Monday, April 8, 2024

Misteri dan Kepercayaan di Balik Gerhana Matahari dalam Budaya Kuno

Gerhana matahari, fenomena alam yang spektakuler, telah menjadi sumber keajaiban dan kecemasan bagi manusia sepanjang sejarah. Di zaman kuno, ketika pengetahuan tentang alam semesta masih terbatas, gerhana matahari sering kali dianggap sebagai tanda-tanda dari kekuatan supernatural atau bahkan sebagai bentuk kemurkaan dewa.

Gerhana matahari terjadi ketika bulan melintas di antara bumi dan matahari, menutupi cahaya matahari sebagian atau sepenuhnya. Bagi para pengamat, ini adalah momen yang menakjubkan, tetapi juga menakutkan. Di beberapa budaya kuno, gerhana matahari dipandang sebagai pertanda buruk atau pertanda kekuatan gaib yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa.



MESIR.

Banyak kepercayaan dan mitos yang berkembang di sekitar gerhana matahari. Misalnya, dalam mitologi Mesir kuno, gerhana matahari dipercaya sebagai pertarungan antara dewa Ra dengan monster Apep, yang mencoba menelan matahari. Orang Mesir percaya bahwa dengan membuat kebisingan dan keributan, mereka dapat membantu Ra dalam pertempurannya melawan kekuatan kegelapan.

SUKU INCA.

Penduduk suku Inca yang bermukim di Amerika Selatan ini merupakan pemuja inti Matahari. Mereka menganggap bahwa Matahari adalah dewa yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, suku Inca memahami bahwa gerhana adalah pertanda kemarahan dan ketidaksenangan Matahari. Untuk meredakan kemarahan Matahari, suku Inca melakukan ritual pengorbanan. Namun, pengorbanan manusia jarang dilakukan suku tersebut. Cara lain yang mereka lakukan adalah memberhentikan tugas publik kaisar selama gerhana hingga melakukan puasa.

INDIA.

Masyarakat Hindu kuno di India percaya bahwa iblis licik bernama Rahu berusaha meminum nektar para dewa dan mencapai keabadian. Rahu menyamar sebagai seorang wanita kemudian menghadiri perjamuan para dewa.

Kemudian Wisnu menemukan Rahu dan akhirnya iblis tersebut dipenggal kepalanya. Ketika gerhana terjadi, masyarakat Hindu kuno menganggap bahwa kepala Rahu terbang ke langit sehingga menggelapkan Matahari.

Masyarakat Hindu kuno pun menganggap Rahu bisa mencuri seteguk nektar tetapi ia lebih dahulu dipenggal sebelum ramuan tersebut mencapai seluruh tubuhnya. Saat gerhana selesai atau Matahari muncul kembali, hal tersebut terjadi karena Rahu tidak mempunyai tenggorokan untuk menelannya.

CINA.

Di Cina kuno, terdapat kepercayaan bahwa gerhana terjadi ketika seekor naga mencoba memakan matahari. Untuk mengusir naga tersebut, penduduk akan berteriak, memukul drum, dan membakar kertas merah. Ini adalah cara bagi mereka untuk memastikan bahwa naga pergi dan matahari kembali bersinar.

Masyarakat Cina kuno menyakini bahwa gerhana matahari terjadi ketika seekor naga langit menyerang dan melahap Matahari. Kepercayaan tersebut terdapat dalam sebuah catatan gerhana Cina tertua yang berusia 4.000 tahun.

Catatan tersebut menjelaskan "Matahari telah dimakan". Saat gerhana terjadi, penduduk Cina kuno menabuh genderang dan mengeluarkan suara keras saat terjadi gerhana.

Meski demikian, masyarakat Cina kuno tidak menganggap bahwa fenomena gerhana adalah sesuatu yang menarik. Sebagaimana dijelaskan dalam teks Cina kuno berusia 90 SM yang menyebut bahwa gerhana Matahari adalah "masalah biasa".


Dalam banyak budaya kuno, ritual dan tradisi dilakukan untuk menghadapi gerhana matahari. Seringkali, ini melibatkan upacara keagamaan atau tindakan simbolis untuk meminta perlindungan atau mengusir kekuatan jahat. 

Gejog lesung.

Gejog lesung adalah tradisi khas masyarakat Yogyakarta saat gerhana tiba. Tradisi unik ini dilakukan oleh 5-6 orang memukuli lesung (tempat menumbuk padi) dengan alu (kayu penumbuk), sehingga menimbulkan irama.

Dalam kepercayaan masyarakat Jawa zaman dahulu, gerhana terjadi karena matahari dimakan raksasa Kala Rahu atau Kala Rawu mencuri air suci yang bisa memberikan hidup abadi. Namun, saat air baru sampai di tenggorokan, lehernya keburu dipenggal oleh Bhatara Wisnu.

Badan Kala jatuh ke bumi, sementara kepalanya masih melayang-layang dan membalas dendam dengan memakan matahari. Lesung padi mewakili tubuh Kala itu, sehingga memukulinya dianggap bisa membuat kepala Kala segera memuntahkan matahari.

Memanah Matahari.

Tradisi pertama datang dari penduduk Cina Kuno yang biasanya menembakkan panah ke arah gerhana. Penduduk Cina Kuno tak menyambut kedatangan bulan, justru mereka berusaha untuk mengusirnya. Hal tersebut lantaran mereka takut matahari tak akan bersinar lagi. Di abad ke-19, para pelaut Cina ditemukan sedang menembakkan meriam ke arah gerhana dengan harapan untuk mencegah bulan yang mereka anggap sebagai naga memakan matahari.


Meskipun ketakutan dan kecemasan mendominasi reaksi awal terhadap gerhana matahari di masa lalu, peradaban kuno juga mencoba memahami fenomena ini dengan pengetahuan mereka yang terbatas. Beberapa budaya, seperti orang Mesir dan Bangsa Maya, bahkan memiliki pemahaman yang cukup maju tentang gerhana matahari dan mampu memprediksi kapan gerhana akan terjadi.


Warisan kepercayaan dan tradisi seputar gerhana matahari masih terasa dalam budaya modern. Meskipun pengetahuan ilmiah telah menjelaskan fenomena ini secara detail, banyak masyarakat masih merayakan gerhana dengan cara-cara yang berasal dari tradisi nenek moyang mereka.

Gerhana matahari, dengan segala misteri dan keindahannya, tetap menjadi fenomena yang menginspirasi kagum dan refleksi. Meskipun kita sekarang memahami alasan ilmiah di baliknya, warisan budaya dan spiritual dari masa lalu mengajarkan kita untuk tetap menghargai keajaiban alam dan kebijaksanaan nenek moyang kita.


Sumber :
https://www.liputan6.com/regional/read/5265983/6-tradisi-unik-saat-gerhana-matahari-yang-ada-di-indonesia?page=2
https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6983599/5-penjelasan-gerhana-versi-kepercayaan-kuno-ada-yang-sebut-matahari-dimakan-tupai
https://www.grid.id/read/043029432/aneh-bin-ajaib-inilah-5-ritual-di-mancanegara-saat-gerhana-tiba-ada-yang-pakai-celana-dalam-merah-demi-selamatkan-nasib-anak-dan-keturunannya?page=all

No comments:

Post a Comment

Related Posts