Sunday, February 23, 2020
Tragedi Nol Buku
Audiensi dengan Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) merupakan ajang penting bagi Taufiq Ismail untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya terhadap penelitian membaca buku.
Tragedi nol buku dia menyebutnya, yang berarti sebuah ungkapan atau gambaran keprihatinan seorang sastrawan terhadap budaya bangsa Indonesia. Hasil penelitian Taufiq Ismail menunjukkan bahwa siswa SMA Indonesia tidak wajib membaca buku sastra sama sekali, yang dapat kita lihat minimnya pengetahuan siswa terhadap sastra.
Lingkup pelajaran Bahasa Indonesia hanya mengarang, menulis, dan menguasai EYD atau PUEBI. Sastra seolah dianggap tidak penting dan dikucilkan. Ini tentunya sangat membuat beliau prihatin. Membaca pun hanya menjadi sekedar ajakan atau himbauan, bukan sebuah kewajiban.
Dapat dilihat dari studi minat membaca di 65 negara, Indonesia menempati posisi ke-57, masih kalah dengan Thailand yang nyatanya menempati posisi ke-50. Selain itu, negara Jepang yang yang kita tahu merupakan negara maju dalam teknologi menempati posisi ke-8.
Dapat kita katakan ini merupakan musibah. Musibah seperti bencana alam dapat menghancurkan sebuah daerah atau bahkan negara, tetapi tragedi nol buku ini dapat menghancurkan mentalitas dan dimensi karakter bangsa. Seharusnya, kekhawatiran negara terhadap tragedi ini harus sama dengan penyebaran narkoba yang semakin membesar.
Mengapa seperti itu?
Kita sering mendengar kalimat “Buku Adalah Jendela Dunia”. Banyak pengertian yang dapat kita ambil dari kalimat ini. Semakin banyak kita membaca buku, semakin kita dapat melihat dunia, atau bahkan mengubahnya. Hanya dengan membaca buku juga, pengetahuan kita akan makin bertambah, dan negara kita pun bisa berubah menjadi negara maju.
Tragedi nol buku ini memang sangat disayangkan. Padahal, disediakannya perpustakaan di setiap sekolah dan daerah gunanya untuk membuat siswa rajin membaca, menghindari miskin ilmu dan terus menambah wawasan dari bidang apapun.
Selain itu, alangkah lebih baik negara pun ikut membantu dalam program membaca untuk siswa Indonesia. Kita menyadari bahwa buku merupakan salah satu pilar penting dalam membangun karakter bangsa, karena bukan sekadar memberikan ilmu pengetahuan, namun juga dapat membentuk cara berpikir, bertutur kata yang baik dan sopan, serta berbuat atau membentuk budi pekerti yang baik.
Ya, buku memiliki andil yang sangat besar dalam melahirkan generasi bangsa yang bermoral.
Sumber :
https://www.pintarnesia.com/contoh-essay-lengkap/
Sumber foto :
https://nasher-news.com/sudan-old-books-eroded-by-time/
Labels:
Writerpeneurship
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Related Posts
-
Dalam pemasaran, sebuah produk tidak hanya sekadar barang atau jasa yang dijual, tetapi memiliki nilai yang lebih dalam bagi pelanggan. Kons...
-
Scott Gregory MARCH 30, 2018 A young friend recently remarked that the worst boss he ever had would provide him with feedback that always...
-
Leadership vs. Manajemen: Membedakan Peran dan Pentingnya Keduanya dalam Organisasi. Meski sering dianggap serupa, kepemimpinan dan manajeme...
-
Kapan Ilmuwan Pertama Kali Memperingatkan Tentang Perubahan Iklim? Perubahan iklim adalah isu global yang mendominasi diskusi ilmiah dan pol...
-
Pada lingkungan kerja, Anda pasti akan menemui ragam kepribadian dan karakter manusia yang susah ditebak. Salah satu yang paling menyebalkan...
No comments:
Post a Comment