Thursday, December 3, 2015

Formula 4D

Sewaktu kuliah di Malaysia, mau tidak mau saya terjun langsung di lapangan sebagai penjual amatir demi membiayai kuliah. Pagi sampai siang, kuliah. Sore sampai malam, jualan. Capek sih, tapi mau gimana lagi? Di sini saya tidak belajar tentang satu 'D'.

Setelah lulus, saya sempat bekerja di perusahaan consulting, lalu di perusahaan properti. Ini dua moment yang berharga bagi saya karena di sinilah saya belajar tentang satu 'D' lainnya.

Pernah jatuh-bangun ketika merintis bisnis kuliner (soto, bakso, dan donat), sekarang alhamdulillah bisnis-bisnis pendidikan saya tersebar sekian cabang, menaungi ratusan karyawan se-Indonesia. Di sini saya dipahamkan bagaimana sebuah 'D' bekerja. Dan ini adalah 'D' yang berbeda dengan dua 'D' sebelumnya.

Buku-buku saya dianggap sarat inspirasi sampai-sampai dicetak ulang ratuaan kali, melampaui predikat mega-bestseller, alhamdulillah. Training saya juga mewarnai strategi perusahaan-perusahaan bergengsi di tanah air. Semua dari Allah. Saya hanya menjadi orang yang ditakdirkan untuk menjalani ini semua.

Dan dengan izin-Nya, ratusan ribu peserta seminar di belasan negara telah merasakan manfaat juga perubahan. Itulah testimoni seminar yang saya terima setiap harinya. Lagi-lagi, saya hanya menjadi orang yang ditakdirkan untuk menjalani ini semua.

Anda-anda yang berkecimpung sebagai profesional atau entrepreneur yang sibuk, bolehkah saya menyarankan sesuatu yang teramat penting yang akan meringankan aktivitas anda hari ini dan setiap harinya? Boleh?

Saran yang inspiring ini berdasarkan pengalaman saya selama belasan tahun di bidang bisnis, baik sebagai pekerja maupun sebagai pengusaha. Dan saran yang inspiring ini sering saya berikan kepada mereka yang terlihat sangat sibuk namun kurang kelihatan hasilnya.

Semua dirangkum dalam empat kata yang sangat sederhana, sangat menukik, dan bisa anda terapkan hari ini juga. Apa itu? 4D.
- Dump it (buanglah).
- Defer it (tundalah).
- Delegate it (delegasikan).
- Do it (lakukan)

Dulu saya sering kecapekan dalam berbisnis karena tidak mau membuang sebagian aktivitas dan kurang berani mendelegasikan sebagian aktivitas. Saya tidak sadar bahwa waktu dan kemampuan saya terbatas. Saya pun sibuk sendiri. Akhirnya, hasil kerja saya kurang berdampak dan ujung-ujungnya rentan kegagalan.

Kemudian saya tercerahkan, saya hanya bisa BEING BIG kalau berhasil memformulakan 4D ini dengan pas dan pantas. Inilah yang saya terapkan dalam TK dan seminar. Sebaliknya, tanpa 4D, maaf, kita cuma terlihat sangat sibuk namun kurang kelihatan hasilnya. Kurang berdampak. Rentan kegagalan. Nah, saya berharap, anda mulai menerapkan hari ini juga.

--- dari Ippho Santosa

Emas, Reksadana, atau Properti?

Kepikir soal tabungan #umrah? Tabungan pendidikan? Sebenarnya terkait umrah dan pendidikan, daripada pakai ini-itu, akan lebih menguntungkan kalau pakai emas. Betul sekali, emas. Walaupun dalam jangka pendek nilai emas itu naik-turun, tapi dalam jangka panjang nilainya meningkat. Selalu meningkat.

Sebenarnya, mana sih yang lebih menguntungkan? Emas, reksadana, atau properti? Nggak bisa dijawab A atau B. Tergantung sikon keuangan masing-masing. Karenanya, saya menyarankan teman-teman untuk terlebih dahulu #investlah pada ilmunya. Terutama karyawan, belajarlah ilmu investasi, agar gaji nggak tergerus inflasi.

Siang ini, saya beserta tim memberikan training tentang emas dan reksadana syariah di Pejaten, Jakarta. Training ini, begitu diumumkan, langsung full. Alhamdulillah. Banyak follower yang minta agar training sejenis diadakan lagi. Berhubung jadwal saya cukup padat sampai April 2016, perlu dipikirkan alternatif solusi buat teman-teman. Mungkin berupa DVD atau berupa yang lain.

