Perubahan pucuk kepemimpinan di Kementerian Keuangan bukan hanya sekadar pergantian orang, tetapi bisa menjadi sinyal perubahan kebijakan yang berdampak sangat nyata pada industri—termasuk industri rokok dan khususnya Gudang Garam. Sejak Purbaya Yudhi Sadewa menggantikan Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan pada September 2025, sejumlah kebijakan dan respons pasar menunjukkan bahwa nasib Gudang Garam sedang memasuki fase transisi penting.
Kondisi Sebelum Pergantian
Sebelum pergantian, Gudang Garam mengalami tekanan luar biasa. Dari laporan keuangan semester I tahun 2025, pendapatan GGRM tercatat turun sekitar 11,3% YoY, dari sekitar Rp50,01 triliun menjadi Rp44,36 triliun. Penurunan itu terutama dipicu oleh turunnya penjualan di segmen Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Kretek Tangan (SKT). Pendapatan SKT sendiri merosot lebih dalam, sekitar 19,5%. Laba bersih juga mengalami penyusutan drastis, dengan laba semester I/2025 hanya sekitar Rp117 miliar, turun jauh dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai hampir satu triliun rupiah.
Faktor terbesar yang membebani GGRM selama ini adalah cukup beratnya tarif cukai rokok dan regulasi yang makin ketat, serta lemahnya daya beli masyarakat yang membuat kenaikan harga rokok menjadi risiko dalam menurunkan volume penjualan. Beban pita cukai, PPN, dan pajak rokok sendiri menjadi bagian yang membebani harga pokok produk Gudang Garam—di mana sebagian besar komponen biaya pokok penjualan tumbuh cepat, sementara ruang menaikkan harga jual dibatasi oleh sensitivitas konsumen terhadap harga.
Harapan dan Sentimen Setelah Purbaya Yudhi Sadewa Menjadi Menkeu
Ketika Purbaya Yudhi Sadewa ditunjuk sebagai Menteri Keuangan baru, pasar langsung memberikan respon positif terhadap saham-saham rokok, termasuk Gudang Garam. Kenaikan signifikan saham GGRM setelah pengumuman reshuffle menunjukkan bahwa investor berharap Purbaya akan membawa kebijakan cukai rokok yang lebih fleksibel dibanding pendahulunya.
Gudang Garam sendiri menyatakan harapan agar kenaikan cukai terutama pada SKM bisa mempertimbangkan kondisi makro ekonomi, termasuk daya beli masyarakat, agar kebijakan tidak semakin memberatkan industri.
Sejumlah pihak juga mengusulkan moratorium cukai rokok selama tiga tahun ke depan agar sektor industri rokok—yang padat karya—diberi ruang untuk adaptasi. Tujuannya agar tekanan biaya dari regulasi dan cukai tidak semakin menekan operasional dan keberlangsungan industri.
Tantangan yang Masih Menghadang
Meskipun ada harapan, tantangan nyata tetap banyak. Pertama, meskipun tidak ada kenaikan cukai pada 2025, beban cukai sebelumnya masih dirasakan oleh Gudang Garam. Kebijakan masa lalu yang menaikkan tarif cukup signifikan meninggalkan “beban historis” yang belum sepenuhnya diimbangi oleh kenaikan harga jual.
Kedua, daya beli masyarakat masih lemah. Kenaikan harga rokok diikuti oleh masalah pendapatan masyarakat yang stagnan atau bahkan menurun di beberapa segmen. Jika harga rokok terus naik tanpa daya beli yang pulih, risiko penurunan volume penjualan besar-besaran tetap tinggi. Gudang Garam akan sulit menaikkan harga jual terlalu tinggi tanpa kehilangan konsumen.
Ketiga, regulasi kesehatan dan peraturan-peraturan non-cukai terhadap rokok juga menjadi beban tambahan. Pengawasan terhadap rokok ilegal, regulasi pemasaran, dan batasan-batasan lainnya bisa memperumit strategi perusahaannya.
Proyeksi dan Strategi yang Dimungkinkan
Jika kebijakan Menkeu baru tetap mempertimbangkan fleksibilitas cukai, ada beberapa potensi arah bagi Gudang Garam:
Perbaikan margin: jika beban cukai tidak naik drastis, dan Bila daya beli masyarakat sedikit pulih, Gudang Garam bisa mulai melihat peningkatan laba meskipun tidak secara instan.
Stabilitas saham: pasar terlihat optimis dan menghargai kemungkinan kebijakan yang lebih ramah industri. Seiring kepastian kebijakan cukai yang lebih terukur, harga saham bisa mempertahankan atau lanjut naik.
Tekanan operasional tetap ada: efisiensi produksi, pengelolaan biaya, strategi distribusi, dan diversifikasi produk akan menjadi kunci agar perusahaan bisa bertahan di bawah tekanan berat regulasi dan persaingan.
Tapi jika kebijakan cukai tetap ketat atau bahkan naik kembali, sementara regulasi tambahan terus diberlakukan tanpa kompensasi, maka Gudang Garam bisa terus menghadapi penurunan volume, tekanan keuangan, hingga potensi PHK massal.
Nasib Gudang Garam di era Menkeu Purbaya adalah campuran antara harapan dan tantangan. Pergantian Menkeu memberi peluang bagi perusahaan untuk bernapas sejenak dari tekanan yang terlalu berat di sektor cukai, namun tidak otomatis memecahkan semua masalah. Ke depan, keberhasilan Gudang Garam akan tergantung pada bagaimana kebijakan pemerintah disusun dan diterapkan: apakah fleksibel dan adaptif terhadap kondisi ekonomi rakyat, atau tetap memberlakukan kebijakan yang mengutamakan penerimaan negara tanpa mempertimbangkan daya beli dan keberlangsungan industri.
Seperti banyak perusahaan lain di sektor padat regulasi ini, Gudang Garam berada dalam persimpangan: bisa bangkit jika kebijakan mendukung dan kondisi makro memadai, atau terus menghadapi tekanan jika kebijakan kurang responsif dan kondisi ekonomi tidak banyak berubah. Waktu dan tindakan nyata dari pihak pemerintahan dan manajemen perusahaan lah yang akan menentukan nasibnya.