akhir 2018. Otomatis saya pun bergabung dengan OVO. Namun, tak lama berselang, jiwa sebagai pengusaha kembali bergejolak dan memanggil saya untuk membangun perusahaan baru.
Panggilan ini seperti panggilan Tuhan yang mengingatkan saya untuk kembali menjadi pengusaha agar bisa lebih bermanfaat bagi sesama. Karena itu, pada pertengahan 2019, saya memutuskan keluar dari OVO serta membangun perusahaan baru dan menjadi pengusaha lagi, yaitu Hangry.
Apa yang mendorong Anda masuk ke bisnis kuliner?
Setelah keluar dari OVO, saya mulai melirik-lirik bisnis apa yang akan dijalankan ke depan. Akhirnya saya melirik bisnis food and beverages (F&B). Selain saya memang foodie atau hobi makanan, bisnis ini terinspirasi oleh restoran Tiongkok, Hai Di Lao, yang menjual steamboat, namun mampu meraup omzet US$ 2 miliar setahun. Bahkan, perusahaan itu berhasil melangsungkan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham di Tiongkok.
Perusahaan F&B dunia lainnya pun banyak yang sukses dan memiliki nilai kapitalisasi sangat besar. Hal ini membuka mata saya bahwa industri ini sangat besar dan peluangnya pun masih sangat besar. Apalagi para pemain F&B global saat ini merupakan pemain lama atau kelahiran 1950-an.
Belakangan ini, hampir tidak ada lagi pemain F&B baru yang lahir. Di sini, saya melihat ada peluang dan berusaha mengambil kesempatan ini untuk bisa menjadi F&B global dari Indonesia. Untuk itu, saya memiliki visi mampu membawa Hangry ke kancah global.
Kenapa memilih nama Hangry?
Nama Hangry berasal dari kata hungry atau lapar dan angry atau marah. Artinya, ini mengingatkan kami untuk bisa menyajikan makanan yang cepat dan enak. Dua hal ini merupakan hal penting dalam bisnis F&B.
Kiat sukses Anda?
Terus terang, saya juga masih belajar menjadi pengusaha dan CEO. Saya belum memiliki pengalaman yang banyak seperti CEO atau pengusaha lainnya. Tapi, dari pengalaman yang saya telah lalui sebelumnya, ada hal penting yang harus dimiliki CEO, yaitu clarity atau kejelasan, terutama dalam dua hal.
Pertama, tujuan atau arah, mau dibawa ke mana perusahaan tersebut. Ini sangat penting karena seorang pemimpin pastinya harus tahu akan dibawa ke mana perusahaan yang dipimpinnya. Misalnya, di Hangry, tujuan saya sangat jelas, yaitu menjadi bagian kehidupan masyarakat global. Artinya, saya ingin membawa perusahaan ini menjadi salah satu pemain global.
Kedua, clarity dalam value (nilai). Artinya, pemimpin sangat paham mengenai DNA atau karakteristik perusahaan tersebut. Jika tidak, tentunya perusahaan akan terombang-ambing dan akan sangat sulit menggapai goal-nya.
Berdasarkan pengalaman saya, kebanyakan yang terjadi pada CEO muda, mereka sering kali terpengaruh dan akhirnya perusahaan tidak sesuai dengan value yang ditetapkan.
Dengan clarity kedua hal ini, tentu saja arah kepemimpinan sebuah perusahaan akan menjadi mudah dibaca arahnya dan dipahami oleh anggota tim lainnya, sehingga dapat secara mudah menguatkan kerja sama tim.
Filosofi Anda sebagai CEO?
Pertama, yang terpenting adalah customer obsession atau obsesi palanggan. Ini sangat penting bagi kami. Kami selalu mengikuti tanggapan pelanggan satu per satu. Tak jarang tanggapan pelanggan pun saya tanggapi langsung. Komentar pelanggan menjadi masukan berharga bagi kami. Semua keputusan pun harus merujuk hal ini.
Kedua, underdog mindset. Dengan prinsip in, kami akan terus berusaha menjadi lebih baik, terus berusaha lebih keras, tidak mudah merasa puas, selalu berinovasi, dan terus mencari yang berbeda dengan yang lain.
Dengan demikian, kami bisa terus menunjukkan hasil, kinerja, dan inovasi yang terbagus. Lalu yang terpenting adalah terus memberikan yang terbaik kepada pelanggan. Ini menjadi modal utama sebuah perusahaan untuk berkembang. Bila tidak memiliki mindset ini, kami akan berhenti untuk berinovasi dan akhirnya kalah dalam persaingan bisnis.