Sejatinya, emas bukan saja dianjurkan dalam Islam. Tapi juga diajarkan dalam Kristen dan Yahudi. Mata uang dari surga, sebut Robert Kiyosaki. Tak perlu berpikir jauh-jauh sampai ke Freeport, kita mulai saja dari diri kita. Rutin setiap bulannya puluhan ribu atau ratusan ribu rupiah, invest, insya Allah lama-lama hasilnya bisa berlimpah.

--- dari Ippho Santosa

Ilmu Uang

Ilmu uang, seberapa penting?

Kemarin untuk kesekian kalinya saya berseminar untuk 500-an leader ‪#Armina. Boleh dibilang, jumlah jamaah Armina adalah salah satu terbesar di dunia. Alhamdulillah selama ini Bu Guril (Direktur Utama) dan Pak Juli (Leader Terbesar) full support terhadap seminar dan training saya. Nah, kemarin itu saya bicara soal menghasilkan uang dan mengelola uang.

Sebelum Anda membaca tulisan ini lebih jauh, jawab dulu dua pertanyaan saya. Pertama, berapa tahun Anda belajar ilmu kimia dan ilmu fisika? Kedua, berapa jam Anda belajar ilmu uang? Think! Nggak semua orang ingin jadi ahli kimia dan ahli fisika, tapi nyatanya belajarnya bertahun-tahun. Sementara, semuaaaaa orang ingin punya uang, akan tetapi belajarnya jarang-jarang. Aneh kan? Banget.

Kalau memang ilmu kimia dan ilmu fisika itu penting, tentulah ilmu uang juga penting. Kalau nggak belajar, jangan heran kalau pada akhirnya kita keteteran soal uang. Ada yang bilang, ah ilmu uang itu nggak penting. Lha buktinya dia masih pengen. Artinya, yah memang penting. Saran saya, sisihkan waktu untuk belajar ilmu uang, kalau memang itu penting menurut Anda. Wong dulu saja Anda ber-tahun-tahun belajar ilmu kimia dan ilmu fisika. Li Kha Shing, salah satu orang terkaya di China, bahkan menyarankan kita rutin mentraktir orang kaya agar keciprat ilmu dan spirit-nya.

Soal ilmu uang, nggak perlu nyalah-nyalahin sekolah. Lebih baik Anda proaktif, berbuat sesuatu yang solutif. Akan lebih memberdayakan kalau teman-teman mau belajar ilmu bisnis, investasi, properti, reksadana, dan emas. Tak harus dengan saya. Dengan siapa saja, boleh. Dan sebenarnya, sejak awal agama mengajarkan calistung. Baca-tulis-hitung. Bukankah itu adalah ilmu dasar untuk kaya? Bukankah itu bagian penting dari ‪#‎MentalKaya? Learn, then you earn.

--- dari Ippho Santosa    

Victim dan Victor

Sabtu kemarin, leader dengan posisi Platinum di sebuah bisnis jaringan, memberikan testimoni di hadapan leader-leader lainnya "Training #7KeajaibanRezeki selama 2 hari, 3 tahun yang lalu, telah membawa perubahan besar bagi diri saya. Apa-apa yang diajarkan, langsung saya lakukan semuanya. Mulai dari berbakti, berbagi, dll."

Leader yang sangat menghargai leader-leader lainnya ini (walaupun crossline) menekankan tentang pemilihan sikap Victim dan Victor. Apa itu?

Begini. Sebagian orang, ketika masalah terjadi, ia bersikap sebagai korban (Victim), seolah-olah tidak berdaya, dan teraniaya. Bukan hanya itu, ia juga mengeluh dan menyalah-nyalahkan orang lain. Dengan kata lain, ia tidak bertanggung-jawab atas keputusan yang telah ia ambil.

Namun sebagian orang bersikap sebagai pemenang (Victor/Victory). Dia tenang. Tak menyalahkan siapapun. Sebaliknya, ia bertanggung-jawab penuh atas keputusan yang telah ia ambil.

"Aku yang memutuskan untuk berbisnis. Aku yang ingin sukses. Aku yang beroleh untungnya. Tentulah, aku yang harus memastikan ini semua berjalan. Andaikata nggak berjalan, akulah yang bertanggung-jawab, sepenuhnya." Sebuah pemikiran yang memberdayakan. Inilah sikap #SangPemenang.

