Berikut 8 fakta soal kecanduan game yang dikutip dari berbagai penelitian dan publikasi:
- Pada 2018, WHO secara resmi mengatakan kecanduan game adalah bentuk penyakit atau masalah kesehatan.
- Menurut Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa, dr Dharmawan, mereka yang kecanduan game menjadi tidak bisa berkonsentrasi ketika bekerja maupun belajar.
- Ilmuwan mengatakan 1 dari 25 orang, mengalami kecanduan game.
- Laki-laki lebih berisiko mengalami kecanduan game.
- Ketika bermain, tubuh mengeluarkan hormon dopamine. Ini yang membuat player ingin main dan main lagi. Kecanduan, itulah yang terjadi.
- Bermain game memberikan perasaan yang sama seperti ketika orang bermain judi. Kita sama-sama tahu bahwa ini adalah sesuatu yang buruk.
- Gejala kecanduan game adalah kehilangan minat untuk kehidupan sosial, merasa gelisah atau terganggu kalau tidak bisa bermain game, dan cenderung berbohong kepada teman dan keluarga tentang durasi bermain game. Dampaknya, menurunnya kemampuan analisa dan empati.
- Menurut jurnal Molecular Psychiatry, 85 persen orang yang main game action selama 6 jam lebih setiap minggu membawa dampak negatif pada hipokampus otak (pusat pembelajaran), dibandingkan mereka yang jarang main game. Pada akhirnya, kecerdasan dan empatinya merosot.
Manfaatkah itu semua?
Nggak. Yang jelas, lebih besar mudharatnya.
Belum lagi kalau parent yang bermain game. Anak-anak akan meniru dan merekam dalam memorinya. Hati-hati. Sesuatu yang buruk kalau ditiru oleh anak, biasanya dilakukan kadar dengan jauh lebih parah. Karena itulah kemudian muncul pepatah 'guru kencing berdiri, murid kencing berlari'.
Kita sebagai parent hendaknya menjadi contoh dan teladan. Sekiranya kita selalu bermain game atau kesia-siaan lainnya, pesan yang kita kirim secara tidak langsung kepada anak adalah, "Nak, misalnya ada waktu luang, habiskan saja untuk hal yang sia-sia. Lihat saja Bapak, rutin melakukan hal yang sia-sia. Setiap hari, Nak."
Think.
Sekian dari saya, Ippho Santosa.
No comments:
Post a Comment