Bahkan, kemenangaan yang telah berhasil diraih akan raib begitu saja. Ini saya pelajari dari persoalan Nokia, perusahaan yang telah berhasil menguasai pangsa pasar ponsel sebesar 30% di dunia pada tahun 2000-an, namun akhirnya tenggelam dan kalah dalam persaiangan.
Terakhir, sebagai pemimpin, saya harus mencintai tim saya. Akan sangat salah apabila saya melihat individu anggota tim hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan. Sebab, kita semua adalah manusia yang diciptakan Tuhan. Untuk itu, mengasihi tim sangat penting.
Ketika ada yang membuat kesalahan, hal ini bisa menjadi pertimbangan apa yang fair bagi mereka, dan menunjukkan bahwa itu dilakukan sebagai bentuk kepedulian saya kepada mereka.
Target Hangry selanjutnya?
Hangry memiliki ambisi besar menjadi perusahaan kuliner global pada 2030, dimulai dengan menjadi perusahaan makanan dan minuman terbesar di Indonesia pada 2025. Pandemi yang sedang terjadi pun tidak memengaruhi ambisi ini.
Meskipun sempat mengalami tantangan di awal pandemi, Hangry tahun lalu berhasil membuka lebih dari 35 outlet dan tumbuh hingga 22 kali hanya dalam kurun waktu satu tahun. Kami mulai dari sebuah ruko kecil dan akan terus berkembang ke kota-kota besar di Indonesia, lalu ke negara-negara Asia Tenggara, dan global.
Hangry menerima pendanaan institusional pertamanya sebesar US$ 3 juta atau sekitar Rp 43 miliar dari Alpha JWC Ventures dan Sequoia Capital melalui program akselerator Surge pada 2020, dan tumbuh pesat sejak saat itu. Melalui pendanaan Seri A ini, Hangry akan meneruskan misinya dengan melakukan ekspansi membangun lebih dari 120 outlet secara keseluruhan, dengan target meluncurkan 20 restoran dine-in pada 2021.
Strategi Anda membawa Hangry bermain di kancah global?
Konsep bisnis Hangry adalah multi-brand dan multi-channel untuk membawa banyak pilihan dengan berbagai jalan bagi konsumen. Karena itu, membuka restoran untuk makan di tempat memang sudah ada dalam perencanaan kami, namun kami tunda karena pandemi.
Tahun lalu, kami memutuskan untuk fokus dengan konsep cloud kitchen dan hal ini telah menjadi kunci kesuksesan Hangry. Kini, masyarakat sudah mulai siap untuk kembali beraktivitas normal, termasuk untuk makan ke luar. Ini adalah waktu yang tepat untuk memperkenalkan restoran Hangry.
Rencana besar tersebut serta performa bisnis kami yang kuat selama pandemi adalah alasan kami dapat meraih pendanaan Seri A dan kepercayaan dari para investor untuk bekerja sama untuk mencapai target-target kami ke depan.
Bagi kami, melanjutkan kemitraan dengan Alpha JWC Ventures yang merupakan salah satu investor terkuat Indonesia serta pendukung Hangry sejak awal adalah pilihan terbaik, terutama untuk memenangi pasar Indonesia dan regional ke depan.
Selain itu, investor baru kami memberikan nilai kuat lainnya bagi Hangry. SALT Ventures datang dengan keahliannya di bidang media, serta Atlas Pacific Capital dan Heyokha Brothers membawa pengalaman regional dan global yang sangat mendukung rencana jangka panjang kami. Bersama mereka, kami yakin jalan untuk mencapai ambisi global Hangry akan semakin mulus.***
Penggila Makanan
Bagi CEO Hangry, Abraham Viktor, makanan merupakan segalanya, terutama makanan yanng sangat lezat. Tak heran jika berburu makanan enak menjadi hobinya di kala senggang.
Bahkan, dia rela merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk bisa mencicipi makanan yang enak dan terbaik di berbagai tempat, baik di dalam maupun luar negeri.
“Saya suka makan dan makanan. Saya rela membayar berapa pun demi makanan. Kalau hal lain di luar makanan, saya selalu perhitungan,” ungkap Bram, panggilan akrab Abraham Viktor.
Pengalaman dan hobi itu menjadikan Bran masuk daftar salah satu Asia 50 Best Restaurants Voters. Hobi itu pula yang antara lain mendorong Bram mendirikan Hangry. Berbekal hobi dan kegemarannya terhadap makanan enak, Bram pun yakin sangat mengetahui hal-hal yang sangat dicari pelanggannya mengenai makanan di Hangry.
“Pelanggan sama seperti saya, pasti mencari makan enak, murah, dan memuaskan,” kata dia.
Sumber :
https://investor.id/figure/250802/berpikirlah-sebagai-underdog