Terlihat jelas di sini. Keadaan sama, namun respons berbeda, tentulah hasilnya akan turut berbeda. Pasti. Makanya leader itu dan saya menganjurkan, demi hasil yang lebih baik, sebisa-bisanya kita hindari sikap sebagai Victim. Apalagi kita tahu bahwa mengeluh itu melemahkan otak dan tubuh! Apalagi kita tahu bahwa menyalahkan orang lain bukannya mengurangi masalah, melainkan hanya mengurangi teman!

--- dari Ippho Santosa

Keikhlasan

Pekerjaan terberat... Anda tahu, pekerjaan apakah itu?

Suatu hari, banner dengan wajah saya terpampang di sebuah masjid di Medan. Banner itu lumayan besar ukurannya. Melalui media sosial, publik pun langsung menghujat saya bahkan mengancam saya, sampai-sampai diberitakan di Yahoo! Heboh! Saya dituding tidak etis, karena dianggap jualan buku dan seminar di dalam masjid. Padahal demi Allah, banner itu terpampang TANPA izin saya, TANPA sepengetahuan saya.

Wong itu inisiatif dari pihak masjid sendiri dan sebuah lembaga sosial. Begitu tahu, saya langsung meminta pihak masjid untuk menurunkanbanner itu. Berhubung lembaga sosial terkait tidak meminta maaf kepada publik, maka ya sudah, saya saja yang melakukan. Minta maaf. Namun sebagian orang tidak terima. Sekitar seminggu, saya masih dicecar di media sosial. Dan terkadang, cecaran itu terlontar juga sampai sekarang.

Orang-orang di luar Medan tidak tahu bahwa acara saya di kota tersebut merupakan acara sosial dan saya tidak dibayar sama sekali. Menit-menit pertama, saya sempat kesal, “Kerja sosial, kok sampai begini ya?” Namun menit-menit berikutnya saya berpikir, “Yah, di sinilah keikhlasan kita diuji. Apakah kita masih mau melakukan kerja sosial setelah kejadian-kejadian yang tidak mengenakkan seperti ini?” Alhamdulillah, saya memutuskan untuk tetap berbuat, sampai hari ini. Menurut saya, inilah training yang Allah turunkan untuk melatih keikhlasan saya.

Doakan saya. Doakan juga motivator yang lain. Karena meraih keikhlasan adalah pekerjaan terberat di dunia ini. Terutama kalau Anda sehari-hari masih bersentuhan dengan urusan-urusan dunia.

Semua Orang Bisa jadi Miliarder

Dalam beberapa kesempatan, saya pernah mengundang Fauzan Kalimilk dan Reza Maicih. Mereka ini berhasil menjadi miliarder di usia muda, padahal produknya 'cuma' susu sapi dan keripik. Bukan properti dan pertambangan, yang menjadi khayalan banyak orang. Makanya saya sering berpesan, "Tak perlu minder, semua orang bisa jadi miliarder."

Jangan minder, itu resep pertama. Resep selanjutnya? Mari perbaiki cara pandang kita terhadap orang kaya dan kekayaan. Jangan negatif. Saya melihat, banyak orang kaya yang ideal. Rumahtangga mereka oke, ibadah mereka oke, sedekah mereka oke, silaturahim mereka oke, dan lain-lain. Misalnya, Sandiaga Uno dan Heppy Trenggono.

Cuma, publik dan media biasanya menyorot yang sebaliknya. Publik dan media demen mengekspos si kaya yang korup, yang bercerai, yang ribut sama temannya, dan sebagainya. Ini repot. Sehingga persepsi kita buruk terhadap kekayaan. Mestinya, yah netral. Saya ulang, netral.

Setelah memperbaiki cara pandang, terus apa lagi? Resep berikutnya, belajarlah dari orang yang tepat. Jack Ma (Ali Baba), salah satu orang terkaya di Tiongkok, pernah berpetuah "Kalau Anda masih muda, yang terpenting adalah 'dengan siapa Anda bekerja' BUKAN 'di perusahaan mana Anda bekerja' karena dari orang yang tepat Anda akan belajar langsung tentang dream lagi passion."

Sambung Jack Ma "Pikirkan which boss, BUKAN which company." Sekali lagi, agar Anda dapat belajar langsung dari orang yang tepat. Ini petuah yang sangat tajam dan menukik, menurut saya. Sebagian orang bangga karena telah bekerja di perusahaan multinasional. Padahal bukan itu yang utama. Orang yang tepat di mana Anda bisa belajar secara langsung, itu yang lebih utama.

Inilah tiga resep sederhana kalau Anda ingin menjadi miliarder di usia muda. Kapan-kapan kita sambung lagi.

--- by Ippho Santosa, you may read and share.

Related Posts